Jadi secara historis, Perayaan Hari-hari Besar Agama Islam merupakan perjuangan umat Islam sekaligus ijtihad ulama  dalam mewujudkan nilai-nilai Islam agar berterima luas di masyarakat.
Anehnya, hari-hari ini datang kelompok yang tidak paham sejarah bangsa, tidak ikut berjuang mendirikan Republik bersama ulama dan umat, apalagi merumuskan dasar-dasar negara, lalu tiba-tiba dengan bangga menyuruh kita mengikuti  ulama negara lain (Saudi) yang punya sejarah dan kepentingan sendiri.
Coba lihat Kalender Nasional, hitung ada berapa Hari besar Agama.
Apa kalian pernah berfikir, apa jadinya  jika  pemerintah RI hanya  merayakan Hari Besar agama-agama selain Islam, tapi Hari besar Agama Islam yang mayoritas  tidak dirayakan sesuai keyakinan Salafy? Sungguh sebuah kebodohan.
*Kedua, Konteks Legalitas.*
Isra' Mi'raj dan Maulid masuk dalam Kalender dan agenda Nasional. Â Presiden dan wakil presiden secara resmi juga merayakannya.
Bahkan Isra' Mi'raj dan Maulid jadi libur resmi (tanggal merah). MUI, NU, Muhammadiyah juga merayakannya.
Artinya Hal tersebut sudah menjadi ketetapan ulil amri, serta ketetapan Ulama RI.
Sesuai kaidah:
"keputusan Hakim (ulil amri) menghapus adanya perselisihan."
Â
Jika pemerintah dan Ulama sebuah negara telah sepakat akan suatu masalah, maka menyelisihi mereka adalah bentuk kemudharatan.
*Ketiga, Konteks Konsistensi Pendapat*
Ironisnya, mereka yang membidahkan perayaan Isra' Mi'raj dan Maulid adalah yang terdepan mengajarkan ketaatan pada ulil amri (pemerintah).
Jika pemerintah RI dan para Ulamanya di seluruh Nusantara sudah legalkan dan resmikan Perayaan Isra' Mi'raj, mengapa tidak taat saja?
Saya jadi bertanya; sebenarnya ulil amri kalian yang mana? Ulama kalian  siapa?