Mas Aldi memandang kecewa. Aku tak perduli, aku harus setia. Mas Seto pilihan Bapak, calon suamiku. Aku harus belajar mencintainya.
Tanggal pernikahan sudah ditentukan, seminggu setelah aku wisuda. Kurang lebih setahun lagi kami akan resmi mengikat janji. Hatiku sudah terlanjur pasrah, jadi kuikuti saja kemauan Bapak dan Ibu.
****
Mbak Menur bergegas ke kamarku, begitu tahu aku sudah pulang. Berbagai macam oleh-oleh yang aku siapkan untuk teman-teman kost segera kuedarkan.
Tak luput Bu Roro juga aku kirimkan. Ibu sudah membungkuskan khusus untuk beliau. Tanda berterima kasih karena sudah menjagaku.
Mbak Menur menuntut cerita tentang perjodohanku dan Mas Seto. Dengan gamblang aku bercerita.
Kepada mbak Menur kutuangkan semua perasaanku. Mbak Menur menggenggam jemariku, mengalirkan kekuatan agar aku tegar.
Aku juga meminta agar sudilah kiranya membantuku mencari tempat kost baru. Aku tak nyaman dengan Mas Aldi, keluhku. Aku ingin pindah, keputusanku bulat.
Sejujurnya aku masih sangat kerasan di sini. Namun Mas Aldi sangat mengganggu dan membuatku semakin tak nyaman.
Mbak Menur yang memahami kondisiku mengangguk. Seminggu kemudian kami berdua menyambangi tempat kost  baru. Letaknya cukup jauh dari  Salemba, tapi biarlah aku harus segera pindah.
               ****