Sambil gemetaran, aku pun mencoba apa-apa yang diinstruksikannya.
"Oh, iya ... sebentar. Jangan dinyalakan dulu, ya. Gini. Coba rasakan, enak enggak dudukmu. Ini bisa digeser begini, spion ditata begini, sampai bisa kaulihat di bagian belakang kendaraan. Spion kiri kanan juga bisa diestel dari sini," katanya sambil menunjukkan secara praktis bagaimana menyetel dan menggeser tempat duduk, menyetel spion depan, kanan, dan kiri.
"Bagaimana? Sudah pas?" tanyanya dan aku mengangguk.
"Ini kursinya terlalu rendah!" kataku. Lalu kakak menambahkan bantal kursi yang siap di jok belakang.
"Sudah enakan?" tanyanya.
Sebenarnya aku belum bisa melihat jalan karena selain mobilnya rendah, juga terhalang oleh moncong mobil. Lalu kakak mengatakan bahwa nanti akan terbiasa juga. Yang penting estimasi jarak dengan mobil di depannya katanya.
Disuruh mencoba menyalakan mesin mobil dengan memutar kunci kontak. Bisa kulakukan. Lalu dimintanya kaki kiriku menginjak pedal paling kiri, tanganku harus mengarahkan tuas ke gigi satu, dan kemudian pelan-pelan melepasnya pedal paling kiri seiring dengan kaki kanan menginjak pedal gas paling kanan.
"Injak gas pelan-pelan saja, jangan terlalu kencang!" kata kakak.
Aku  mampu melakukannya. Hari itu aku berhasil mengemudikan kendaraan meskipun masih berjalan lurus dengan gigi satu.
"Oke, besok lagi! Sekarang kita makan bakso dulu!" kata kakakku sambil mencolek hidungku seperti kebiasaannya.
Hari kedua latihanku sudah mulai lancar. Sudah  bukan maju mundur lagi, melainkan berlatih berbelok memutari jalan seputaran perumahan sepi itu. Setelah lancar, aku diminta mundur belok seolah mau memarkir mobil ke dalam rumah. Begitu seterusnya sampai dirasa cukup mampu.