Soal Amirul Mukminin atau kepemimpinan tunggal umat Islam ini telah melalui masa yang amat Panjang. Termasuk Bani Umayyah, Abbasisyah, Fathimiyah  hingga terakhir Turki Ustmani. Tentu dianjurkan untuk tidak membuat Kelompok baru atau sempalan yang menyelisihi kepemimpinan mereka karena akan dimanfaatkan lawan serta menjadikan lemah barisan kaum muslimin. Â
Tapi saat amirul mukminin tiada, terutama saat Turki Utsmani runtuh tahun 1924, sementara Umat Islam sudah tersebar dari Maroko hingga Merauke, siapa yang diselisihi saat sebagian tokoh umat Islam membuat organisasi atau jamaah? Menyelisihi Amirul Mukminin yang mana? menyelisihi Saudi, Mesir, Suriah atau negara Arab lainnya yang semua telah menjadi nation state? Khan tidak pas!
Secara historis waktu itu dunia Islam berada di bawah kolonialisme bangsa Barat. Â Beberapa tokoh kemudian berijtihad membuat organisasi untuk menyatukan dan memberdayakan umat Islam yang terjajah, terbelakang secara ekonomi dan politik. Organisasi ini bukan berkelompok menyelisihi amirul Mukminin, justru mereka berusaha mengganti peran kepemimpinan Amirul Mukminin yang telah tiada, terutama setelah dihancurkan oleh konspirasi Inggris (Anda tahu dengan bantuan siapa?)
Baca sejarah! Â Muhammadiyah lahir 1912, NU 1926. Â Mereka kemudian mengurusi persoalan umat dari fikih, Sosial, kesehatan, pendidikan, termasuk penentuan hari raya sejak era penjajahan. Waktu itu Rakyat mau sekolah saja tidak boleh. Makan saja susah. Kalau dulu doktrinnya "taat ulil amri, jangan berkelompok atau buat organisasi" lantas bangsa Indonesia harus taat pada Pemerintah Kolonial Belanda atau Jepang? Bagaimana rakyat mengorganisasi perlawanan pada penjajah?
Justru kita patut berterima kasih kepada ormas Islam, terutama Muhammadiyah dan NU. Sebab dari kedua organisasi ini lahir banyak pahlawan-pahlawan nasional yang berperan besar pada kemerdekaan bangsa  Indonesia. Jenderal Soedirman  adalah kader Hizbul Wathon Muhammadiyah, Bung Tomo  sangat dekat dengan KH Hasyim Asyari yang keluarkan fatwa Resolusi Jihad hingga muncul pertempuran Surabaya 10 November.
Kemudian kedua Ormas inilah yang menyokong negara Indonesia pada awal-awal kemerdekaan melalui institusi pendidikan dan amal usaha mereka.
Jadi, jangan salah tafsir lagi soal larangan berkelompok jadi larangan berorganisasi. Atau tiba-tiba mengharamkan ormas atau jamaah tanpa tahu konteks sejarah perjuangan Bangsa. Orang Indonesia tapi asing dengan sejarahnya.
Adalah sebuah paradoks saat mereka yang mengaku tidak berkelompok
tapi membuat kajian yang isinya orang-orang sekelompok, ustadznya juga eksklusif dari kelompoknya. Masjidnya pun dinamai Imam madzhab tertentu (Masjid Imam Ahmad bin Hmbal). Â Fikihnya ikut negara tertentu dan pemahaman ulama-ulama dari negara tertentu juga. Mengapa tidak ikut ulama Indonesia yang telah ada secara mayoritas, mengapa malah buat kelompok baru? Mengapa menyeru orang lain yang sudah punya jamaah untuk ikut kelompok kajian Anda?
Jadi jika ada orang yang ikut jamaah atau ormas Islam dibilang berkelompok atau berpecah-belah, tapi jika ikut kelompok pengajian Anda dibilang bersatu?
Ini adalah sikap kekanak-kanakan.
JEBAKAN KEEMPAT:
"Yang kami sampaikan adalah Alquran dan Sunnah, semua pakai dalil, bukan syubhat!"
Begini Bro, Pemahaman dalil alquran dan sunnah yang ada di kepala ustadz-ustadz Salafy (ust Abdul Qadir Jawwas, Ust Khalid Basalamah, Ustadz Firanda, dst) bukan diperoleh langsung dari Nabi Muhammad SAW, tapi dari guru-gurunya waktu belajar di Saudi. Dan para Ulama Saudi memang bermadzhab seperti yang diyakini Syaikh Muhammad Ibn Abdul Wahhab sebagai penyokong berdirinya Kerajaan. Ini perlunya jamaah Salafy belajar sejarah agar paham konteks.