Mereka mulanya ke Lebong kemudian ke Curup yang menjadi kota perlintasan dagang setelah dibukanya Jalur Rel Kereta api di Lubuk Linggau oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Dimasa Penyiaran Islam,  Kelompok-kelompok tarekat di Bengkulu dan Rejang Lebong  cukup banyak yang berasal dan mempunyai silsilah keguruan dengan Syekh-syekh  tarekat di Sumatera Barat. Tokoh-tokoh kelompok Islam tradisional, terutama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Di Bengkulu dan Rejang berguru Ke Candung Sumatera Barat, sementara  tokoh-tokoh kelompok modernis berguru ke Padang Panjang. Pola belajar seperti  ini diduga masih berlangsung sampai sekarang.
Gerakan-gerakan ini, ibarat "minyak tumpah di kertas", masuk ke Rejang Lebong yang pada umumnya mulai masuk sekitar tahun 1928-1934. Organisasi-organisasi masa umat Islam ini bergerak dalam lapangan pendidikan formal mendirikan Perguruan Pendidikan Al-Ikhsan (PPA), Madrasah Muhammadiyah di Curup, Muara Aman, kepahiang, dan Madrasah PERTI di Curup dan sampai ke dusun-dusun pedalaman.
Di samping, melalui pendidikan formal juga melalui dakwah dan pengajian-pengajian yang kemudian murid-muridnya menyebar melanjutkan ke Padang, Jaho, Betawi dan Solo.Â
Sekembalinya putera-putera daerah Rejang Lebong ini dan di tambah dengan kedatangan guru-guru yang didatangkan oleh organisasi Islam seperti yang dikemukakan di atas, menyempurnakan dan menghilangkan ajaran-ajaran animisme, sehingga mayoritas orang Rejang adalah penganut agama Islam hingga sekarang. Â Â Â Â
Interaksi dan Akulturasi Islam pada Budaya Rejang
Islam secara teologis, merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat Ilahiyah dan transenden. Sedangkan dari aspek sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, kultural dan realitas sosial dalam kehidupan manusia.Â
Dialektika Islam dengan realitas kehidupan sejatinya merupakan realitas yang terus menerus menyertai agama ini sepanjang sejarahnya. Sejak awal kelahirannya, Islam tumbuh dan berkembang dalam suatu kondisi yang tidak hampa budaya.Â
Realitas kehidupan ini –diakui atau tidak—memiliki peran yang cukup signifikan dalam mengantarkan Islam menuju perkembangannya yang aktual sehingga sampai pada suatu peradaban yang mewakili dan diakui okeh masyarakat dunia.
Aktualisasi Islam dalam lintasan sejarah telah menjadikan Islam tidak dapat dilepaskan dari aspek lokalitas, mulai dari budaya Arab, Persi, Turki, India sampai Melayu.Â
Masing-masing dengan karakteristiknya sendiri, tapi sekaligus mencerminkan nilai-nilai ketauhidan sebagai suatu unity sebagai benang merah yang mengikat secara kokoh satu sama lain. Islam sejarah yang beragam tapi satu ini merupakan penerjemahan Islam universal ke dalam realitas kehidupan umat manusia.