Netra Wita membelalak sambil berucap, "Wow! Tumben kamu bisa, Jar!" teriak Wita spontan.
Wati pun spontan membekap mulut mungil adik kembarannya itu sambil berkata, "Hush! Kamu apaan, sih!"
"Emang, kenyataan, 'kan? Bukannya biasanya Fajar selalu nggak bisa mengerjakan, ya!" pelototnya kepada Wati. Â
Pertengkaran kedua putri kembar itu pun tak terelakkan. Wita yang kukuh dengan pendapat, sementara Wati yang merasa malu karena kembarannya nyerocos berbicara tanpa berpikir apakah kata-katanya santun atau tidak, menyakitkan pendengarnya atau tidak.
Karena jengkel, Wita menjambak rambut kembarannya. Sementara, Wati menjerit kesakitan tanpa membalas sama sekali. Tak urung, kelas pun menjadi gaduh.
"Stop! Wati, Wita! Stop!" lerai Bu Sri kepada si duo kembar.
"Oke, anak-anak! Silakan salin dulu jawaban Fajar, ya! Ibu akan antar temanmu ini ke ruang guru dulu! Kalian bekerja dengan tenang, ya!" pesan Bu Sri sambil mengajak kedua gadis itu ke ruang kepala sekolah.
"Nah, Wati dan Wita ... kalian berdua terpaksa Ibu hadapkan kepada Kepala Sekolah karena Ibu akan melanjutkan pelajaran! Ini terpaksa Ibu lakukan agar kalian tidak ngisruh!"
"Kamu, sih!" tonjok Wita ke lengan Wati.
"Adduuuh!" jerit Wati.
Sesampai di ruang Ibu Kepala Sekolah, Bu Susi Indaryani yang sangat keibuan itu, duo kembar diserahkan oleh Bu Sri yang hendak segera kembali ke kelas melanjutkan pembelajaran. Namun, sebelum meninggalkannya, Bu Sri melaporkan masalah kepada Kepala Sekolah secara rinci dan jelas.