"iyo yung, kanggo nyiram kuburane simbah, ben adem sejuk nang jero kubur" jawab ku sambil ketawa, dan biyung pun ikut tertawa.Â
Beneran berat, aku bawa sampai makam menempuh jarak sekitar 70 meter medan tanjakan jalan tikus yang tidak berbentuk jalan, nyelip-nyelip.Â
Tangan kanan-kiri bergantian menyangking embernya, kadang juga harus dengan dua tangan, sejenak berhenti, cape berat.Â
Tapi alhamdulillah sampai makam juga, langsung aku letakkan ember disamping makam simbah.Â
Aku ke rumah kerenda ambil mushaf Yasin dan jengkok dingklik alias kursi kayu.
Kemudian ambil sapu, sejenak menyapu, tak lama ada mbah Samiron datang membaca cangkul untuk mengerok rumput liar dimakam sebelah tok.Â
Samping-sampingnya tidak dikerok, kerokan aku sapu lagi, aku bersihkan semua.
Kemudian aku guyur kuburan simbah ku, biar rumputnya subur, karena sudah lama tidak hujan.Â
Alhamdulillah usai aku guyur dengan air se ember, barulah aku guyur dengan tahlil, Yasin, Waqi'ah, Mulk dan do'a.Â
Ditengah baca Yasin datang mbokde Mus tahlil ke makam mbokde Sanati (kakaknya mbokde Mus).Â
Nah pas aku baca surah Waqi'ah, eh ada lembaran yang keduplikat dua, lah aku baca kok ulang-ulang dua lembar, ternyata, mau aku sobek tapi aku liat saja.Â