Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - menulis itu bikin kuat daya ingat

Menulis yang bisa ditulis dengan sukacita sebab hati yang gembira adalah obat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mimpi Masa Muda

12 Juni 2024   19:31 Diperbarui: 12 Juni 2024   22:00 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Mimpi Masa Muda
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

"When you have a dream, you've got to grab it and never let go." -- (Carol Burnett)

(Jika memiliki mimpi, kamu harus meraihnya dan jangan pernah melepaskannya.)

Hari ini seperti biasa aku bertugas mengantar suami ke suatu tempat karena memang akulah yang bisa dan biasa menyopiri kendaraan pribadi pemberian Tuhan ini. Sedan merek Toyota cantik kesayangan yang mengantarku ke mana-mana sejak sedasawarsa silam. Saat parkir di tepi jalan, tepatnya di tepi Hutan Kota Malabar yang begitu teduh, sambil rebahan dengan jok kumundurkan, kudengarkan radio mobil menyiarkan sebuah lagu merdu yang memacu dan memicu memoriku tergugah sempurna.

I Have a Dream

I have a dream, a song to sing
To help me cope with anything
If  you see the wonder, of a fairy tale
You can take the future even if you fail
To help me through, reality
And my destination, makes it worth the while
Pushin through the darkness still another mile ....  

Tetiba aku jadi teringat akan mimpi-mimpi yang kumiliki saat masih remaja. Ah, ... mimpi yang ternyata menjadi nyata sehingga aku boleh berada di tempat duduk pengemudi dalam kendaraan yang dianugerahkan-Nya secara fantastis ini.  

***

Sejak kecil aku diasuh dan dibesarkan oleh kakek nenek di desa. Keluarga besarku banyak yang kaya dan memiliki kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Namun, aku sendiri merasa bukan anak orang kaya. Bahkan, kisah masa laluku cenderung kelam. Ah, sudahlah. Aku hanya ingin mengemukakan mimpi-mimpiku.

Jika saudara-saudaraku yang kaya datang, membawa nenek bepergian dan aku ikut, tempat dudukku pasti bukan di dalam mobil, melainkan di bagasi. Sambil memegangi dua buah tongkat untuk menyangga agar pintu bagasi ada celah udara keluar masuk sehingga dua atau tiga anak kecil yang duduk di dalamnya tidak mabuk. Nah, tahukah apa yang ada di dalam hatiku?

Aku ingin memiliki mobil sendiri, bukan sebagai penumpang, bahkan sebagai pengendara alias menjadi sopirnya. Menderita sekali berada di bagasi sempit berdesakan seperti itu! Aku berjanji, kelak tidak akan mengizinkan seseorang berada di dalam ruang bagasi seperti yang pernah kualami.

Saat itu rasanya mustahil, bukan? Namun, entahlah keinginan alias mimpi itu terbawa terus. Ketika lulus SLTA dengan diantar oleh saudara, kami berlima bermobil dari kotaku, Tulungagung, menuju ke Surabaya dan berlanjut dari Surabaya ke Malang. Mereka mengantar aku dan Mas Tarno (alm) untuk mendaftar di IKIP Malang. Masih teringat jenis mobilnya adalah sedan Fiat bercat biru. 

Yang menyopiri Mas Joko (alm), duduk di jok depan kiri adalah Mas Bambang adik Mas Joko. Di jok belakang selain aku, ada Mas Adam dan Mas Tarno. Kedua kakak beradik ini pun kini sudah almarhum.

Di perjalanan Mas Joko menyetel radio mobil dengan lagu-lagu kesukaanku. Saat itu lagu Kus Plus dan Tety Kadi yang sedang in. Kembali aku berandai-andai ... ah, kalau saja aku punya mobil sendiri dan mengendarai mobilku yang beradio ... demikianlah khayalanku melambung tinggi.

Ya, aku sangat ingin memiliki mobil dan mampu mengendarainya. Mimpiku sejak tahun-tahun usia remaja, bahkan sejak kecil! Membawa mobil pribadi saat pulang ke rumah di desa sebagaimana beberapa saudaraku yang kaya itu.

Jauh sebelum Tuhan memberikan karunia kepadaku untuk memiliki sebuah mobil pribadi, aku pernah bermimpi pada jam tidur siangku. Ya, seolah aku keluar dari pintu depan kanan sebuah mobil berwarna putih keabu-abuan. Ternyata itu namanya warna silver.
Pintu kanan depan? Bukankah itu artinya aku sebagai sopirnya? Nah, mimpi ini tidak kuanggap sebagai bunga tidur. Tidak! Akan tetapi, kupercayai sebagai sesuatu yang akan terjadi di kemudian hari.

Ya, bertahun-tahun sebelum kejadian, ternyata Tuhan sudah mengirimkan perlambang bahwa suatu saat aku akan memiliki sebuah kendaraan seperti itu. Jelas sekali, warna dan model kendaraan itu adalah sedan! Dan ... uniknya mimpi tersebut benar-benar terjadi. Ternyata sejak sedasawarsa terakhir kendaraan yang dihadiahkan-Nya kepadaku memang sedan mungil yang begitu girls  idaman banget, dan benar-benar berwarna silver metalik.

Yeaahhh, ... really I have a dream beneran, nih! Mimpi yang terpatri kuat-kuat dengan las superhebat, tak terlepas dan dengan tekad bulat. Kuniatkan senandikaku bahwa itu hendak kuupayakan dengan segala daya hingga tergapai sempurna!
"A strong hope can make your dreams come true."

Ya, sebuah harapan yang kuat dapat membuat mimpi kita menjadi nyata. Aku seratus persen percaya, apa pun yang kita impikan, apa pun itu, jika dengan hati teguh dan berupaya bersungguh-sungguh pasti akan menjadi nyata. Ada semangat menggebu untuk meraihnya, ada motivasi utuh untuk menggapainya!

Memiliki sepeda motor dan sebuah mobil? Aduhai, itu sangat menggelitik hatiku. Ingin! Benar-benar ingin! Hal itu karena bertahun-tahun selama kuliah aku hanya mampu berjalan kaki puluhan kilometer hingga paha dan betis pun lebam membiru seperti bekas dicubit. Karena terlalu lelah pastinya.

Bagaimana tidak? Berjalan dari tempat saudara tinggal hingga ke kampus pergi pulang berjalan kaki, bagaimana pembuluh darah tidak pecah? Maka biru legamlah yang kudapat. Jarak antara kampus dan rumah saudara tempatku ngenger (nebeng) itu sekitar enam atau tujuh kilometer jauhnya! Nah, pergi pulang setiap hari menempuh belasan kilometer tanpa beristirahat!

***

Belajar Bersepeda Motor  

Saat itu aku masih duduk di kelas tiga sekolah menengah pertama, tepatnya tahun 1972. Saat itu aku memiliki seorang saudara jauh yang sering datang ke rumah. Saudara tersebut aku panggil dengan sapaan Om Eddy. Perkiraanku berusia sekitar 25 tahunan.
Wajah Om ini sangat tampan. Senyum manis dihiasi lesung pipi membuat siapa pun terpesona. Apalagi dia juga sudah mapan, bekerja sebagai guru SD, dan memiliki sepeda motor bebek tahun 1970 berwarna merah.

Om ternyata naksir salah seorang teman sekelasku, Sri Kusrini. Temanku yang cantik ini  salah satu dari tiga bersaudara, putri seorang kepala desa. Jarak antara rumah dengan rumah teman baikku itu sekitar lima kilometer.  

Seperti biasa, ketika datang ke rumah, si Om selalu meminta diantar ke rumah teman itu dengan berbagai alasan. Dimintanya aku beralasan meminjam bukulah, menanyakan tugaslah, belajar kelompoklah. Ada saja alasannya.

Aku pun sering malas mengantarnya, selain malu juga karena tugasku banyak. Akan tetapi, Om tidak kekurangan akal. Dia berterus terang kepada kakek nenek agar bisa mengajakku pergi ke rumah teman tersebut.

Aku tahu bahwa Om memiliki maksud tersembunyi. Ada udang di balik rempeyek! Agar aku menurut, iming-iming Om pun ternyata berhasil memikatku.

"Ayolah. Nanti kuajari kau naik sepeda motor!"  dalihnya.

Nah, siapa yang tidak terpikat? Sepeda motor itu pun cantik di mataku. Maka, aku setuju.

Setidaknya dua hari sekali Om datang. Selepas mengajar di salah satu SD, selalu Om singgah di rumah kami. Sekitar pukul 14.00 ketika kami sudah makan siang, Om pun mengajak berangkat.

Diajarinya aku teori mengendarai sepeda motor, tentu saja manual! Pelajaran dimulai  dari tugas tangan kanan, tangan kiri, kaki kanan, dan kaki kiri. Tangan kanan berurusan dengan besar kecil gas, tangan kiri dengan rem depan. Kaki kanan dengan tuas starter dan kopling, sedangkan kaki kiri dengan pedal rem. Saat itu belum double starter, tetapi masih starter injak di kaki kanan.

Setelah mengerti, barulah diminta naik menduduki jok depan, sementara Om duduk di jok belakang. Beruntung kakiku sampai saat menjejak tanah sehingga sepeda motor pun tidak mudah roboh ketika aku duduk di sadel jok depan.
Nah, sedikit demi sedikit aku sudah mulai bisa mengendarai sepeda motor itu. Tibalah saat harus mencoba sendiri. Om mengajak ke arah jalan sepi. Saat itu belum ada jalan kampung beraspal.

Aku dimintanya menjalankan kendaraan dengan gas kecil saja. Namun, tiba-tiba dari arah berlawanan, muncullah sebuah dokar. Karena grogi dan bingung, sepeda kujalankan terlalu ke pinggir. Ah, ternyata aku belum stabil sehingga ban depan sepeda motor pun terperosok masuk ke parit. Ah ha ha ha ... bergulinganlah kami di sawah kering setelah dipanen.

Oh, la la  ... beruntung Om tidak marah. Sebaliknya, Om tertawa terbahak-bahak. Untuk mengangkat sepeda motor yang terperosok, kami mendapat bantuan dari dua orang pencari rumput yang sedang lewat.

Aku tidak boleh jera untuk belajar mengendarai sepeda motor. Om masih sering ke rumah ketika pulang mengajar. Datang ke rumah teman pun masih berlangsung. Akan tetapi, sayang sekali temanku tidak menanggapi keinginan Om.

Beberapa bulan kemudian, ketika aku sudah masuk sekolah pendidikan guru, Om datang sore hari dengan mengajak seorang gadis cantik. Ternyata, Om telah menemukan tambatan hati, putri dari teman guru di sekolahnya.

"Non, mana lebih cantik temanmu atau kekasih Om?"  tanyanya berbisik kepadaku. Aku hanya tertawa tanpa memberi komentar.

"Dia lebih ramah dan hangat daripada temanmu, bener 'kan? Dia juga mencintai Om!" lanjutnya.

"Kok tahu? Terlalu percaya diri, ya Om?" seruku sambil melotot.

"Enggaklah! Memang dia mencintai Om, kok!" balasnya sengit.

"Tahu dari mana?" Aku menyerbunya.

"Hisss, kamu masih kecil. Pokoknya, adalah. Om tahu persis!" sergahnya.

Sejak Om mempunyai pacar, makin jarang dia ke rumah. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, tiba-tiba Om datang dan meminta agar kakek nenek membeli sepeda motornya.

Om mengatakan bahwa harus segera menikahi sang pacar karena telah berbadan dua. Setelah menikah Om akan tinggal di rumah mertua. Rumah tersebut cukup besar dan dekat dengan sekolah tempatnya mengajar. Karena itu, Om tidak memerlukan sepeda motor lagi.

Melihat mimik raut muka Om yang serius meminta dikasihani, kakek nenek pun meluluskan permintaannya. Jadilah motor yang kupakai belajar tersebut menjadi milikku. Alangkah senangnya hatiku! Memang sejak awal diajari bersepeda motor, aku membayangkan bahwa suatu saat motor itu akan menjadi milikku!

"Non, sepeda motor ini harus kamu rawat, ya! Hati-hati jangan pernah kehabisan oli dan bensin!"  pesannya saat menyerahkan kepada kami.

Sayang sekali, ketika aku memutuskan minta kuliah, sepeda motor pun harus kurelakan dijual.

"Kamu pilih sepeda motor atau kuliah?" tantang Kakek.

Tentu saja aku memilih merelakan sepeda motor itu daripada cita-cita kuliah terbengkalai. Dalam hatiku mengatakan aku pasti bisa membeli lagi saat sudah lulus kuliah dan sudah bekerja nanti! Dan benar ... pada akhirnya, tahun 1980-an aku membeli sepeda motor baru secara kredit dengan potong gajiku sebagai PNS. Mimpi di tahun 1970-an terlaksana sepuluh tahun berikutnya!

***

Belajar Mengendarai Mobil

Tahun 1990. Saat itu aku sudah menikah, memiliki tiga putra tampan, sudah menjadi guru PNS salah sebuah sekolah swasta, dan bahkan sudah menjadi dosen honorer di salah satu perguruan tinggi swasta. Salah seorang saudara sepupu perempuanku juga mengajar di tempat yang sama. Bahkan, suami istri menjadi dosen di sana.

Setahun sesudah itu, saudara perempuanku tersebut memperoleh hadiah ulang tahun dari sang suami berupa mokas, mobil bekas. Setelah kakak perempuan sepupuku mampu mengendarai mobilnya, sering diajaknya aku berangkat dan pulang bersama-sama ketika jadwal mengajar kami bersamaan.

Nah, pada saat mendengar kakak sepupuku memperoleh hadiah ulang tahun itu, aku mengatakan di dalam hati.

"Aku akan membeli sendiri kendaraan bermotor seperti itu. Namun, aku tidak akan berharap suamiku membelikannya. Aku akan berusaha membeli sendiri! Meski jelek hasil keringat sendiri itu lebih bagaimanaaaa ... gitu!" demikian tekadku sambil merenung berandai-andai.

Oh, iya ... pada awal-awal dinasku di suatu sekolah swasta, aku juga menyambil di sekolah lain yang siswanya terkenal amat badung. Entah apa tujuan mereka, tetapi aku berusaha positive thinking sajalah. Saat itu aku bersepeda motor dengan pelan, dan tetiba sebuah mobil jeep berupaya menjejeriku juga dengan pelan-pelan. Jeep hardtop yang berisi beberapa pemuda berseragam sekolah.

Tetiba dari jendela beberapa kepala melongok sambil memberi salam seolah mereka koor, "Selamat siang Kakak Guru Jelita," sapa mereka serempak.

Gegara ulah mereka, hampir saja aku celaka. Duuhhh, mereka memang genk yang gemar menggoda guru muda, entah bertujuan mencobai kemampuan guru atau bagaimana. Tukang bikin kisruh, pokoknya! Padahal, aku sudah memperkenalkan diri di kelasnya sebagai ibu yang memiliki dua balita.

"Naik mobil saja Kak Guru agar tidak kepanasan dan kehujanan," lanjut salah satu dari mereka sambil tertawa ceria. Ini menghina atau apa ya ... , tetapi tetap kusikapi slow dengan gaya low profile  saja sambil sedikit berharap Tuhan mengabulkan saran mereka, amin! Bukankah kata-kata itu doa?

Tersenyum semanis mungkin sambil mengangguk, itu yang bisa kulakukan menanggapi ulah mereka.

"Don't worry be happy ...," bisikku menghibur diri.

***

Selain Om Eddy yang mengajariku bersepeda motor ketika di desa, aku juga memiliki saudara sepupu yang lain. Sepupuku kali  ini adalah Om Sukarsono, biasa disapa dengan Om Son. Kakak sepupuku itu bekerja sebagai kolektan, bertugas menagih utang para costumer dari kantornya. Katanya sih, mereka membeli kendaraan roda empat dengan cara mencicil alias kredit. Nah, Om Son sering menangani kredit macet yang dilakukan oleh costumer.

Aku kurang begitu paham dengan pekerjaan kakak yang kupanggil Om itu. Biasa, agar anak-anak juga memanggilnya Om.  Akan tetapi, yang kutahu kakak sepupuku selalu mengendarai sendiri kendaraan pribadi dari Surabaya ke Malang. Costumer beliau tinggal di daerah Kabupaten Malang sehingga sekalian singgah di rumah kami.

Hari itu dia bilang mengambil cuti dan mau refreshing ke Batu bersama anak-anakku. Anak-anak belum pulang dari sekolah sehingga Om Son mengajakku untuk melihat-lihat perumahan. Dia  juga ingin mencari kreditan rumah mungil untuk tetirah di kotaku ini. Jadilah kami seolah-olah akan membeli sebuah rumah. Namun, tiba-tiba Om Son memberhentikan mobil di tepi jalan perumahan yang sepi itu.

"Ndhuk, kamu harus bisa nyetir sendiri. Manfaatnya banyak, loh!  Misalnya  ada tetangga yang punya dua atau tiga mobil, suatu saat membutuhkan bantuan, nah ... kamu bisa membantunya. Ya, siapa tahu tetanggamu itu pas sakit. Ada mobil, tetapi kalau tidak mampu menyetir, 'kan otomatis butuh orang lain yang menolong? Jadi, menurutku baguslah bisa menyetir walau tidak punya mobil, daripada punya mobil tidak bisa menyetir!" katanya.

"Ahh, ... bisa menyetir tidak punya mobil, ya sedihlah!" jawabku asal saja.

"Hah ha ha ... sudah gini aja. Coba kau duduk di sini sebentar!" katanya sambil keluar dari mobil, lalu memintaku untuk menggeser duduk ke belakang kemudi cukup dengan melangkah saja tanpa keluar dari mobil. 

Aku terpaksa mengikuti kemauannya.

Setelah itu dia memberi tahu ini itu, begini begitu tentang cara mengendarai mobil. Awalnya kupikir gurauan saja, ternyata dia serius memintaku berlatih.

Mobil disuruh mematikan dahulu ....

"Coba raba dengan kaki kirimu. Itu pedal yang paling kiri untuk kopling. Yang tengah untuk rem, sedang yang paling kanan pedal untuk gas. Pedal kiri dan tuas ini sepaket!" sambil menunjukkan tuas presneleng.

"Kopling gunanya untuk pindah gigi. Ini gigi netral pas di tengah-tengah!" katanya sambil menunjukkan alat-alat yang disebut.

"Jika tuas persneleng ini diarahkan ke depan agak serong kiri masuk ke gigi satu, ke belakang gigi dua. Ke depan agak serong ke kanan gigi tiga, nanti ke belakang gigi empat, dan seterusnya. Setiap perpindahan gigi, syaratnya kaki kiri harus menginjak pedal kopling dulu, baru tangan memindahkan tuas kopling ini!" sambil tetap menunjuk-nunjuk.

"Jika mau mundur atau mundur, pedal kopling kaki kiri itu diinjak, lalu pedal gas juga diinjak. Jangan lupa tuas ini dimundurkan, ditarik ke belakang dulu! Nah, selanjutnya pedal kopling dilepas pelan dan pedal gas ditambah pelan berbarengan, mobil akan berjalan. Bisa berjalan maju, bisa juga mundur, sesuai dengan kondisi tuas persneleng yang kauarahkan. Jika mau maju arahkan ke gigi satu, berarti ke depan kiri. Jika mau mundur arahkan tuas ini ke belakang!"

"Nah, saat mobil berjalan maju, jika mau pindah dari gigi satu ke gigi dua atau dari dua ke gigi tiga, pedal di kaki kirimu itu harus ditekan dulu, baru tuas persneleng yang di tangan ini dikedepankan. Pedal kopling dilepas pelan seiring pedal gas diinjak. Masuk gigi satu, jika pedal gas di kaki kananmu kautekan, mobil pun akan berjalan. Nah, mari kita coba gigi satu dulu!"

Sambil gemetaran, aku pun mencoba apa-apa yang diinstruksikannya.

"Oh, iya ... sebentar. Jangan dinyalakan dulu, ya. Gini. Coba rasakan, enak enggak dudukmu. Ini bisa digeser begini, spion ditata begini, sampai bisa kaulihat di bagian belakang kendaraan. Spion kiri kanan juga bisa diestel dari sini," katanya sambil menunjukkan secara praktis bagaimana menyetel dan menggeser tempat duduk, menyetel spion depan, kanan, dan kiri.

"Bagaimana? Sudah pas?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Ini kursinya terlalu rendah!" kataku. Lalu kakak menambahkan bantal kursi yang siap di jok belakang.

"Sudah enakan?" tanyanya.

Sebenarnya aku belum bisa melihat jalan karena selain mobilnya rendah, juga terhalang oleh moncong mobil. Lalu kakak mengatakan bahwa nanti akan terbiasa juga. Yang penting estimasi jarak dengan mobil di depannya katanya.

Disuruh mencoba menyalakan mesin mobil dengan memutar kunci kontak. Bisa kulakukan. Lalu dimintanya kaki kiriku menginjak pedal paling kiri, tanganku harus mengarahkan tuas ke gigi satu, dan kemudian pelan-pelan melepasnya pedal paling kiri seiring dengan kaki kanan menginjak pedal gas paling kanan.

"Injak gas pelan-pelan saja, jangan terlalu kencang!" kata kakak.

Aku  mampu melakukannya. Hari itu aku berhasil mengemudikan kendaraan meskipun masih berjalan lurus dengan gigi satu.

"Oke, besok lagi! Sekarang kita makan bakso dulu!" kata kakakku sambil mencolek hidungku seperti kebiasaannya.

Hari kedua latihanku sudah mulai lancar. Sudah  bukan maju mundur lagi, melainkan berlatih berbelok memutari jalan seputaran perumahan sepi itu. Setelah lancar, aku diminta mundur belok seolah mau memarkir mobil ke dalam rumah. Begitu seterusnya sampai dirasa cukup mampu.

Hari ketiga, kakak mengajakku berpetualang ke daerah sepi. Diarahkannya mobil ke pedesaan tempat kakak menarik angsuran costumer-nya. Ketika jalan sepi, disuruhnya aku yang mengemudikan mobil. Kakak tetap menjadi instrukturku yang hebat. 

Demikianlah, cutinya digunakan untuk mengajariku mengendarai mobil.

Setelah cukup yakin, dimintanya aku menyetir ke daerah dengan jarak tempuh 30 km dengan daerah jalan berliku. Masih dengan instruktur si Om yang memberitahukan harus begini begitu. Misalnya, "Fokuskan ban depan kiri pada tepi jalan, garis putih itu, saat tidak ada pesepeda lewat agar kendaraan tetap berada di tepi jalan. Meskipun berbelok, tetap seperti itu! Ingat, moncong kiri kendaraan tetap di kiri, ya!"

"Jangan lupa tanda lampu sein. Lampu sein kiri gunanya untuk (1) memberi tahu jika kita hendak berbelok ke arah kiri, (2) kita akan berhenti. Sementara lampu sein kanan berguna untuk (1) memberi tahu jika kita hendak berbelok ke arah kanan, (2) kita akan berjalan setelah berhenti, dan (3) memberi tahu agar kendaraan di depan berhati-hati, (4) meminta agar kendaraan yang berpapasan memberi jalan, atau (5) kita hendak menyalib kendaraan di depan kita yang searah.

Nah, aturan penggunaan lampu sein ini sering tidak diindahkan oleh pengguna jalan sehingga terjadilah kecelakaan yang tidak diinginkan. Bahkan, klakson satu dua kali pun perlu, jika kita telah ditolong sopir kendaraan lain, misalnya mereka minggir agar kendaraan kita bisa lewat gang. Klakson itu pengganti ucapan terima kasih antarsopir, loh!"

Nah, apakah hal ini diketahui semua sopir? Entahlah, tetapi instruktur hebatku memberitahukannya secara detail.

"Saat tanjakan, ada kiat agar kendaraan tidak mundur. Kopling dan gas diinjak sama-sama alias sejajar. Dengan demikian kendaraan tidak akan mundur. Kalau takut mundur, bisa juga menggunakan hand rem, tetapi ini perlu cekatan dan tindakan cepat. Nanti kita akan berlatih sebaik mungkin sebab Malang kota penuh tanjakan hehehehe ...."

Ternyata, bersyukur, aku bisa melakukannya dengan lumayan baik. Meskipun belum memiliki SIM, aku sudah dianggapnya layak mengemudikan kendaraan. Jadi, ketika ada acara ke mana-mana dan aku sedang tidak sibuk, kakak pun mengajakku untuk menggantikan mengemudikan kendaraan. Di sisi lain, aku juga giat menabung karena ternyata bisa menyopir itu menyulut keinginan untuk memiliki kendaraan pribadi.

Ketika diberi kesempatan untuk memiliki mobil pribadi dengan sistem kredit, aku sudah bisa mengendarainya. Walaupun berbeda jenis dan merek. Saat belajar menggunakan sedan mungil milik kakak ada moncongnya, tetapi saat memiliki mobil sendiri model tanpa moncong. Maka, butuh penyesuaian juga.

Agar memiliki SIM dengan lebih mudah, aku terpaksa ikut kursus menyetir. Walaupun pada kenyataannya, aku sudah bisa melakukan, menyopir ke mana-mana. Di tempat kursus itu berlatih hanya sepuluh kali masing-masing satu jam. Semula ditawarkan gonta-ganti mobil, tetapi ternyata hingga sepuluh kali tetap hanya satu mobil. Rupanya akulah siswa terakhir karena setelah itu tutup, tidak ada murid lagi. Ya, sudahlah. Yang penting aku beroleh SIM melalui lembaga tertentu.

Untunglah saat itu masih model manual belum matic seperti sekarang. Sebab ternyata ketika tiga tahun lalu lupa tidak memperpanjang SIM, aku harus ikut ujian ulang menggunakan mobil manual juga.

Suatu saat dengan mobil pertama yang kami beli secara mengangsur, aku membawa suami dan kedua putraku untuk menghadiri pernikahan mantan siswa. Berangkat tidak bermasalah. Akan tetapi, ketika pulang aku menabrak angkutan kota yang akan berhenti. Sopir angkutan kota tersebut tidak memberi tanda sign atau sein kiri. Seperti biasa mereka selalu mendadak, baik berhenti maupun berangkat. Aku yang berada di belakang kaget. Pikirku aku menginjak rem, tetapi ternyata menginjak gas sehingga langsung menghantam belakang kanan mobil di depan. Mobil kami pun rusak berat bagian kiri depan. Beruntunglah, bisa diselesaikan dengan damai. Beruntung juga aku tidak mengalami trauma.

Sudah   beberapa kali aku berganti mobil, mulai dari jenis mobil van hingga sedan. Jika awalnya hanya bisa membeli atau tukar tambah dengan mobil bekas, lima tahun sebelum purna aku bertekad membeli mobil baru melalui sistem kredit. Bersyukur, tepat purna semua beban teratasi. Tidak  terasa ternyata itu sudah bertahun-tahun berlalu. Kini hanya sebagai sebuah kenangan.

Bukan pamer, melainkan hendak menekankan saja. Bila  menginginkan sesuatu kemudian berdoa dengan sungguh-sungguh dibarengi dengan berikhtiar sekuat tenaga, kita pasti akan memperolehnya. Kita tahu, Tuhan Yang Mahabaik mengetahui seberapa kuat tekat kita untuk mencapai suatu keinginan. Jika hasrat itu bernilai positif, pasti akan didengar dan dikabulkan-Nya.

Itulah mimpiku semasa kecil. Ternyata akhirnya aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memiliki mobil pribadi sejak akhir 1999. Jadi, mimpi yang kuangankan sejak tahun 1970-an tersebut terlaksana setelah 30 tahun kemudian. Bahkan, kini ketiga jagoan kami masing-masing telah dimampukan-Nya memiliki mobil pribadi, jauh lebih muda dibanding dengan usiaku saat memiliki mobil.
Apakah mudah meraih mimpi? Tentu, sangatlah susah. Harus dengan raga rasa remuk redam! Bekerja keras, membanting tulang, bahkan kerja rodilah di samping doa secara kontinu.

Masih terngiang kata tetangga yang begitu menusuk hati, "Jangan pernah bermimpi, sekalinya miskin ya miskin saja ... sekalinya jalan kaki, ya jalan kaki saja terus. Punya mobil? Nanti dulu ... Mimpi kale ...."

"Duh, sakitnya tuh di sini ...," sambil menunjuk dada sendiri!

"Jangan pernah berhenti bermimpi dan kejar mimpimu sampai ke bulan sekalipun!" begitu jawabku bersenandika saat kata-kata itu mendera. Ya, setidaknya menghibur dan menyemangati diri sendirilah, ya! Aahh, tetapi hikmahnya aku tak berani meledek dan menghina orang lain yang sedang berjuang meraih mimpi sebab teringat pengalaman diri sendiri!

Ahhhh, sekali lagi mantra manjur penghiburku adalah ... "Don't worry be happy ...!" Demikianlah bisikku sekali lagi untuk menghibur diri. Maka, kukuatkan hati dan kaki untuk tetap melangkah maju.

Sama seperti quote yang menginspirasi dan menguatkan berikut ini, "Whatever happens in your life is your responsibility continue to find a way for no reason." Apa pun yang terjadi di dalam hidup kamu adalah tanggung jawabmu, maka teruslah untuk mencari jalan tanpa alasan.

"Your success is your responsibility your failure is the responsibility continue your achieve to success in this world by changing the mindset of good." Artinya, kesuksesan kamu adalah tanggung jawabmu, kegagalanmu adalah tanggung jawabmu, maka terus raih kesuksesanmu di dunia ini dengan cara mengubah pola pikir yang baik.

Kalau ingin sukses menggapai mimpi, harus tak mudah patah arang. Apa pun yang terjadi harus dihadapi dengan lapang dada dan rendah hati. Meskipun selama meraih mimpi tersebut memperoleh ejekan, celaan, hinaan, cacian, dan cobaan dalam berproses mengisi pundi tabungan dengan susah payah, kita harus tetap melangkah maju. Biarlah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu.

Itulah mimpiku ... mimpi memiliki dan mampu mengendarai kendaraan pribadi. Syukur kepada Allah yang telah berkenan mewujudnyatakan mimpi-mimpiku. Bahkan, bulan kemarin ketika sulung dan putra tengahku bisa bersamaan datang mengunjungiku, oleh sulung aku ditantang mengendarai kendaraan adiknya yang bermesin matic. Kendaraan besar menurutku. 

Ahaha haha ... sambil merekamku mulai awal masuk kendaraan, dikuliahilah aku begini begitu.
Instruktur dadakan!  Direkamnya pula aktivitasku menyetir mobil matic, pengalaman yang seumur hidupku baru pertama kali aku memegangnya. Selama ini aku selalu menggunakan mobil manual.

"Kebo nusu gudel, iki!" senandikaku. Peribahasa Jawa yang mengibaratkan seekor induk kerbau menyusu kepada anak kerbau. Artinya, orang tua yang diajari anaknya. Suatu kondisi terbalik. Ahah hahaha ....

Tahukah bahwa kaki kiriku sampai tremor saking berbagai rasa bergelora? Gemetar bercampur baur antara takut dan tegang luar biasa! Ahhh, putraku yang terbiasa kuberi tantangan di masa kecilnya, kini menantangku seolah balas dendam! Syukurlah aku berhasil meski entah bagaimana bentuk dan model raut mukaku saat ketakutan menyetirnya, sementara aku memang tidak suka menggunakan sesuatu yang bukan milik pribadiku. Hingga detik kutuliskan kisahku itu, aku belum mendapat kiriman video hasil jepretan sulung yang menantang dan membersamai perjalanan luar biasaku itu. Hahahahahah ... seolah melebihi rasa naik roller coaster  paling ekstrem ...

"Aahhhh, ... sambel ...," gurauku terkekeh memenuhi tantangannya. Padahal, adiknya, si pemilik mobil, sedang ke luar kota dijemput kendaraan kantor divisi Jawa Timur yang mengundangnya sebagai manager!

Aku sungguh bersyukur karena semua yang kuimpikan sejak kecil, remaja, dan dewasa dikabulkan-Nya dengan luar biasa. Tidak ada yang mustahil di tangan-Nya, sungguh itu aku percaya seratus persen. Bukan hanya memimpikan memiliki kendaraan, apa pun yang kudamba diwujudnyatakan-Nya sengan ajaib. Ingin memiliki suami anak tunggal, ingin tinggal di Malang, ingin memiliki anak yang bekerja di Bank Indonesia (karena tetangga sebagai pegawai BI), ingin anak menjadi dokter, ingin anak berkesempatan kuliah di luar negeri (karena seorang teman memperoleh kesempatan seperti itu), ingin memiliki rumah luas di dekat sungai dan ditanami pohon buah-buahan, juga ingin menjadi penulis buku (karena saudara menjadi wartawan gaek Bali Post dan memiliki buku pribadi).
Semua yang menjadi keinginanku tersebut didengar dan dikabulkan-Nya. So, ... syukur ini rasanya tidak cukup hanya diungkap di dalam hati, tetapi juga layak disebarluaskan sebagai kesaksian hidup, bukan?

Soli deo Gloria!  
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun