Produk yang ada dalam perbankan syariah secara alamiah merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi, yaitu produksi dan distribusi. Kategori pertama difasilitasi melalui skema profit sharing (mudharabah) atau bagi hasil dan partnership (musyarakah) atau syirkah,sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual beli (murabahah) dan sewa menyewa (ijaroh). Berdasarkan sifat tersebut maka kegiatan lembaga keuangan syariah (bank syariah) dapat dikategorikan sebagai investment banking dan merchant/commercial bankingsehingga sangat diharapkan sistem perbankan syariah dapat membawa bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997sampai dengan saat ini, namun hal ini tidak bisa terlepas dari dukungan seluruh lapisan masyarakat, lembaga-lembaga negara yang ada di Indonesia baik pemerintah, DPR maupun seluruh elemen bangsa Indonesia.
Â
Prospek Dan Tantangan Perbankan Syariah Di Indonesia
Ditulis : 20 Juni 2015
Oleh : Daryoko, Praktisi dan Akademisi Pasca Sarjana IUN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kegiatan operasional perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1992 dengan diawali pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. (PT. BMI) atau 4 tahun setelah deregulasi Pakto 88. Operasional perbankan syariah di Indonesia didasarkan pada Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diperbaharui dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Pertimbangan perubahan Undang-undang tersebut dilakukan untuk mengantisipasi tantangan system keuangan yang semakin maju dan kompleks dan untuk mempersiapkan infrastruktur memasuki era globalisasi.
Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI). Mengatur tentang pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Indonesia memiliki penduduk mayoritas beragama Islam. Pengembangan perbankan syariah pada dasarnya bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terlayani jasa perbankan konvensional karena keyakinan khususnya bahwa bunga bank haram. Disamping itu pengembangan perbankan syariah juga bertujuan dalam rangka restrukturisasi perbankan untuk peningkatan ketahanan sistem perbankan serta meningkatkan keragaman jasa dan produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perkembangan perbankan syariah berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bank konvensional hal ini terlihat dari pertumbuhan total aset perbankan syariah yang sampai tahun 2015 ini yang sudah berjalan 23 th dari perbankan syariah pertama kali berdiri di Indonesia namun pangsa pasar perbankan syariah baru mencapai 6% dari total aset perbankan nasional yang ideal pertumbuhannya adalah 30% kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat Indonesia dimana potensi pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia sangat besar mengingat jumlah penduduk yang beragama Islam adalah 80% dari total penduduk yang menurut data statistik BPS tahun 2015 diperkirakan sebanyak 250 juta sedangkan pangsa pasar perbankan syariah tidak terbatas kepada warga negara Indonesia yang beragama Islam saja namun pihak non muslim juga merupakan pangsa pasar bagi perbankan syariah.
Rendahnya pangsa pasar perbankan syariah pada saat ini merupakan prospek dan merupakan tantangan yang harus dijawab dan diwujudkan dengan tindakan yang nyatasehingga harus dicari solusi permasalahan olehpihak institusi perbankan syariah maupun lembaga yang menaunginya seperti OJK yang memiliki wewenang otoritas pengendalian dan pengawasan bagi lembaga perbankan dibawah menteri keuangan untuk meningkatkan pertumbuhan perbankan syariah secara nasional.
Faktor yang harus dicarikan solusi untuk menjawab permasalahan rendahnya pangsa pasar perbankan syariah antara lain apakah dari faktor persepsi masyarakat yang mengangapperbankan syariah sama dengan perbankan non syariah tetapi hanya diberi baju syariah pada hal keharaman bunga bank sudah jelas atau kurangnya jaringan perbankan syariah yang belum merata dan baru di buka di zona-zona yang dinilai potensial yang sosialisasi perbankan syariah ke masyarakat menjadi belum maksimal sehingga masyarakat belum paham keberadaan perbankan syariah.
Permasalahanlain misalnya produk-produk perbankan syariah yang belum bersaing terkesan lebih mahal dibanding perbankan non syariah untuk pembiayaan khususnya pembiayaan yang diberikan oleh BMT dan BPR Syariah atau dianggap asing oleh masyarakat sehingga manfaat dan keunggulanya dibanding produk perbankan non syariah belum dirasakan. Faktor lain menyangkut permodalan perbankan syariah yang masih lemah dan tehnologi informasi yang dipergunakan masih perlu ditingkatkan. Jika dilihat sejarah berdirinya perbankan syariah nasional pasca Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan BPR sebagian besar merupakan UUS dari Bank induknya yang berasal dari perbankan konvesional yang selanjutnya menjadi anak perusahaan dari perbankan konvensional induknya sehingga kebijakannya sedikit atau banyak masih dipengaruhi campur tangan perbankan induknya.