PERBANDINGAN SISTEM HUKUM CIVIL LAW DAN COMMON LAWÂ
DALAM PERSPEKTIF YURISPRUDENSI DI BERBAGAI NEGARA
- Muhammad Iqbal (1322300034)
Â
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Indonesia
Abstract
Article History:
Submitted:
-
Received:
-
Accepted:
-
Keywords:
Berbicara mengenai sistem hukum, tidak akan terlepas dari yang namanya konsep hukum, di mana sistem hukum dan konsep hukum memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sedangkan hukum merupakaan peraturan pada suatu negara yang bersifat mengikat dan memaksa setiap warga Negara untuk menaatinya. Sehingga dapat dipahami bahwa sistem hukum merupakan keseluruhan aturan tentang apa yang seharusnya lakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan.
Pendahuluan
Setiap negara termasuk diantaranya Indonesia memiliki sistem hukum untuk mengatur pemerintahannya. Sistem hukum pada prinsipnya mengatur kehidupan suatu masyarakat agar tidak terjadi konflik. Meskipun konflik tidak dapat dihindarkan, maka sistem hukum memiliki peranan dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam dunia peradilan, sistem hukum memiliki pengaruh besar dalam penerapan hukum khususnya bagi hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Pengadilan merupakan suatu tempat di mana para pencari keadilan dapat memperoleh keadilan yang diharapkan. "Justitia est constans et perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi" (Keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya) .
Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara akan mempertimbangkan banyak hal. Hakim memiliki kebebasan dalam menerapkan hukum atas suatu peristiwa yang telah terbukti kebenarannya sesuai dengan keyakinan hakim itu sendiri. Tidak jarang Majelis Hakim menggunakan putusan hakim lainnya yang memutus perkara yang substansinya secara prinsip memiliki kesamaan untuk dijadikan acuan maupun bahan pertimbangan dalam memutus suatu perkara.
Dalam makalah ini, Penulis akan membahas mengenai Perbandingan Sistem Hukum di Indonesia dan Negara Lain dalam Penerapan Yurisprudensi Ditinjau dari Politik Hukum, dimana dalam Penulisan Ilmiah ini akan dibahas mengenai sistem hukum dan penerapan yurisprudensi di Indonesia dan beberapa negara lainnya.
2. Â Metode
Jenis ini merupakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang memiliki objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum. Penelitian hukum normatif meneliti kaidah atau peraturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa telah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum. Jenis penelitian hukum normatif juga dapat diartikan sebagai teknik atau prosedur telaah dengan berpedoman pada beberapa asas hukum, kaidah-kaidah hukum, maupun prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan substansi peraturan perundang-undangan yang bersifat umum dan khusus.
 3. Pembahasan
3.1. Indonesia
a. Pengertian Sistem Hukum
Kata "sistem" berasal dari bahasa Yunani yaitu "systema" yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian[1]. Menurut Subekti, sistem adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untul mencapai suatu tujuan di mana dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan antara bagian-bagian dan juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu, sehingga dapat dikatakan bahwa suatu sistem mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya .[2]
Â
Berbicara mengenai sistem, tidak akan terlepas dari asas-asas yang mendukungnya, termasuk diantaranya mengenai asas hukum. Hukum merupakan suatu sistem artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, di mana dalam mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut menurut rencana dan pola tertentu Sehingga dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa sistem hukum merupakan kesatuan.[3] utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat dan untuk mencapai suatu kesatuan perlau ada kerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Â
Secara garis besar,sistem hukum di dunia terdiri atas 2 sistem, yaitu Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law) dan Sistem Hukum Anglo-Saxon (common law). Sistem civil law memiliki sumber hukum yang berasal dari kodifikasi hukum tertulis (written code).[4] John Henry Merryman dalam tulisannya menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) sumber hukum pada negara bersistem civil law, yaitu undang-undang (statute), peraturan turunan (regulation), dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan hukum (custom), di mana putusan hakim pada sistem hukum civil law seringkali dianggap bukan suatu hukum [5]. Sedangkan sistem hukum Anglo-Saxon (common law) memiliki akar sejarah pada Kerajaan Inggris yang menjadikan putusan pengadilan sebagai basis hukumnya, di mana ketika ada suatu perkara yang diputus oleh hakim, putusan tersebut tidak hanya mengikat pihak yang berperkara tetapi juga berlaku umum untuk kasus yang serupa .[6]
Â
Â
b. Sistem Hukum di Indonesia
Â
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law). Pembatasan peran hakim untuk membuat hukum di negara-negara menganut sistem civil law merupakan suatu kebijakan yang memiliki alasan dan tujuan sosial politiknya[7] . Dalam sistem civil law pada peradilannya tidak menggunakan sistem juri. Hal ini juga berlaku pada peradilan di Indonesia.
Â
Meskipun secara global Indonesia menganut sistem hukum Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law), namun pasca amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Sistem Hukum yang dianut di Indonesia adalah Sistem Hukum Pancasila. Menurut Mahfud MD, Sistem Hukum Pancasila yang dianut di Indonesia memakai "konsep prismatik", yaitu konsep yang mengambil segi-segi yang terbaik dari dua konsep yang bertentangan (antara Rechtstaat dan The Rule Of Law) yang kemudian disatukan sebagai konsep tersendiri sehingga dapat selalu dapat diterapkan sesuai kehidupan masyarakat Indonesia dan setiap dinamikanya .[8]
Â
Selain itu juga Indonesia menganut sistem hukum adat. Komunitas Indonesia terbangun secara keseluruhan, bukan sebagai suatu individu, di mana hubungan internalnya bersifat organik, sehingga pengertian akan hubungan organik meluas pada lingkungan dalam komunitas dan dimana komunitas itu mendapatkan kehidupannya[9] . Sehingga tidak dapat dipungkiri Indonesia yang memiliki keberagaman suku dan bahasa lokal, dalam penerapan hukumnya juga memperhatikan hukum adat yang berlaku di suatu wilayah.
Â
Berbicara mengenai Sistem Hukum Indonesia, tidak akan terlepas dari hukum tata negara. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya telah merumuskan setidakya ada tujuh macam sumber hukum tata negara yaitu:
Â
(a) Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis;
Â
(b) Undang-undang dasar, baik pembukaannya maupun pasal-pasalnya;
Â
(c) Peraturan perundang-undangan tertulis;
Â
(d) Yurisprudensi peradilan;
Â
(e) Konvensi ketatanegaraan atau constitusional conventions;
Â
(f ) Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius commisionis opinio doctorum;
Â
(g) Hukum internasional yang telah diratifikasi atau telah berlaku sebagai hukum kebiasaan internasional .[10]
Â
Â
c. Penerapan Yurisprudensi di Indonesia
Â
Soebekti menyebutkan pengertian yurisprudensi sebagai putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan kasasi, atau putusan-putusan Mahkamah Agung sendiri yang tetap.[11] Sehingga dapat dipahami bawa dalam dunia peradilan, yurisprudensi merupakan keputusan hakim tertinggi terhadap suatu perkara yang diikuti oleh hakim lainnya dalam menyelesaikan kasus yang sama.
Â
Dalam Sistem Hukum Indonesia, yurisprudensi secara yuridis diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Jo. Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa "Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat", di mana pasal tersebut menjelaskan bahwa hakim dalam menjalankan kewenangan absolutnya boleh menggunakan sumber legalitas perundang-undangan berikut tafsirannya dan sumber yang berupa nilai-nilai hukum yang dipatuhi oleh masyarakat [12]. Yurisprudensi penerapan hukum di Indonesia sudah sering dilakukan oleh para hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Mahkamah Agung yang merupakan lembaga peradilan tertinggi dalam sistem peradilan umum dalam hal putusannya memiliki peranan penting untuk dijadikan yurisprudensi oleh hakim di lembaga peradilan di bawahnya.
Â
Mahkamah Konstitusi pun sebagai lembaga tertinggi yang putusannya bersifat final and binding (final dan mengikat), dalam hal ini Majelis Mahkamah Konstitusi juga sering melakukan yuriprudensi dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang secara prinsip memiliki kesamaan. Mahkamah Konstitusi dalam penafsiran hukum yang dituangkan pada putusannya cenderung memasukkan pendapat hukum pada putusan sebelumnya untuk menganalisis suatu perkara dalam pemeriksaannya sebelum memutuskan perkara tersebut. Yurisprudensi sering dipakai sebagai landasan hukum untuk melengkapi suatu penerapan hukum yang tidak diatu dalam peraturan perundang-undangan, di mana dengan adanya standar hukum yang sama, maka dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat, dan mencegah adanya disparitas putusan .[13]
Â
Â
3.2. Belanda
Â
a. Sistem Hukum di Belanda
Â
Belanda merupakan salah satu negara yang cukup lama menjajah Indonesia. Pengaruh Belanda dalam Sistem Hukum di Indonesia begitu kuat dan signifikan. Hukum Belanda sendiri berlandaskan pada prinsip individualisasi dan liberalisasi sebagaimana ciri hukum Eropa Kontinental (civil law system) pada umumnya[14] . Sistem hukum Belanda sebagaimana sistem hukum hukum Eropa Kontinental (civil law system) pada umumnya mengutamakan bentuk sistem hukum tertulis, sedangkan politik pembangunan hukum nasional mengutamakan penggunaan peraturan perundang.
Â
Sistem hukum Belanda banyak dipengaruhi oleh hukum Prancis sehingga Rene David mengklasifikasikan Belanda sebagai Romano Germaic Legal Family[15] . Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke20, beberapa negara bersistem civil law telah memberikan kewenangan kepada hakim atau pengadilan untuk menciptakan prinsip umum suatu hukum perdata di saat hukum perdata tertulis (statute atau code) tidak tersedia untuk diterapkan pada suatu perkara, di mana negara-negara tersebut antara lain: Argentina (1869), Swiss (1912), Mexico (1932), Peru (1936), Brazil (1942), dan Italia (1942) [16]. Kewenangan hakim untuk melaksanakan diskresinya dalam memutus suatu perkara perdata juga terjadi di Belanda meski Belanda telah menyusun kodifikasi hukum perdata yang baru secara bertahap sejak tahun 1947 hingga 1992 [17].
Â
Â
b. Konsep Umum mengenai Yurisprudensi
Â
Kata "yurisprudensi " berasal dari bahasa latin "yurisprudentia", artinya pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Menurut bahasa Prancis, disebut dengan istilah yurisprudentie, artinya peradilan tetap atau bukan peradilan[18]. Yurisprudensi dilakukan dengan menggunakan metode penafsiran dan penemuan hukum untuk mengisi kekosongan hukum dan menyelesaikan sengketa hukum supaya tidak meresahkan masyarakat. Eksistensi yurisprudensi sangat membantu para hakim dalam menangani perkara hukum yang diajukan kepadanya, sementara perundang-undangan belum jelas mengaturnya.
Â
Menurut Prof. Dr. Paulus Effendi Lotulung dalam bukunya pada pokoknya menyatakan bahwa yurisprudensi dalam dunia perdilan memiliki berbagai fungsi sebagai berikut :[19]
Â
a. Dengan adanya putusan-putusan yang sama dalam kasus yang serupa, maka dapat ditegakkan adanya standard hukum yang sama, dalam hal undang-undang tidak mengatur atau belum mengatur pemecahan kasus yang bersangkutan.
Â
b. Dengan adanya standard hukum yang sama itu, maka dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat.
Â
c. Dengan diciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan hukum terhadap kasus yang sama, maka putusan hakim akan bersifat dapat diperkirakan (predictable) dan ada transparansi.
Â
d. Dengan adanya standard hukum, maka dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya disparitas dalam berbagai putusan hakim yang berbeda dalam perkara yang sama. Andaikata-pun timbul perbedaan putusan antara Hakim yang satu dengan yang lainnya dalam kasus yang sama, maka hal itu jangan sampai menimbulkan disparitas tetapi hanya bercorak sebagai variabel secara kasuistik (kasus demi kasus).
Â
Mendasarkan pada pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum yang berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum ketika peraturan perundang-undangan tidak mengatur mengenai suatu kebijakan hukum, di mana dalam putusan majelis hakim dalam suatu perkara dijadikan sebagai acuan oleh majelis hakim lainnya dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang memiliki kesamaan, dengan tujuan agar tidak terjadi disparitas dalam penerapan hukumnya.
Â
Â
c. Penerapan Yurisprudensi di Belanda
Â
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Sistem Hukum Belanda menganut sistem civil law (Sistem hukum Eropa Kontinental). Berdasarkan sejarahnya, pembatasan peran hakim untuk membuat hukum di negara-negara menganut sistem civil law merupakan suatu kebijakan yang memiliki alasan dan tujuan sosial politiknya.
Â
Â
Hakim pada peradilan dengan sistem civil law pun dapat melakukan penafsiran yang berpotensi membentuk hukum. Hal ini didasarkan pada sejarah dan perkembangan peradilan sejak zaman kerajaan Romawi hingga sistem pada negara-negara Eropa Kontinental termasuk diantaranya adalah Belanda. Selain itu, hakim atau pengadilan pada sistem civil law saat ini memiliki diskresi untuk melakukan interpretasi terhadap suatu hukum tertulis sehingga mampu menciptakan hukum baru. Hal selanjutnya yaitu kedudukan putusan tersebut sebagai sumber hukum. Pada sistem civil law, putusan hakim atau pengadilan dikenal sebagai sumber rujukan namun tidak mengikat bagi hakim atau pengadilan lain, di mana sistem civil law memiliki istilah Jurisprudence Constante yang konsepnya serupa dengan asas preseden[20] . Doktrin ini menghendaki agar hakim perlu mempertimbangkan secara seksama putusan terdahulu atas perkara yang memiliki kemiripan fakta maupun permasalahan hukumnya .[21]
Â
Â
Â
3.3. Australia
Â
a. Sistem Hukum di Australia
Â
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem hukum merupakan suatu kesatuan peraturan hukum yang terdiri atas bagian yang mempunyai kaitan interaksi antara satu dengan yang lainnya, tersusun sedemikian rupa menurut asas-asasnya, yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam perkembangan hukum secara global, pembedaan sistem hukum semakin variatif, salah satunya adalah pembedaan sistem hukum yang dikemukakan oleh Achmad Ali, yaitu [22]:
Â
1) Civil Law, berlaku di benua Eropa dan di negaranegara mantan jajahannya
Â
2) Common Law, berlaku di Inggris, Amerika Serikat, dan negaranegara commonwealth;
Â
3) Customary Law, berlaku di beberapa negara Afrika, Cina dan India;
Â
4) Muslim Law, berada di negara-negara muslim, terutama di Timur Tengah;
Â
5) Mixed System, Indonesia salah satunya, dimana berlaku sistem hukum perundang-undangan, hukum adat dan hukum Islam.
Â
Australia merupakan negara yang menganut sistem hukum anglo-saxon (common law). Negara Australia yang merupakan negara yang menganut sistem common law, mendasarkan pada common law Inggris dan didasarkan pada sistem kasus atau preseden yudisial, di mana legislasi secara tradisional tidak dianggap sebagai sumber hukum utama, tetapi biasanya dianggap sekedar sarana konsolidasi atau klarifikasi dari peraturan dan prinsip hukum yang secara esensial diturunkan dari hukum kasus dan hukum yang dibuat oleh hakim.
Â
Sistem common law merupakan sistem hukum yang memakai logika berpikir induktif dan analogi yang memiliki konsep Rule of Law yang menekankan pada tiga tolak ukur [23]:
Â
1) Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak adanya suatu kekuasaan yang sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam artian seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
Â
2) Kedudukan yang sama dalam menhadapi hukum (equality before the law), ketentuan ini berlaku bagi orang biasa ataupun pejabat.
Â
3) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang, serta keputusan pengadilan.
Â
Â
Adapun sumber hukum sistem hukum Common Law adalah sebagai berikut:
Â
1) Putusan-putusan pengadilan atau hakim (judicial decision), yaitu hakim tidak hanya berfungsi sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum, tetapi tidak juga membentuk seluruh tata kehidupan dan menciptakan prinsip-prinsip baru (yurisprudensi);
Â
2) Kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis undang-undang dan peraturan administrasi Negara.
Â
Â
Dengan berdasarkan sumber hukum tersebut, kaidah hukum dalam sistem Common Law adalah sebagai berikut:
Â
1) Hukum merupakan lembaga kebudayaan yang te-rus mengalami perkembangan;
Â
2) Hukum merupakan hasil daya cipta manusia;
Â
3) Hukum tidak memer-lukan kodifikasi, karena hukum yang terkodifikasi hanyalah sebagian saja dari hukum;
Â
4) Putusan pengadilan adalah hukum.
Â
Â
b. Permasalahan Mengenai Yurisprudensi dalam Common Law System
Â
Sejumlah sarjana seperti Ronal Dworkin percaya bahwa interpretasi adalah jalan menyimpan suatu obyektifitas hukum, di mana yang menjadi pertanyaan adalah apakah interpretasi relevan melalui hukum adan apakah berkaitan dengan common law, yang mana badan hukum dibuat secara mendasar oleh hakim melalui keputusannya daripada perundang-undangan maupun konstitusi[24] . Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, sistem hukum Anglo-Saxon (common law) yang memiliki akar sejarah pada kerajaan Inggris menjadikan putusan pengadilan sebagai basis hukumnya[25] . Hal ini dikarenakan pada sejarah awal kerajaan Inggris tidak ada parlemen yang kuat melainkan hanya perintah raja yang digunakan sebagai aturan hukum. Ketika ada suatu perkara yang diputus oleh hakim, putusan tersebut tidak hanya mengikat pihak yang berperkara tetapi juga berlaku umum untuk kasus yang serupa .[26]
Â
Â
c. Penerapan Yurisprudensi di Australia
Â
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Australia merupakan negara yang menganut sistem common law. Dalam sistem hukum common law merupakan sistem hukum yang berkembang di bawah pengaruh sistem yang bersifat adversarial dalam sejarah Inggris berdasarkan keputusan pengadilan yang berdasarkan tradisi, custom, dan preseden . Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam sistem peradilan Australia menganut sistem precedent, di mana dalam sistem common law Majelis Hakim berkewajiban mengikuti putusan sebelumnya. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa sistem common law, putusan pengadilan merupakan sumber hukum utama, di mana pusatnya pada kasus dan hakim (judge made-law). Hal ini mengakibatkan ruang untuk diskresi lebih bersifat pragmatis terhadap masalah tertentu yang diperiksa di pengadilan.
Â
Â
3.4. Perbandingan
Â
Dari pembahasan permasalahan pertama, kedua, dan ketiga tersebut, dapat dilakukan studi perbadingan. Adapun perbandingan yang akan dikemukakan oleh Penulis dalam makalah ini adalah perbedaan sistem hukum dari ketiga permasalahan tersebut yaitu Indonesia dan Belanda merupakan negara yang menganut sistem civil law, sedangkan Australia menganut sistem common law, di mana perbedaan mendasar antara kedua sistem hukum tersebut dapat dilihat dalam sistem hukum Civil Law mengambil bentuk tertulis yang dikodifikasikan dalam perundang-undangan. Sedangkan sistem hukum Common Law lebih mengacu kepada hukum kebiasaan (customary law) yang cenderung tidak tertulis. Meskipun sumber hukum utama dari Civil Law adalah peraturan perundang-undangan, namun yurisprudensi juga memiiki peranan penting dalam penerapan hukum pada sistem Civil Law. Berbeda dengan sistem hukum Common Law yang sumber hukum utamanya adalah yurisprudensi (judge made by law/binding force of precedent), dimana masalah-masalah hukum diselesaikan secara kasus dan hasilnya tercermin dalam putusan-putusan hakim (yurisprudensi).
Â
Â
4. Â Kesimpulan
Â
Yurisprudensi baik dalam sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law) dan anglo-saxon (common law) sama-sama memiliki peranan penting dalam dunia peradilan. Adapun perbedaan urgensi antara civil law dan common law yaitu: dalam sistem civil law, yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum dan bersifat tidak wajib, sehingga Majelis Hakim yang lain tidak memiliki suatu keharusan untuk mengikuti putusan terdahulu yang memeriksa perkara yang sama, sedangkan dalam common law, yurisprudensi dipandang sebagai suatu kewajiban bagi hakim untuk menjadikan putusan terdahulu sebagai acuan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara.
Â
Dalam perkembangan hukum secara global, dapat dilihat juga bahwa negara yang menganut sistem civil law maupun common law memiliki pengaruh satu dengan yang lainnya, di mana dalam penerapan hukumya, kemurnian sistem civil law maupun common law dalam mengaplikasikan yurisprudensi semakin pudar (bercampur satu dengan yang lainnya).
Â
Penerapan yurisprudensi dalam suatu peradilan sebaiknya tidak lagi memandang apakah ini diterapkan dalam sistem hukum civil law atau common law. Hal ini mengingat perkembangan hukum secara global semakin lama akan mengikis kemurnian dari sistem civil law maupun common law khususnya dalam hal yurisprudensi.
Â
Â
5. Â Referensi
Â
Arinanto, Satya, Politik Hukum Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2018., Politik Hukum  Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2018
Â
Ali, Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence). Jakarta: Kencana, 2012
Â
Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Â
____________, Menuju Negara Hukum yang Demokratis. Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008.
Â
____________, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. ke-5. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
Â
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Peningkatan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum, Penelitian Hukum. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1992
Â
Bisri, Cik Hasan. Hukum Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Â
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982.
Â
Effendi, Muhadjir, Masyarakat Equilibrium. Yogyakarta : Benteng Budaya, 2002.
Â
Efriza, Ilmu Politik: Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan. Bandung: Alfabeta, 2008.
Â
Held, David, Models of Democracy. Jakarta: The Akbar Tanjung Institute, 2007.
Â
Kelsen, Hans, Teori Umum tentang Hukum dan Negara Cetakan Pertama. Bandung: Penerbit Nuansan dan Penerbit Nusa Media, 2006.
Â
Koesnardi, Moh. dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara Cetakan Kedua. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988.
Â
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996.
Â
Lijphart, Arend, Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty Six Countries. New Haven and London: Yale University Press, 1999.
Â
Lotulung, Effendi, Peranan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 2000.
Â
Ma'oed, Mochtar, Negara Kapital dan Demokrasi Cetakan Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelopor, 1999.
Â
Marbun, SF, dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: UII Press, 2001.
Â
MD, Mahfud, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo, 2010.
Â
Merryman, John Henry, The Civil Law Tradition: An Introduction To The Legal System Of Western Europe And Latin America 2nd Ed. California: Stanford University Press, 1985
Â
Pandoyo, S. Toto, Ulasan terhadap Beberapa Ketentuan undang-Undang Dasar 1945: Sistem Politik dan Perkembangan Kehidupan Demokrasi. Yogyakarta: 1985.
Â
Soehino, Ilmu Negara Edisi Kedua. Yogyakarta: Liberty, 1986.
Â
Soeroso, R., Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 1993.
Â
Syafiie, Inu Kencana, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Â
Artikel:
Â
Alinn, Gerald Paul Mc, et al., An Introduction to American Law, Carolina Academic Press, 2010
Â
Dainow, Joseph, The Civil Law And The Common Law: Some Points Of Comparison, (The American Journal Of Comparative Law), The American Journal Of Comparative Law, Vol. 15, No. 3, 1966 -- 1967
Â
David, Rene, Major Legal System In The World Today, The Free Press Collier-Macmillan Limited, 1968
Â
Harjono, Dhaniswara K., Pengaruh Sistem Hukum Common Law Terhadap Hukum Investasi dan Pembiayaan di Indonesia, Lex Jurnalica Vol.6 No.3, 2009
Â
Maclean, J Roberto G. , udicial Discretion In The Civil Law, (Lousiana Law Review, Vol. 43, No. 41, 1962)
Â
Hartkamp, Arthur S., Judicial Discretion Under The New Civil Code Of The Netherlands, American Journal Of Comparative Law, Vol. 40, No.3, 1992
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H