"Belum pernah, Bu!" jawab keduanya serempak.
"Nah, ternyata, kita masih harus banyak belajar dan membaca lagi, ya! Makanya, kita tidak perlu mengatakan 'sudah bisa' atau 'sudah paham' sebab ternyata pengetahuan kita belum seberapa. Jadilah seperti padi, kian berisi kian merunduk!" petuah Bu Susi dengan berwibawa.
"Menjadi pekerjaan rumah bagi kalian untuk mencari tahu yang belum kalian ketahui!" lanjut Bu Sri kalem.
"Sekarang, apakah kalian paham mengapa Bu Guru selalu bertanya dan menyuruh kalian mengerjakan soal baik di papan tulis maupun sebagai PR?" lanjut Bu Susi sambil menelisik wajah kedua bocah di hadapannya itu.
"Paham, Bu. Wati mohon maaf kalau selama ini kurang menghargai jasa Bu Guru!"
"Wita juga mohon maaf, Bu!"
"Nah, mulai sekarang kalian harus bisa memilah dan memilih bagaimana harus berbicara dan bertindak menghadapi situasi apa pun. Pikir itu pelita hati. Pikirkanlah apa yang hendak kalian ucapkan, jangan asal njeplak4 saja. Hal itu karena ada kalanya kata-kata kita yang kita anggap gurauan bisa menyakitkan hati siapa pun yang mendengarnya," tandas Pak Handono.
"Betul, sebab pertengkaran bisa saja terjadi karena tutur kata kita!" lanjut Bu Susi.
Tanpa terasa bel beristirahat berbunyi. Kedua orang tua berpamitan setelah mengucapkan terima kasih kepada pihak sekolah. Sejak saat itu Wita dan Wati berusaha rukun, berperangai lembut seperti putri raja yang dikehendaki kedua orang tuanya. Selain itu, juga berusaha berhati-hati dalam bertutur serta tidak sombong.
*** Â
KETERANGAN