"Disaat aku melahirkan tanpa pengakuan dari ayah si jabang bayi, Praslah yang menjadi penyelamatku," jelas Selly.
Telinga Rara panas, namun keseimbangan masih melingkupi dirinya. Rara menyimak dengan cermat.
"Aku terpaksa! Setelah anakku hadir ke dunia, Pras menandatangani surat pernyataan. Pras langsung menuju ke rumahmu. Tapi kau tak ditemukannya lagi di sana. Kata tetanggamu, kalian sudah meninggalkan kota ini menjelang siang sesudah peristiwa pinangan itu." Selly sibuk menatap Rara. Menulusuri keberadaannya.
"Dan ini," sambung Selly.Â
Matanya menatap mesra ke wajah ganteng pria di samping Pras."Aku sempat depresi berat. Hidup tanpa suami, punya anak tanpa ayah. Aku malu! Kuliahku berantakan. Pras sangat marah. Aku kacau balau, Ra! Aku pernah ketemu Margy. Untuk menutupi aibku, kuceritakan suami bayanganku seorang dosen. Hingga suatu saat, beberapa bulan lalu datang suami bayangan itu. Dosen bayangan itu benar-benar  melamarku. Dialah penyelamatku yang ke dua. Aku hampir gila, Ra!" kata Selly meyakinkanku dengan nada tinggi dan mata berkaca-kaca.
"Jadi, aku telah salah sangka. Aku menduga Pras telah berkhianat." ujar Rara sedikit tersedak.Â
Ah! Iitu juga salah Selly. Tapi Selly terpaksa, bisik Rara.
Dipandanginya Pras. Angin pantai diam-diam menerobos masuk lewat jendela yang sedikit terbuka. Tirainya melambai-lambai seperti mengucapkan salam damai.Â
Selembar kertas putih terbang melayang. Tercecer dari balik bukuÂ
Album milik Prasman yang sengaja dibawanya sebagai alat bukti. Putri kecil Selly turun dari gendongan. Mengejar benda terbang itu.Â
Disodorkannya kepada Selly, ibunya.