“Apakah Ayah akan menyaksikan seseorang memotong tanganku?” tanya Ali lagi. Karim tetap tak menjawab. Ia menggenggam kedua tangan Ali, lalu mencium kedua tangan tersebut berkali-kali. Ali tertegun. Semua orang tertegun.
“Kau memiliki tangan yang kekar dan kuat, Nak…..” ujar Karim tersendat. ” Tangan yang sangat berguna untuk membangun negeri ini. Tangan yang aku butuhkan untuk membopongku saat aku tak kuat lagi berjalan. Tangan yang terampil menggambar rumah yang sangat indah…..” Air mata mengalir di wajah Sang Pemimpin dan membasahi janggutnya yang tebal, membasahi kedua tangan Ali. Nafas Ali tertahan. Rasa sesal yang hebat mendera batinnya. Ya, Allah… Betapa aku telah menyakitinya selama ini, serunya dalam hati.
Tiba-tiba Karim mengangkat kepalanya. Ia menatap Ali dalam-dalam lalu berdiri. “Kesalahan seorang anak adalah kesalahan orangtuanya. Bukan begitu, Ali?” katanya tegas.
“Ayah bicara apa??” tanya Ali terkejut.
Karim menatap sekeliling dan berkata lantang, “Kesalahan seorang anak adalah kesalahan orangtuanya.” Semua orang saling berpandangan.
“Allah menitipkan anak ini kepadaku untuk aku didik menjadi orang yang berguna. Ternyata ia tumbuh menjadi perampok. Aku telah gagal mendidiknya. Akulah yang bersalah…….”
“Ayah…. Cukup, Ayah. Jangan bicara seperti itu…..” Ali memohon dengan panik. Karim berjalan mendekati petugas pengadilan yang kebingungan.
“Hukuman potong tangan ini, sudah sepantasnya dijatuhkan kepadaku. Aku telah gagal mendidik kedua anakku.” ujar Karim kepada sang petugas. Para penasehat mengelilingi Sang Pemimpin, memintanya untuk menarik ucapannya. Petugas pengadilan memerintahkan rekannya memanggil Pak Hakim.
“Ayah, kau adalah pemimpin negeri ini. Kau bisa menyelamatkan kita berdua……..”, jerit Ali. Karim menatap Ali dengan tenang. “Pemimpin bukanlah penguasa. Pemimpin adalah pelayan rakyat. Rakyat adalah penguasa.” katanya sambil tersenyum.
Pak Hakim dan sejumlah rekannya tiba dengan tergesa-gesa. Sang petugas segera menjelaskan perkembangan baru ini kepadanya.
“Potonglah kedua tanganku ini, Saudara Hakim. Aku tidak terlalu membutuhkannya. Aku dibantu banyak orang dalam menjalankan roda pemerintahan.”