“Saya Larasati yang tadi pagi telpon ibu”, aku memperkenalkan diri melanjutkan pembicaraan kami tadi pagi. “Oh ya, ini nak Larasati, yang telpon tadi?”, jawab si ibu sambil tersenyum. “Ya, bu”, jawabku.
“Perkenalkan saya Ibu Roro, pemilik rumah ini”, sambil menjulurkan tangan dan tersenyum ramah.
Senyum ramah Bu Roro mengusir kekakuan, aku segera mengutarakan niatku untuk menyewa salah satu kamar.
“Kebetulan, ada tiga kamar lagi yang belum terisi. Penghuni sebelumnya sudah menyelesaikan kuliah. Dua minggu yang lalu mereka di wisuda”, tukas bu Roro semangat.
“Nak Laras mau lihat calon kamarnya dulukah? Kalau pun tidak berminat, tidak apa-apa di lihat dulu biar tidak kecewa.“ Bu Roro menawarkan dengan senyum yang tak pe rnah lepas dari wajah anggunnya.
Aku mengangguk, menyetujui tawaran beliau. Bu Roro segera menggamit tanganku, membuka pintu besi di samping rumah utama.
Deretan kamar berjumlah dua belas berjajar rapi saling berhadapan. Pohon mangga golek menaungi bangunan tersebut, Asri dan sejuk, hatiku langsung merasa kerasan.
“Nah, ini kamar yang kosong nak Laras“ , Ibu Roro menunjukkan tiga kamar yang tak berpenghuni.
Jemarinya memasukkan anak kunci ke salah satu kamar. Klik, pintu kamar terbuka.
Kamar berdinding biru langit meneduhkan mataku. Ada sebuah ranjang single dan lemari pakaian di sudut kanan. Di bagian dindingnya tertempel sebuah rak buku minimalis.
“Nah, yang ini kamar mandinya Nak Laras, silahkan dicek dulu.“ Ibu Roro membuka sebuah ruangan kecil di sudut kiri.