Aku berusaha menembus keramaian . Desakan orang-orang di depan papan penguman tak berkurang.
Tiba-tiba seseorang mendorong tubuhku. Brug, aku limbung dan … ! Sebuah tangan kekar menahanku. Bastian!
“Laras, kamu ga pa pa?“ kecemasan menguasai wajah bastian.
“Engga Bas, ga pa pa“, Aku menahan lututku yang sedikit ngilu.
“Sudah kamu duduk di sana saja Ras, istirahat. Biar aku yang lihat pengumumannya”.
Aku tersenyum berterima kasih. Lututku ngilunya makin menjadi. Rupanya jatuhnya lumayan sakit, membentur tiang sanggah pengumuman.
Bastian bergegas menuju keruman orang-orang yang semakin berjubel. Kulihat tubuhnya meliuk lincah menerobos kerumunan orang-orang.
Setengah jam kemudian, dengan keringat yang membanjiri kemejanya. Bastian berlari-lari ke arahku.
Mukanya berseri, senyumnya seperti matahari. Sepertinya kabar baik yang dibawanya,
“Laras. Yes, kita berdua lulus“, teriaknya gembira. Tangannya di kepal.
“ Benar, Bas… Alahamdulillah “ Hatiku lega luar biasa. Bongkahan kecemasanku mencair seketika.