a. Sistem Hukum di Belanda
Â
Belanda merupakan salah satu negara yang cukup lama menjajah Indonesia. Pengaruh Belanda dalam Sistem Hukum di Indonesia begitu kuat dan signifikan. Hukum Belanda sendiri berlandaskan pada prinsip individualisasi dan liberalisasi sebagaimana ciri hukum Eropa Kontinental (civil law system) pada umumnya[14] . Sistem hukum Belanda sebagaimana sistem hukum hukum Eropa Kontinental (civil law system) pada umumnya mengutamakan bentuk sistem hukum tertulis, sedangkan politik pembangunan hukum nasional mengutamakan penggunaan peraturan perundang.
Â
Sistem hukum Belanda banyak dipengaruhi oleh hukum Prancis sehingga Rene David mengklasifikasikan Belanda sebagai Romano Germaic Legal Family[15] . Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke20, beberapa negara bersistem civil law telah memberikan kewenangan kepada hakim atau pengadilan untuk menciptakan prinsip umum suatu hukum perdata di saat hukum perdata tertulis (statute atau code) tidak tersedia untuk diterapkan pada suatu perkara, di mana negara-negara tersebut antara lain: Argentina (1869), Swiss (1912), Mexico (1932), Peru (1936), Brazil (1942), dan Italia (1942) [16]. Kewenangan hakim untuk melaksanakan diskresinya dalam memutus suatu perkara perdata juga terjadi di Belanda meski Belanda telah menyusun kodifikasi hukum perdata yang baru secara bertahap sejak tahun 1947 hingga 1992 [17].
Â
Â
b. Konsep Umum mengenai Yurisprudensi
Â
Kata "yurisprudensi " berasal dari bahasa latin "yurisprudentia", artinya pengetahuan hukum (rechtsgeleerdheid). Menurut bahasa Prancis, disebut dengan istilah yurisprudentie, artinya peradilan tetap atau bukan peradilan[18]. Yurisprudensi dilakukan dengan menggunakan metode penafsiran dan penemuan hukum untuk mengisi kekosongan hukum dan menyelesaikan sengketa hukum supaya tidak meresahkan masyarakat. Eksistensi yurisprudensi sangat membantu para hakim dalam menangani perkara hukum yang diajukan kepadanya, sementara perundang-undangan belum jelas mengaturnya.
Â