Mohon tunggu...
Nisrina Sri Susilaningrum
Nisrina Sri Susilaningrum Mohon Tunggu... Guru - Great Learner

Great Learner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

[Fikber] Antara Khayalan dan Kenyataan

21 November 2015   21:14 Diperbarui: 23 November 2015   06:43 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Aku baik-baik saja. Kalau boleh aku tahu, anda siapa?” ucapku, kali ini sehati-hati mungkin, karena tak ingin peristiwa kemarin kembali berulang.

“Oh maaf, saya sampai lupa memperkenalkan diri, karena kamu adalah pasien yang saya kunjungi setiap hari jadi saya anggap kamu sudah mengenal saya.” Jawab lelaki itu, yang langsung membangkitkan kembali alarm tanda bahaya di dalam benakku. Saya pasien dia, katanya?

“Saya lupa bahwa kamu bisa berubah menjadi siapa saja setiap saat” lanjut lelaki itu lagi. “Perkenalkan, nama saya dr. Jalal. Dan bolehkah saya tahu, saat ini saya berhadapan dengan siapa?”

Aku termangu. Dokter? Dan katanya… aku...aku bisa berubah setiap saat?

“Sepertinya kamu enggan bicara. Kalau begitu, kita mulai saja langsung sesi hari ini, ya,” ucapnya ramah bagai mengajak anak-anak untuk bermain permainan kegemarannya.

 Aku masih diam. Kulirik berkas yang dia letakkan di meja, di sana tertulis namaku serta diagnosis penyakitku.

Multiple Personality Disorder!

Nafasku bagai terhenti sesaat. Oh, apakah aku benar-benar menderita penyakit tersebut?

Ingatanku melayang pada beberapa tahun yang silam, saat aku masih kuliah hukum. Dosen pidanaku pernah menyebut bahwa penyakit ini termasuk penyakit langka, dan biasanya diderita oleh seseorang dengan masa lalu yang amat buruk. Dan itu merupakan salah satu pemicu tindak pidana, yang seringkali dilakukan secara tidak sadar. Sehingga apabila seorang pelaku kriminal menderita penyakit ini, dia bisa terbebas dari jerat hukum. Namun secara otomatis dia akan dimasukkan ke rumah sakit jiwa.

Aku ingat Billy Milligan, yang menderita penyakit ini dan harus menghabiskan nyaris seumur hidupnya di rumah sakit jiwa berpengamanan ekstra ketat, yang mungkin lebih tepat disebut penjara. Hatiku nelangsa membayangkannya. Tanpa terasa setitik hangat menggumpal di ujung mataku.

“Ada apa, Anna? Ada yang ingin kamu katakan kepada saya?” dr. Jalal bertanya sambil mengelus pundakku dengan halus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun