Kapital Simbolik
Kapital simbolik mencerminkan legitimasi dan reputasi yang dimiliki aktor dalam arena perpajakan. Perusahaan multinasional sering kali menggunakan kapital simbolik untuk membenarkan praktik penghindaran pajak mereka. Dengan memproyeksikan citra sebagai "perusahaan global yang taat hukum," mereka dapat menghindari kritik atas praktik pengalihan laba.
Sebaliknya, otoritas pajak juga berusaha meningkatkan kapital simbolik mereka dengan menegaskan posisi sebagai penjaga keadilan fiskal. Implementasi regulasi CFC adalah salah satu langkah untuk membangun kepercayaan publik bahwa sistem perpajakan nasional melindungi kepentingan masyarakat luas.
Pengaruh Kapital terhadap Kebijakan CFC
Kapital yang dimiliki perusahaan multinasional sering kali memberikan mereka keunggulan dalam arena perpajakan. Regulasi CFC, yang bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak, sering kali menghadapi tantangan dari perusahaan dengan kapital ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik yang besar. Mereka dapat memanfaatkan kapital tersebut untuk:
- Menghindari deteksi melalui struktur keuangan yang kompleks.
- Menekan pemerintah melalui lobbying agar regulasi CFC tidak terlalu ketat.
- Menggunakan jalur hukum untuk menunda atau membatalkan implementasi regulasi.
Di sisi lain, otoritas pajak Indonesia berupaya meningkatkan kapital mereka melalui:
- Peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk memahami perpajakan internasional.
- Kerja sama dengan negara lain dalam inisiatif global seperti BEPS dan AEOI.
- Peningkatan legitimasi publik melalui edukasi dan transparansi dalam implementasi regulasi.
C. Arena dalam Perpajakan Controlled Foreign Corporation (CFC)
Dalam konteks teori Pierre Bourdieu, arena atau field merujuk pada ruang sosial yang terdiri dari berbagai aktor yang bersaing untuk memperoleh atau mempertahankan posisi dan sumber daya tertentu. Arena ini beroperasi dengan aturan yang spesifik dan terkadang berubah seiring dinamika kekuatan antar aktor. Dalam perpajakan, terutama terkait dengan aturan mengenai Controlled Foreign Corporation (CFC), arena ini mencakup interaksi yang terjadi antara pemerintah, perusahaan multinasional, konsultan pajak, serta lembaga-lembaga internasional.
Arena perpajakan CFC menjadi kompleks karena melibatkan banyak aktor dengan tujuan yang berbeda-beda, serta berbagai lapisan hukum dan kebijakan yang saling tumpang tindih. Masing-masing aktor dalam arena ini berusaha untuk memperoleh keuntungan atau mempertahankan posisi dominan dalam hal kepatuhan pajak, peraturan perpajakan lintas negara, serta penghindaran pajak. Arena ini bukan hanya tentang kompetisi antara negara, tetapi juga melibatkan interaksi strategis antara perusahaan besar, regulator nasional, dan lembaga internasional.
Karakteristik Arena Perpajakan CFC
- Kompleksitas Hukum Perpajakan Lintas Negara Arena perpajakan CFC beroperasi di tingkat global, dengan banyak negara memiliki kebijakan perpajakan yang saling bersaing. Dalam praktiknya, perusahaan multinasional (MNC) sering kali mendirikan anak perusahaan di negara dengan pajak rendah (tax haven) untuk mengalihkan laba (profit shifting) dan menghindari kewajiban pajak yang tinggi di negara asal mereka. Di sinilah kebijakan CFC muncul sebagai upaya negara untuk menjaga agar pajak tetap dikenakan pada penghasilan luar negeri yang dikendalikan oleh wajib pajak domestik.
Contoh: Perusahaan besar yang berbasis di Indonesia dapat mendirikan anak perusahaan di Singapura atau Bermuda, yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Dengan demikian, keuntungan yang dihasilkan oleh anak perusahaan ini tidak sepenuhnya dikenakan pajak di Indonesia, melainkan di negara tempat perusahaan tersebut didirikan.
- Pertarungan Kepentingan Antar Aktor Setiap aktor dalam arena CFC memiliki tujuan yang berbeda. Pemerintah, misalnya, berusaha untuk melindungi basis pajaknya dan mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan multinasional. Mereka berupaya memastikan bahwa pajak tetap terutang atas penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan luar negeri yang dikendalikan oleh perusahaan domestik. Sementara itu, perusahaan multinasional berusaha untuk mengoptimalkan beban pajak mereka, menggunakan strategi penghindaran pajak yang sah namun sering kali kontroversial.
Dalam arena ini, aktor lain seperti konsultan pajak dan firma hukum juga memainkan peran penting. Mereka bertindak sebagai perantara antara perusahaan dan pemerintah, membantu perusahaan merancang struktur yang memanfaatkan celah-celah hukum yang ada.
- Dinamika Perubahan Kebijakan Global Arena ini juga sangat dinamis, dengan regulasi yang sering berubah seiring upaya negara-negara di dunia untuk menghadapi tantangan penghindaran pajak. Misalnya, inisiatif Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang diprakarsai oleh OECD bertujuan untuk menanggulangi pengalihan laba dan penghindaran pajak yang tidak adil. Selain itu, perjanjian internasional tentang Automatic Exchange of Information (AEOI) juga memberikan peluang bagi negara untuk melacak transaksi lintas negara dengan lebih efektif.
- Peran Otoritas Pajak Nasional Otoritas pajak nasional, seperti Direktorat Jenderal Pajak Indonesia, berada dalam posisi yang sulit karena keterbatasan sumber daya dan akses informasi internasional. Mereka bertugas menegakkan hukum CFC, namun sering kali dihadapkan pada tantangan dalam melacak transaksi yang melibatkan banyak yurisdiksi dengan aturan yang berbeda-beda. Hal ini membuat arena perpajakan CFC menjadi sangat kompleks, dengan ketimpangan yang jelas antara kemampuan negara-negara maju dan negara-negara berkembang dalam menanggulangi penghindaran pajak.