Mohon tunggu...
Mutia rahmanita
Mutia rahmanita Mohon Tunggu... Lainnya - -

Dengan menulis maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Surti

6 September 2020   22:30 Diperbarui: 6 September 2020   22:43 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari itu masih terlalu dini disebut pagi, sebab mentari pun belum muncul di peraduannya. Desir angin  menggoyangkan dedaunan membuat bulir embun jatuh dari punggungnya. pada pagi yang belum sempurna itu seorang lelaki dengan rambut gondrong yang mungkin sudah lama tidak bertemu dengan air dan sampo tengah berjalan menelusuri lorong sempit dan sedikit becek sebab tadi malam baru saja di guyur hujan. Ia berjalan dengan perasaan was - was  sambil sesekali menengok kiri dan kanan barangkali ada yang membuntutinya. Setelah berjalan agak lama, tibalah ia disebuah rumah yang sederhana dengan cat berwarna putih usang. ia mengetuk pelan pintu rumah tersebut dan setelahnya keluarlah seorang wanita yang masih cukup muda dan wanita itu adalah surti, istri dari lelaki tersebut

ia menyambut kedatangan suaminya itu dengan wajah sumringah namun sorot matanya tak henti mengamati keadaan sekitar.

"tak berbahaya kah jika kau pulang kerumah?"

"aku sengaja pulang kerumah pagi - pagi sekali untuk meminimalisir bahaya yang bisa kapan saja mengancam"

 "masuk dulu mas, kita berbincang saja di dalam takut ada yang melihat kedatanganmu. sekarang keadaannya makin kacau mas, semakin sulit membedakan mana kawan dan mana lawan.

 Lelaki itu pun masuk ke dalam rumah dan  mengamati keadaan rumahnya yang masih sama seperti saat ia pertama kali meninggalkan rumah itu. "mau kopi mas?"tanya isterinya sembari menuju ke arah dapur

 "mau, seperti biasa ya jangan terlalu banyak gula".

Setiap bagian dari rumah tersebut tidak lepas dari pengamatannya dan ia terpaku memadang suatu bagian, bagian itu merupakan kamar tidur buah hatinya. lantas ia menuju sebuah kamar yang tidak terlalu luas lalu ia sibakkan tirai yang menutupi pintu dan ia berjalan perlahan menuju kamar tersebut lalu dilihatnya kedua anaknya yaitu senjani dan arimba yang tengah tertidur dengan pulasnya, dielusnya dahi kedua anak tersebut dan dari kejauhan isterinya melihat pemandangan yang mengiris hati itu dengan air mata yang tertahan di pelupuk matanya

"kau rindu rimba dan jani mas?"

Lelaki itu tidak menjawab, ia hanya diam saja sambil tetap memperhatikan wajah kedua anaknya tersebut

"mas, ada yang ingin kubicarakan denganmu" 

lelaki itu bangkit dan menghampiri istrinya

"ada apa?"

"kita bicarakan diruang tengah saja, aku takut mengganggu tidur anak - anak jika kita bicarakan disini"

Kemudian mereka pindah keruang tengah, suasana berubah menjadi agak tegang dan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut suami istri tersebut. setelah cukup lama keheningan menyelimuti keduanya, lelaki tersebut memutuskan untuk membuka perbincangan 

"apa yang ingin kau bicarakan?"

sang istri pun menjawab dengan raut wajah yang datar serta tatapan mata yang kosong

"Kemarin "mereka" datang kerumah kemudian mereka mengobrak - abrik bukumu"

 "lalu? Apalagi yang mereka lakukan?"

"mereka menginterogasiku dengan pertanyaan yang sama, seperti ; apakah aku mengetahui keberadaanmu, apa saja yang biasa kau lakukan, dan kapan terakhir kali bertemu denganmu dan aku pun hanya menjawab dengan pertanyaan yang sama pula; aku tidak tahu"

"surti, maafkan aku telah membuatmu terlibat dengan urusan dengan mereka seperti ini"

"tak apalah, sudah kebal juga aku ditanya seperti itu oleh mereka ah dan satu lagi"

"apa itu?"

"mereka pun menginterogasi jingga dan rimba"

"anak kecil pun mereka interogasi?", tanya lelaki tersebut dengan geram

"ya begitulah, mereka bertanya kapan terakhir kali bertemu dengan bapaknya, apakah yang biasanya bapak lakukan jika dirumah namun jingga dan rimba hanya diam saja tidak menjawab"

"mungkin mereka akan lebih sering kesini, kau harus siap jika harus dihujani dengan pertanyaan yang sama terus menerus setiap harinya"

"kapan ini berakhir?", tanya surti dengan air mata yang hampir pecah

Lelaki tersebut tidak menjawab dan keheningan kembali tercipta diantara mereka, lelaki itu terus melirik kearah jam dengan gelisah dan seperti dapat membaca apa yang dirasakan lelaki tersebut wanita itu kemudian bertanya "sudah harus pergi?" dan dengan berat hati lelaki itu menjawab "ya, sebelum terang aku sudah harus pergi". Lelaki itu kemudian bangkit menuju kursi tempat ia meletakkan tas ranselnya

"surti, aku harus pergi lagi bersembunyi dari kejaran mereka" ucap lelaki itu sambil memegang kedua bahu isterinya

"jagalah dirimu baik - baik mas, ada baiknya sebelum kau pergi ciumlah kedua anakmu terlebih dahulu. Mereka sudah lama merindukanmu"

"baiklah, dan.." lelaki itu tidak melanjutkan kata - katanya

"dan apa?"

"dan aku akan mengirimi surat untukmu nanti namun aku menggunakan nama samaran"

"baiklah mas"

"surti, jika aku tidak kembali katakanlah pada anak - anak bahwa bapaknya bukanlah orang jahat melainkan seorang yang berani"

"aku yakin kau pasti kembali mas".

Jam dinding menunjukkan pukul 05.20 wib lelaki itu kemudian beranjak pergi dan kembali menelusuri lorong yang tadi ia lalui. Dalam pelariannya tersebut ia nampak murung sebab ia merasa bersalah karena telah meninggalkan rumah dan keluarga kecilnya, meskipun ia adalah sesosok lelaki yang pemberani namun terbesit juga dibenaknya rasa takut jika benar ia tidak dapat kembali kerumah dan melihat istri serta kedua anaknya.

Selama dalam pelarian dari satu tempat ke tempat lain ia selalu dijemput oleh seorang rekan dan itu dilakukan pada malam hari karena dirasa cukup  aman. Selama masa pelariannya itu ia mendapatkan uang dari honor menulis di surat kabar dan ia selalu menggunakan berbagai macam nama samaran.

Lelaki itu tengah duduk disebuah halte menunggu salah seorang rekan untuk menjemputnya dan tak lama kemudian yang ditunggu pun tiba, salah seorang rekannya dari kalimantan yang hari itu bertugas untuk menjemput dan menyembunyikannya sementara

"sudah lama menunggu bang?" tanya lelaki itu sambil menghidupkan sebatang cerutu

"lumayan"

"mari naik bang, takut ada yang melihat"

Kedua lelaki itu pun menaiki sebuah mobil civic berwarna biru laut yang kemudian melesat dengan cepat membelah jalanan pagi hari yang sepi itu. Selama di perjalanan, terjadi keheningan diantara mereka dan untuk memecahkan keheningan tersebut salah seorang rekan itu membuka pembicaraan "jadi ini kita mau ke kalimantan bang, abang nanti tinggal sama aku sementara nah kalau sudah ada perintah untuk pindah barulah abang akan pindah lagi"

 "makasih bang" ucap lelaki itu singkat sembari matanya tetap melihat kearah jalanan yang mulai ramai karena hari sudah mulai beranjak siang.

Setelah cukup lama mereka melaju menggunakan transportasi darat akhirnya mereka tiba di pelabuhan guna meneruskan perjalanan menggunakan kapal.

"bang kayanya abang perlu topi supaya enggak mudah dikenali, soalnya bahaya disini bang banyak "mereka", ucap seorang rekan tersebut sambil sesekali mengamati keadaan sekitar

"tapi saya kan enggak punya topi"

"tenang bang saya punya, mau saaya pinjemin?"

"iya, saya rasa juga dari tadi sudah ada yang memperhatikan kita"

Ternyata memang benar, sedari mereka tiba di pelabuhan mereka sudah diamati oleh lelaki berbadan tegap dengan potongan rambut cepak, namun mereka tetap bertingkah biasa saja supaya tidak dicurigai.

Akhirnya mereka pun menaiki kapal masih dengan perasaa yang sedikit was - was sebab mereka masih terus diawasi

"tenang bang, biasa saja biar mereka tidak curga" ucap seorang rekan tersebut menenangkan

Namun lelaki tersebut hanya diam saja.

Setelah melalui perjalanan darat dan laut yang cukup lama akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, namun mereka harus menaiki ojek terlebih dahulu supaya cepat sampai kerumah yang mereka tuju.

"jadi bang dari sini kita harus naik ojek dulu sebentar baru kita bisa sampai dirumahku"

"masih lama sampainya?"

"enggak bang, sebentar saja sampai kita"

Akhirnya mereka pun sampai di sebuah rumah panggung yang jauh dari pemukiman, dapat dikatakan rumah itu berada di tengah hutan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat sampai di pusat kota.

"inilah bang rumahku, kalau mau ke kota ya lumayan jauh"

"ya bagus, jadi susah dijangkau toh?"

"betul juga kau bang".

Malam pun tiba, lelaki itu tengah duduk dikamar yang telah disediakan seorang rekan tersebut. Ia tengah menulis sesuatu dan tak lama kemudian ia dihampiri oleh seorang rekan itu

"sedang apa kau bang, serius kali nampaknya?" tanya seorang rekan tersebut dengan aksen sumatera yang khas

"ini lho aku lagi bikin surat"

"surat? Untuk siapa bang?" rekan tersebut mendekat dan melihat surat yang tengah dibuat oleh lelaki itu

"untuk surti, istriku"

"romantis juga rupanya kau bang" ucap seorang rekan tersebut dengan nada mengejek dan kemudian mereka tertaw

"bukan masalah romantis bang, aku takut jika nanti aku tidak dapat kembali kerumah dan bertemu dengan keluargaku setidaknya mereka masih memiliki kenang - kenangan yang dapat mereka simpan"

"bicara apalah kau ini, memangnya kau mau kemana?"

"bisa saja aku pergi ke negeri antah berantah bang, atau keberadaanku tercium juga oleh "mereka"

"tenang sajalah, kau aman disini"

"tidak ada yang tahu nasib kita bang, bisa saja semua kemungkinan itu akan terjadi"

"coba kau bacakan surat itu, aku penasaran ingin tahu isinya"

Kalimantan, 11 april 1998

Teruntuk surti, istriku tercinta

Surti maafkan aku karena aku selalu meninggalkanmu dan anak - anak kita ditengah rasa risau sebab "mereka" selalu datang kerumah dan menjadi momok menakutkan bagi kau dan anak - anak. Pertanyaan demi pertanyaan mereka lontarkan kepada kalian setiap harinya dan aku tahu itu pasti sangat mengganggu ketenangan kalian. Tapi surtiku sayang, aku melakukan ini semua utuk kebaikan bangsa sebab aku sudah terlalu muak dengan maraknya KKN di negara kita ini, aku sudah muak jika suaraku harus terus dibungkam. Kita berhak mengutarakan pendapat kita jika dirasa itu benar namun sebaliknya kita justru dianggap berbahaya dan mengganggu ketertiban. Surti, aku pun tahu jingga dan rimba mesti sering bertanya tentang keberadaanku dan aku percaya padamu bahwa kau dapat menjelaskan kepada mereka dengan bahasa yang sederhana dan mudah dicerna oleh anak sesuia mereka.

Surti, jika nanti aku tidak kembali mungkin aku berada di negeri antah berantah dan kau tidak perlu risau tentangku sebab aku selalu baik - baik saja dan jika dan anak - anak rindu pada bapaknya maka bacakanlah surat ini sebagai dongeng penghantar tidur mereka. Bacakanlah puisi - puisiku karena jiwaku tertanam didalam setiap kata - katanya dan jangan lupakan satu hal ajari jingga dan rimba mencintai buku, ajari mereka membaca dan katakan pada mereka bahwa dalam setiap kata yang ada di dalam buku yang telah mereka baca memiliki jiwa dan nyawa tersendiri didalamnya. Perkenalkan mereka dengan dunia sastra karena kelak aku berharap mereka dapat menjadi anak yang dapat merubah bangsa ini.

Jika orde baru telah berlalu, jangan suruh mereka mencariku karena dengan intuisi yang mereka punya mereka akan mencariku dengan sendirinya.

Simpanlah surat ini dengan baik surti dan jangan sampai diambil oleh "mereka" karena mungkin ini adalah surat terakhir yang dapat aku berikan untukmu. Mungkin ini saja yang dapat aku katakan kepadamu melalui surat ini

Selamat tinggal surtiku sayang, kenang aku dalam tiap bait sajakku.

 

Salam cinta,

 Tejo 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun