Kebijakan Controlled Foreign Company (CFC) di Indonesia adalah bagian dari sistem perpajakan internasional yang bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan-perusahaan besar melalui anak perusahaan di luar negeri (offshore subsidiaries). Kebijakan ini sebenarnya juga mencerminkan reproduksi dominasi sosial, yang relevan dengan konsep pendidikan di dalam diagram. Berikut adalah bagaimana keduanya berhubungan:
a. Kapital dan Akses terhadap Kebijakan
- Kebijakan perpajakan, seperti CFC, sering kali hanya dapat dipahami dan dimanfaatkan oleh perusahaan atau individu dengan kapital yang cukup, terutama kapital ekonomi (akses ke konsultan pajak internasional) dan kapital budaya (pengetahuan tentang hukum perpajakan global).
- Sebaliknya, perusahaan kecil atau wajib pajak yang kurang memiliki kapital ini cenderung tidak bisa memanfaatkan kebijakan tersebut secara maksimal. Bahkan, mereka mungkin tidak memahami risiko sanksi akibat ketidakpatuhan.
- Sama seperti pendidikan, kebijakan perpajakan menjadi "tertutup" bagi mereka yang tidak memenuhi syarat sosial dan ekonomi tertentu, sehingga ketimpangan sosial semakin terpelihara.
b. Habitus dalam Perpajakan
- Habitus, atau pola pikir dan tindakan yang terbentuk berdasarkan pengalaman sosial, juga sangat relevan. Dalam dunia perpajakan internasional, perusahaan multinasional sering kali sudah terbiasa (habituated) dengan praktik penghindaran pajak (tax avoidance), termasuk menggunakan negara-negara tax haven untuk menyimpan keuntungan.
- Dalam konteks kebijakan CFC, hanya perusahaan dengan habitus tertentu (misalnya, terbiasa dengan lingkungan hukum dan finansial global) yang dapat beradaptasi. Sementara itu, perusahaan kecil di Indonesia yang baru berkembang tidak memiliki pengalaman serupa sehingga tertinggal dalam arena global.
c. Lingkungan Perpajakan dan Dominasi Simbolik
- Dalam diagram, pendidikan moral diasosiasikan dengan lingkungan sosial yang membentuk kebiasaan dan nilai. Hal yang sama terjadi dalam perpajakan: lingkungan global yang permisif terhadap penghindaran pajak, serta lemahnya penegakan hukum di negara-negara berkembang, menciptakan budaya yang memengaruhi kepatuhan perpajakan.
- Dominasi simbolik juga hadir dalam kebijakan CFC: pemerintah menggunakan kebijakan ini untuk menunjukkan kedaulatan di mata internasional, tetapi pada kenyataannya, kebijakan ini lebih bermanfaat bagi perusahaan besar yang memiliki kapital untuk mematuhinya daripada bagi perusahaan kecil yang terkena beban administratif.
Analogi Pendidikan dengan Kebijakan CFC
Poin-poin dalam diagram tentang pendidikan memberikan analogi langsung terhadap kebijakan CFC, sebagai berikut:
a. Pendidikan Mereproduksi Dominasi Sosial = Kebijakan CFC Mereproduksi Ketimpangan Ekonomi
- Dalam pendidikan, sistem cenderung menguntungkan kelompok dengan kapital besar. Sama halnya, kebijakan CFC, meskipun bertujuan baik untuk mencegah penghindaran pajak, sering kali memperkuat ketimpangan antara perusahaan besar dan kecil.
- Perusahaan besar yang sudah berpengalaman dalam arena global dapat menavigasi kebijakan ini dengan mudah, sementara perusahaan kecil menghadapi kesulitan untuk memahaminya atau mematuhi peraturan yang rumit.
b. Habitus dalam Pendidikan = Habitus dalam Perpajakan
- Individu dengan habitus yang sesuai dengan sistem pendidikan memiliki peluang lebih besar untuk sukses. Demikian pula, perusahaan dengan habitus internasional (terbiasa dengan pengelolaan pajak lintas batas dan struktur perusahaan multinasional) memiliki kemampuan lebih besar untuk mematuhi kebijakan CFC dan memanfaatkan celah hukum.
c. Lingkungan Moral dalam Pendidikan = Lingkungan Regulasi Perpajakan
- Pendidikan moral dalam diagram menekankan pentingnya lingkungan sebagai pembentuk perilaku. Lingkungan perpajakan global yang tidak konsisten menciptakan insentif bagi perusahaan besar untuk menghindari pajak.
- Lingkungan regulasi di Indonesia juga penting: pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan CFC menciptakan insentif bagi kepatuhan, bukan hanya hukuman yang membebani perusahaan kecil.
4. Implikasi dalam Kebijakan Controlled Foreign Company (CFC) di Indonesia
Kebijakan Controlled Foreign Company (CFC) adalah aturan perpajakan yang bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak dengan cara mendeklarasikan pendapatan perusahaan luar negeri yang dimiliki oleh wajib pajak dalam negeri. Di Indonesia, kebijakan ini didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) dan peraturan pelaksananya, seperti PMK No. 93/PMK.03/2019. Berikut adalah analisis implikasi kebijakan CFC di Indonesia, yang dapat dilihat dari berbagai perspektif:Â
1. Implikasi Positif Kebijakan CFC
Kebijakan ini memiliki beberapa manfaat potensial, terutama dalam memperkuat penerimaan pajak negara dan menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil: