b. pembentukan peraturan perundang-undangan di indonesia
1. pengertian dan asas
pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.Â
aspek yang harus diperhatikan dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan : a. aspek materiel atau substansial, aspek yang berkaitan dengan isi dari suatu peraturan perundang-undangan.Â
b. aspek formal atau prosedural, aspek yang berkaitan dengan kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan yang berlangsung di suatu negara.Â
adapun asas asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik menurut I. C. van der vlies dalam bukunya yang berjudul handboek wetgeving ( 1987 ) :Â
a. asas formal, yang mencakup :Â
1. asas tujuan yang jelas, yaitu setiap pembentukan harus mempunyai tujuan dan manfaat yang jelas.Â
2. asas organ/lembaga yang tepat, yaitu setiap peraturan harus dibuat oleh lembaga atau organ yang berwenang, dengan demikian peraturan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh yang tidak berwenang.Â
3. asas perlunya pengaturan, muncul dari sebuah keadaan, yaitu banyak sekali alternatif untuk menyelesaikan masalah pemerintahan.Â
4. asas dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan peraturan harus didasarkan pada perhitungan bahwa peraturan yang dibuat dapat berlaku secara efektif di masyarakat karna telah mendapat dukungan.Â
5. asas konsensus, yaitu mengindikasikan adanya sebuah kesepakatan bersama antara rakyat dan pemerintah.Â
b. asas materiel, pembentukan peraturan terdiri atas :Â
1) asas terminologi dan sistematika
2) asas dapat dikenali
3) asas perlakuan yang sama dalam hukum
4) asas kepastian hukum
5) asas pelaksanaan hukum
6) asas harus menghormati harapan yang wajar.
asas asas pembentukan peraturan juga tercantum dalam UU RI No. 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 13 tahun 2022. dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus didasari asas berikut :
a. asas kejelasan tujuan, yaitu setiap pembentukan peraturan harus mempunyai tujuan jelas yang hendak dicapai.Â
b. asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang. peraturan dapat dibatalkan atau batal demi hukum jika dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.Â
c. asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan harus memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.Â
d. asas dapat dilaksanakan, yaitu setiap pembentukan peraturan harus memperhitungkan efektivitas peraturan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.Â
e. asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan dibuat karna sungguh dibutuhkan dan bermanfaat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Â
f. asas kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti.Â
g. asas keterbukaan, yaitu dalam pembentukan peraturan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.Â
adapun materi muatan peraturan harus mencerminkan asas berikut :Â
a. pengayoman.Â
b. kemanusiaan.Â
c. kebangsaan.Â
d. kekeluargaan.Â
e. kenusantaraan.Â
f. bhinneka tunggal ika.Â
g. keadilan.Â
h. kesamaan kedudukan.Â
i. ketertiban dan kepastian hukum.Â
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
2. Proses pembentukan Peraturan perundang-undangan
a. UUD NRI Tahun 1945
Dalam proses perumusan UUD NRI Tahun 1945, awalnya diajukan rancangan UUD yang kemudian dibahas dalam sidang BPUPKI. Setelah itu, rancangan UUD tersebut ditetapkan sebagai UUD NRI Tahun 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).Â
UUD NRI Tahun 1945 bukanlah sebuah peraturan yang tidak dapat diubah. Seperti pasal 3 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang menetapkan dan mengubah UUD NRI Tahun 1945. Adapun pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 menjelaskan tata cara perubahan sebagai berikut.Â
1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat jika diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lama puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.Â
5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak dapat dilakukan perubahan
b. Ketetapan MPR (Tap MPR)
Penyusunan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan sebagai berikut.
1) Tingkat I, yaitu pembahasan oleh Badan Pekerja MPR terhadap bahan-bahan yang masuk dan hasil dari pembahasan tersebut merupakan Rancangan Ketetapan/ Keputusan MPR sebagai bahan pokok pembicaraan tingkat II.
2) Tingkat II, yaitu pembahasan oleh rapat paripurna MPR yang didahului oleh penjelasan pimpinan dan dilanjutkan dengan pandangan umum fraksi-fraksi.
3) Tingkat III, yaitu pembahasan oleh komisi/panitia ad hoc MPR terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan II. Hasil pembahasan pada tingkat III ini merupakan Rancangan Ketetapan/Keputusan MPR.
4) Tingkat IV, yaitu pengambilan keputusan oleh rapat paripurna MPR setelah mendengar laporan dari pimpinan komisi/panitia ad hoc MPR dan jika perlu dengan kata terakhir dari fraksi-fraksi.
C. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (UU/Perpu)
Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR atau presiden. Rancangan undang-undang tertentu juga dapat berasal dari DPD. Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, presiden, atau DPD harus disertai naskah akademik, kecuali bagi rancangan undang-undang mengenai:
1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
2) penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang;
3) pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Pembentukan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD dilakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut.
1) Rancangan Undang-Undang dari DPRÂ
Rancangan undang-undang dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPR adalah sebagai berikut.
a) Rancangan undang-undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada presiden.
b) Presiden menugasikan menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Menteri yang ditugaskan kemudian mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
c) Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden, selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
2) Rancangan Undang-Undang dari PresidenÂ
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan rancangan undang-undang, menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait membentuk panitia antarkementerian dan/atau nonakementerian. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh presiden adalah sebagai berikut.Â
a) Rancangan undang-undang dari presiden diajukan oleh presiden dengan kepada pimpinan DPR. Surat presiden tersebut memuat penunjukan menteri yang ditugaskan mewakili presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR
3) Rancangan Undang-Undang dari DPD
Rancangan undang-undang dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai naskah akademik. Proses pembuatan undang-undang apabila rancangan diusulkan oleh DPD adalah sebagai berikut.
a) DPD mengajukan usul rancangan undang-undang kepada DPR secara tertulis.
b) DPR membahas rancangan undang-undang yang diusulkan oleh DPD melalui alat kelengkapan DPR.
c) DPR mengajukan rancangan undang-undang secara tertulis kepada presiden.
d) Presiden memberi tugas kepada menteri terkait untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR.
e) Apabila rancangan undang-undang disetujui bersama DPR dan presiden, selanjutnya disahkan oleh presiden menjadi undang-undang.
Rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD adalah rancangan undang-undang yang berkaitan dengan:
a) otonomi daerah;
b) hubungan pusat dan daerah;
c) pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah;
d) pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya:
e) perimbangan keuangan pusat dan daerah.Â
d. peraturan pemerintah ( PP )Â
tahapan penyusunan PP adalah :Â
1. rancangan peraturan pemerintah berasal dari kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian sesuai bidang tugasnya.Â
2. pembentukan panita antar kementerian atau lembaga bukan kementerian untuk menyusun rancangan penyusunan PP.Â
3. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum mengoordinasikan rancangan tersebut.Â
4. perencanaan penyusunan PP kemudian ditetapkan oleh keputusan presiden.Â
e. peraturan presiden
sejatinya pembentukan peraturan tidak melibatkan dpr, tetapi melibatkan menteri. proses peraturan presiden berdasarkan pasal 55 UU RI No. 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU RI no 13 tahun 2022 :Â
1. pembentukan panitia antar kementerian atau non kementerian oleh pengusul.Â
2. pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantauan konsep.Â
3. peraturan presiden dikoordinasikan oleh menteri penyelenggara urusan pemerintahan di bidang hukum.Â
4. pengesahan dan penetapan oleh Presiden.Â
f. peraturan daerah provinsi ( PERDA PROVINSI )Â
rancangan perda provinsi dapat diusulkan oleh DPRD provinsi atau gubernur.Â
1.apabila rancangan diusulkan oleh dprd provinsi, prosesnya adalah :Â
a. mengajukan rancangan perda kepada gubernur tertulis.Â
b. membahas rancangan perda provinsi bersama gubernur.Â
c. apabila rancangan perda memperoleh persetujuan, maka disahkan oleh gubernur.Â
2.apabila rancangan diusulkan oleh gubernur, maka prosesnya :Â
a. mengajukan perda kepada dprd provinsi secara tertulis.Â
b. membahas rancangan perda provinsi bersama gubernur.Â
c. apabila rancangan perda memperoleh persetujuan bersama, maka disahkan oleh gubernur menjadi perda provinsi.Â
g. peraturan daerah kabupaten/kota ( perda kabupaten/kota )Â
rancangan perda kabupaten/kota diusulkan oleh dprd kabupaten/kota atau bupati/walikota.adapun proses penyusunan peraturan :Â
a. dprd mengajukan rancangan perda kepada bupati/walikota secara tertulis.Â
b. dprd berapa bupati membahas rancangan perda.Â
c. apabila rancangan perda memperoleh persetujuan, maka disahkan oleh bupati menjadi perda kabupaten/kota.
sebaliknya apabila rancangan diusulkan oleh bupati/walikota, maka prosesnya akan seperti itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI