Mohon tunggu...
Muhammad Fathul Arham
Muhammad Fathul Arham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bijaksana

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Skripsi Tinjauan URF terhadap Tradisi Nyadran dalam Pernikahan (Studi Kasus di Desa Depokrejo, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen)

3 Juni 2024   22:10 Diperbarui: 5 Juni 2024   03:37 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nama : Muhammad Fathul Arham 

Nim : 222121186 

Prodi : Hukum Keluarga Islam 

TUGAS REVIEW SKRIPSI TINJAUAN 'URF TERHADAP TRADISI NYADRAN DALAM PERNIKAHAN (Studi Kasus di Desa Depokrejo, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen) 

Oleh : NGAFIATUN ROSIANA

A.PENDAHULUAN

Pernikahan adalah sebuah upacara penyatuan dua jiwa menjadi sebuah keluarga melalui akad perjanjian yang diatur oleh agama. Oleh sebab itu, pernikahan menjadi agung, luhur dan sakral. Dalam suatu proses pernikahan juga tidak akan pernah lepas dari adat istiadat yang berlaku disuatu daerah, karena pernikahan merupakan suatu budaya yang juga mengikuti perkembangan budaya manusia itu sendiri, yang pastinya masih berada dalam lingkungan kemasyarakatan. Terkait dengan adat istiadat, dalam Hukum Islam adat atau kebiasaan boleh dijadikan landasan hukum dengan syarat adat tersebut tidak melanggar syariat Islam, hukum bermakna menetapkan sesuatu pada yang lain. Adat bisa dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada dalil dari syari'. Namun, tidak semua adat bisa dijadikan pijakan hukum dan pada dasarnya atau asal mula kaidah ini ada, diambil dari realita sosial kemasyarakatan bahwa semua cara hidup dan kehidupan itu dibentuk oleh nilai-nilai yang diyakini sebagai norma yang sudah berjalan sejak lama sehingga mereka memiliki pola hidup dan keyakinan sendiri secara khusus berdasarkan nilai-nilai yang sudah dihayati bersama. Sehingga dalam penelitian ini, lebih memfokuskan dalam kaidah 'Urf tersebut. Masyarakat Jawa sangat identik dengan berbagai macam upacara selamatan. Baik upacara selamatan dalam pernikahan, kelahiran bayi, bahkan sampai upacara selamatan bagi orang yang telah meninggal dunia.  

Berbagai tradisi selamatan ini tidak lepas dari ajaran Hindhu-Budha yang banyak berkembang pada zaman dahulu sampai sekarang. Salah satu tradisinya yaitu nyadran dalam pernikahan. Tradisi nyadran adalah peninggalan HindhuBudha yang diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Songo untuk masyarakat agama Islam di masyarakat Jawa. Setelah agama Islam masuk ke Indonesia abad ke-13, para Wali Songo menggabungkan tradisi tersebut pada dakwah yang mereka lakukan dengan tujuan agar agama Islam lebih mudah diterima masyarakat dan tidak berbenturan dengan kepercayaan dan tradisi yang sudah ada.Tradisi nyadran dalam pernikahan ini pertama kali dilakukan di makam yaitu untuk ziarah kubur mengirim doa para leluhurnya yang dipimpin oleh sesepuh, Puncaknya nyadran yaitu kenduri. Sebelum melakukan kenduri harus menyediakan caosan atau media pelengkap terlebih dahulu. Caosan merupakan bahan-bahan makanan yang diletakkan di takir (dari daun pisang). Bahan-bahan makanan yang menjadi caosan itu sebagai pelengkap pada saat tradisi nyadran yang di tentukan oleh sesepuh. Karena tidak semua masyarakat bisa dalam hal menyediakan caosan yang digunakan pada saat kenduri dan setiap orang yang mengadakan kenduri caosannya berbeda-beda. Perbedaan antara nyadran dilakukan sebelum Ramadhan, nyadran dilakukan sebelum akad nikah dan nyadran dilakukan sebelum melaksanakan sunatan yaitu terletak pada waktu pelaksanaan dan prosesi pelaksanaannya. Dimana nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh pihak yang memiliki otoritas atau wewenang di daerahnya dan dilakukannya dengan kearifan lokal masing-masing sehingga dibeberapa tempat terdapat perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya.

B. Alasan memilih judul skripsi ini 

Karena bagi saya skripsi ini sangat bagus dan juga menarik untuk dibahas dan kemudian dipahami guna untuk menambah pengetahuan dan juga wawasan mengenai pelaksanaan pernikahan dengan tradisi nyadran. Dengan judul TINJAUAN 'URF TERHADAP TRADISI NYADRAN DALAM PERNIKAHAN. Judul skripsi terebut saya pilih karena saya ingin mengetahui apakah ada perbedaan tersendiri dalam melakukan pernikahan tradisi nyadran antara daerah saya "Sragen" dengan daerah yang ada di Kebumen. Tradisi nyadran, yang merupakan bagian dari budaya Jawa, memiliki peran penting dalam rangkaian acara pernikahan. Tradisi ini tidak hanya berfungsi sebagai upacara adat, tetapi juga mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang kaya. Dengan meninjau tradisi nyadran melalui perspektif 'urf, yang dalam hukum Islam mengacu pada kebiasaan atau adat yang dianggap baik dan diterima. Selain itu, saya memilih judul itu karena didorong oleh keinginan untuk menggali lebih dalam tentang dinamika interaksi antara adat dan agama dalam konteks masyarakat Indonesia. Nyadran dalam pernikahan tidak hanya mencerminkan identitas budaya, tetapi juga mengandung aspek sosial dan spiritual yang signifikan bagi komunitas yang melakukannya. Dengan membaca skripsi ini semoga saya dapat berupaya untuk memberikan kontribusi akademis yang dapat menjadi referensi bagi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam memelihara tradisi lokal yang harmonis dengan ajaran Islam.

PEMBAHASAN 

BAB 1 

TINJAUAN UMUM PERNIKAHAN, NYADRAN DALAM PERNIKAHAN DAN 'Urf

A. Tinjauan Umum Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Nikah berasal dari bahasa Arab dalam istilah fiqh perkawinan biasanya disebut dengan perkataan nikah dan perkataan zawaj.2 Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al- Qur'an dan Hadist. Nikah memiliki arti AlWath'I, Al-Jam'u atau Al-Aqdu yang berarti bersetubuh, berhubungan badan, berkumpul, jima' dan akad. Pernikahan adalah salah satu tahapan kehidupan yang sangat penting, yang melengkapi ikatan suci suatu perjanjian bagi dua orang untuk hidup bersama di tengah masyarakat, dan selain itu juga merupakan pemenuhan kebutuhan biologis yang diakui dan dianggap adanya kontrak sah (ijab) sebagai ungkapan permintaan dari pihak lakilaki dan qabul dari pihak wanita sebagai ungkapan penerimaan disertai dengan syarat lain seperti adanya saksi, wali, dan mahar. Sedangkan perkawinan dalam Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan adalah suatu akad yang sangat kuat atau miisaaqan galiizan untuk mentaati perintah Allah dan bahwa perkawinan adalah suatu bentuk ibadah.

2. Tujuan Pernikahan

Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menyalurkan syahwat saja, adapun tujuan pernikahan menurut hukum Islam terdiri dari:

a.Berbakti kepada Allah

b. Memenuhi atau mencakupkan kodrat hidup manusia yang telah menjadi hukum bahwa antara pria dan wanita saling membutuhkan

c. Mempertahankan keturunan umat manusia

d. Melanjutkan perkembangan dan ketentraman hidup rohaniahantara pria dan wanita

e. Mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian antar golongan manusia untuk menjaga keselamatan hidup.

3. Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dan syarat perkawinan terdapat beberapa ragam perspektif. Rukun itu adalah sesuatu yang berada didalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya. Imam asy-Syafi'I menyebutkan bahwa rukun nikah itu ada lima yaitu, calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan sigat. Menurut Imam Maliki rukun nikah itu adalah wali, mahar, calon suami, calon istri, sigat. Mempermahalkan mahar adlaah suatu hal yang dibenci Islam, karena akan mempersulit hubungan pernikahan diantara sesama manusia. Dalam hal pemberian mahar ini, pada dasarnya sekedar perbuatan yang terpuji (istishab) saja, walaupun menjadi syarat sahnya nikah. Sebagaimana saksi menjadi syarat sahnya nikah menurut Imam asy-Syafi'i.

4. Hukum Pernikahan

Hukum pernikahan berdasarkan kaidah fiqih diantaranya yaitu:

a. Wajib, hukum pernikahan menjadi wajib apabila seorang laki-laki dan perempuan yang telah memiliki kemampuan untuk melaksanakan serta memiliki rasa takut jika akan menjadi zina. 

b. Sunnah, Pernikahan menjadi sunnah apabila seseorang yang sudah memiliki kemampuan materil maupun immaterial tapi belum memiliki niat untuk menikah dan juga dapat mengendalikan nafsunya sehingga ia tidak khawatir apabila terjerumus dalam perbuatan perzinaan.

c. Mubah, yaitu kaidah hukum yg bersifat netral yang mengatur suatu perbuatan boleh dilakukan.

d. Makruh, hukum pernikahan menjadi makruh apabila seseorang yang bisa melakukan perkawinan dan dapat menahan hawa nafsunya sehingga ia tidak dikhawatirkan perbuatan zina meskipun ia tidak kawin.

e. Haram, keharaman nikah berlaku bagi orang yang menikah dengan tujuan menyakiti atau tujuan-tujuan lain yang melanggar ketentuan agama.

5. Hikmah Pernikahan

Di antara hikmah hikmah: Memenuhi tuntutan fitrah, Mewujudkan ketenangan jiwa dan kemantapan batin, Menghindari dekadensi moral & Wanita dapat melaksanakan fitrahnya melalui pernikahan

B. Tinjauan Umum Nyadran Dalam Pernikahan

 Tradisi dalam bahasa Latin: traditio (diteruskan) adalah suatu warisan yang berwujud budaya bersumber dari leluhur, yang sudah dijalankan sejak lama dan masih diikuti oleh masyarakat yang hidup saat ini. Tradisi adalah sesuatu yang susah berubah, dikarenakan sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tradisi-tradisi yang sudah berkembang dalam masyarakat diyakini akan membawa kebaikan bagi masyarakat yang mendukungnya. Masyarakat meyakini bahwa setiap tradisi yang mereka lakukan mempunyai makna leluhur atau baik untuk kelangsungan hidup mereka. Upacara tradisional merupakan salah satu perwujudan dari peninggalan kebudayaan dan merupakan warisal sosial yang hanya dimiliki oleh warga dengan jalan mempelajari dan melestarikannya. Terdapat berbagai macam cara di dalam tiap kelompok masyarakat untuk dapat memaksa tiap individu atau anggota warganya untuk bisa mempelajari kebudyaaan yang didalamnya memiliki norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang diterapkan dalam tata pergaulan masyarakat tersebut, sebab mematuhi norma dan juga mengamalkan nilai-nilai tersebut ialah sangat penting untuk masyarakat tersebut guna melestarikan hidup bermasyarakat. Didalam upacara tradisional jawa terdapat banyak macam, misalnya: slametan, tingkepan, babaran, sepasaran, pitonan, tedhak sitten, ruwatann dan nyadran. Kata nyadran bersumber dari bahasa sansekerta, sraddha yang berarti keyakinan. 

Nyadran merupakan upacara pembersihan makam oleh masyarakat Jawa, yang biasanya dilakukan oleh masyarakat desa. Nyadran merupakan sebuah rangkaian budaya yang berupa pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan diakhiri dengan kenduri selamatan. Sejarah awal mula pelaksanaan upacara tradisional Sraddha (Nyadran) ditunjukan untuk mengenang meninggalnya Tribhuwana Tungga Dewi di zaman Kerajaan Majapahit. Dalam tradisi nyadran ini terdapat juga acara kenduri yang digelar untuk menghormati arwah leluhur keluarga tertentu. Dalam perkembangannya, tradisi nyadran tidak hanya dimaksudkan untuk mengenang meninggalnya Tribhuwana Tungga Dewi saja, selain itu masyarakat menggunakan kegiatan ini untuk mengirim doa bagi arwah para leluhurnya. 

C. Tinjauan Umum Urf' 

1. Pengertian Urf'

Secara etimologi berasal dari kata 'arafa yu'rifu sering diartikan dengan al-ma'ruf yang artinya sesuatu yang dikenal atau berarti yang baik. Sedangkan menurut Ushul Fiqh yaitu 'Urf dan kebiasaan dijadikan pedoman pada setiap hukum dalam syariat yang batasannya tidak ditentukan secara tegas. Secara harfiyah 'Urf memiliki arti suatu kondisi, tutur kata, kegiatan bahkan ketetapan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi adat budaya untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Adapun secara terminologi 'Urf mengandung makna, sesuatu yang menjaadi kebiasaan manusia dan mereka mengikutinya dalam bentuk setiap perbuatan yang popular diantara mereka. Atau sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan watak yang benar.

2. Kedudukan 'Urf sebagai dalil syara'

Para ulama sepakat bahwa 'Urf Shahih dapat dijadikan dasar dalil atau hujjah sepanjang tidak bertentangan dengan syariat'. Ulama Malikiyah terkenal mengatakan bahwa perbuatan ulama Madinah bisa dijadikan dasar perselisiham argumentasi. Demikian pula ulama Hanafiyah mengatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi'i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada satu kejadian tapi dia mengeluarkan hukum yang berbeda saat dia masih di Mekkah (qaul qadim) dan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid).

3. Syarat 'Urf 

Syaratnya adalah sebagai berikut:

a) 'Urf itu mengandung kemaslahatan dan logis

b) 'Urf itu berlaku umum pada masyarakat yang terkait dengan lingkungan 'Urf atau minimal dikalangan sebagian besar masyarakat.

c) 'Urf yang dijadikan dasar bagi penetapan suatu hukum telah berlaku pada saat itu, bukan 'Urf yang baru muncul kemudian.

d) 'Urf sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam nash yaitu Al-Qur'an dan Hadist.

e) 'Urf tidak bertentangan dengan perkataan atau keterangan yang sudah jelas.

4. Pembagian 'Urf

Ulama ushul membagi 'Urf menjadi tiga bagian:

a) Ditinjau dari segi sifat atau bentuknya atau materi yang biasa dilakukan, 'Urf dibagi menjadi dua yakni: 

1) 'Urf Fi'li, yaitu suatu kebiasaaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan atau dikerjakan.

2) 'Urf Qauli, yaitu suatu kebiasaan atau kerutinan masyarakat dalam menggunakan lafal/ungkapan tertentu dalam mengucapkan sesuatu, sehingga makna dari ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dipikiran masyarakat. 

b) Dilihat dari penilaian atau keabsahannya (bisa diterima atau ditolak oleh syari'ah), 'Urf dibagi dua macam yakni:

1) 'Urf Shahih, yaitu sesuatu yang dikenal oleh masyarakat, tidak bertentangan dengan dalil syara', tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib.

2) 'Urf al-Fasid ('Urf yang salah), yaitu sesuatu adat yang sudah dikenal masyarakat atau banyak orang, tetapi bertentangan dengan syariat Islam atau keadaannya memang dapat mengundang keburukan.

c) Ditinjau dari segi ruang lingkupnya/jangkauannya, 'Urf dibagi menjadi dua, diantaranya:

1) 'Urf al-Amm, yaitu adat istiadat yang tersebar luas dan berlaku bagi sebagian besar masyarakat disuatu wilayah yang luas.

 2) 'Urf al-Khashsh, yaitu 'Urf yang hanya berlaku secara khusus disuatu daerah atau tempat tertentu saja dan tidak berlaku pada daerah lainnya.

BAB II GAMBARAN UMUM TRADISI NYADRAN DALAM PERNIKAHAN DI DESA DEPOKREJO KECAMATAN KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Sejarah Desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Sekitar tahun 1590 Masehi daerah Depokrejo masih semak belukar yang penuh dengan pohon-pohon rimbun bagaikan hutan belantara. Sekitar tahun 1602 masehi pada era mataram, benteng sebelah barat kesultanan mataram, sewaktu melawan penjajah VOC Belanda daerah ini kedatangan kaka beradik yang disebut mbah pancabaya dan mbah pancabayu. Keduanya mendirikan gubug untuk berteduh dan membuka lahan untuk pertanian. Menebang hutan atau babat alas guna menciptakan lahan pertanian itu membutuhkan waktu hingga berbulan bulan dan keduanya bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menyesuaikan yang disediakan oleh lingkungan alam sekitar. Mbah pancabaya dan mbah pancabayu adalah senopati atau kibodronolo atau ki gede yang ditugasi sebagai pengawal bahan pangan atau sembako, ditugasi juga untuk melatih keprajuritan dan kanuragan di wilayah depok desa Depokrejo. Diwilayah depok, dahulu berdiri sebuah padepokan untuk melatih kanuragan dan keprajuritan yang dilatih langsung oleh mbah pancabaya dan mbah pancabayu. 

 Adapun pemberi nama daerah ini yang kita ketahui sebagai Depokrejo merupakan pemberian nama dari sekelompok orang dimana setelah terbentuknya peradaban disini orang yang membentuk wilayah ini, atau bertapa serta berguru untuk mendapatkan ilmu dan kesaktian, namun masyarakat peradaban pada saaat itu bersepakat untuk mengenang jasanya memberi nama wilayah ini dengan nama Depok yang bersal dari bahasa Jawa yang artinya tempat perguruan karena beliaunya memiliki kegemaran merantau, dan Rejo berasal dari bahasa Jawa yang artinya Makmur, jika digabungkan menjadi Depokrejo yang bisa diartikan Sebuah Padepokan yang Makmur.

2. Profil Desa atau letak geografis2

Letak Geografis Desa Depokrejo terletak di 7'41'57' Ls dan 109'40'40' BT. Secara topografis terletak pada ketinggian 17 m diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 120 H2 terdiri dari tanah basah 96 H2 dan tanah darat 24 H2. 

3. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk yang berada di Desa Depokrejo yaitu 3.562 penduduk jiwa, dengan rincian yang berjenis kelamin perempuan 1.789 orang dan berjenis kelamin laki-laki 1.773 orang. Kehidupan keagamaan desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen berjalan dengan baik dengan kegiaatnnya berbagai kegiatan keagamaan yang bertujuan untuk pembinaan mental dan moral masyararakat. Berbagai kegiatan kerohanian berjalan seperti Al-banjari, majelis Ta'lim, semaan Qur'an di masjid, sholat berjamaah, yasinan, tahlilan, pengajian, halal bihalal, dan lain-lainnya. Kegiatan adat yang masih tetap dilaksanakan sampai saat ini adalah upacara adat pernikahan, upacara adat kelahiran, upacara adat kematian, upacara adat bangun rumah.

B. Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan di Desa Depokrejo Kecamatan

Kebumen Kabupaten Kebumen

1. Sejarah Tentang Nyadran Dalam Pernikahan

Tradisi nyadran merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang sudah meninggal dan seiring berjalannya waktu mengalami proses perkembangan budaya sehingga menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya. Tradisi nyadran ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen. Perbedaan yang terjadi dimasyarakat sekarang dan dahulu adalah masyarakat dahulu dalam melakukan tradisi nyadran ini benar-benar totalitas dalam mempersiapkan dan melakukan tradisi ini sedangkan masyarakat yang sekarang ada yang meringankan dengan alasan mau mengundang orang banyak atau sedikit untuk mengikuti prosesi nyadran yang dilanjutkan dengan kenduri itu sama aja karena niatnya mengundang orang untuk mengikuti prosesi nyadran. Masyarakat di desa Depokrejo ini tidak bisa dibantah lagi mengenai kepercayaan terhadap makhluk gaib yang sangat kental.

2. Pelaksanaan Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Trdisi nyadran dalam pernikahan ini dilakukan oleh orang tua calon pengantin beserta kedua calon pengantin. Sebelum melakukan tradisi nyadran, orang yang punya hajat membuat caosan terlebih dahulu. Caosan sendiri sebagai media pelengkap dalam pelaksanaan kenduri yang diletakkan di dalam takir dan disatukan dalam ancak. Takir merupakan tempat yang terbuat dari daun pisang yang dibentuk menjadi kotak yang digunakan untuk meletakkan bahan makanan dan bahan lainnya yang akan digunakan untuk caosan. Tahap-Tahap dalam melakukan tradisi nyadran sebelum pernikahan yang pertama, yaitu mendatangi sesepuh, Kedua, Menyediakan caosan yang ditentukan oleh sesepuh yang diletakkan di takir. Caosan tersebut sebagai media pelengkap. Ketiga, melakukan ziarah kubur yang diikuti oleh kedua calon pengantin, orang tua dan sesepuh yang dipercayainya untuk memimpin ziarah dengan membawa bunga. Tujuan ke makam yaitu meminta restu ke leluhur, orang tua atau simbah yang sudah meninggal agar pernikahannya dilancarkan. Keempat, setelah selesai mengirim doa dan meminta restu, baru melakukan tabur bunga diatas maqam. Kelima, Mengundang tetangga sekitar rumah atau saudara dekat untuk datang kerumah mengikuti serangkaian prosesi nyadran dilanjutkan dengan kenduri. Caosan yang sudah disiapkan kemudiaan diletakkan di tengah-tengah orang yang hadir dengan membacakan ujub (niat) oleh sesepuh yang hadir. Dilanjut pembacaan tahlil dan doa. Pelaksanaan nyadran dalam pernikahan ini, setiap caosan itu berbeda beda sesuai dengan sesepuh yang mengarahkanya. Dalam penyediaan caosan ada yang menyediakan 10 macam caosan, ada yang 15 macam caosan. Itu semua dikarenakan setiap sesepuh desa mempunyai pemahaman yang berbeda beda, biasanya pemahaman itu muncul sesuai dengan ajaran sesepuh sebelumnya. Jadi, mengenai caosan dalam tradisi nyadran pernikahan ini berbeda beda.

3. Tujuan Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Tradisi nyadran dalam pernikahan ini memiliki tujuan yang berbeda beda dari setiap orang yang melaksanakannya dan itu dapat dipengaruhi dari pemahaman yang didapatkan masyarakat tentang asal usul tradisi nyadran ataupun cerita-cerita yang berkembang dimasyarakat. tujuan yang berbeda ada satu tujuan yang sama yaitu melestarikan tradisi sebagai wujud untuk menghormati leluhur, mengusahakan untuk tetap ada, hidup dan berkembang dimasyarakat. Tradisi ada sebagai tradisi yang tidak diremehkan, tidak dilakukan dengan kata sekedar namun juga dimengerti makna-makna yang terkandung didalamnya, hidup berarti terus diajarkan kepada anak cucu agar tidak hilang dan mati. Tradisi sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia.

4. Pandangan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Tentang Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Pelaksanaan tradisi ini diartikan sebagai sedekah, sedekah kepada manusia. Sedekah kepada manusia diartikan setiap pelaksanaan tradisi ini juga memberikan makanan kepada orang yang mengikuti kenduri dalam prosesi tradisi nyadran dalam pernikahan dan caosan atau media pelengkap yang digunakan itu tadi, apabila tersisa harus dibagikan ke orang atau dibuang, karena caosan tadi yang diperlukan untuk tradisi tidak boleh diambil lagi oleh yang punya hajat. Sedekah ke sesama manusia sebagai wujud syukur kepada Allah karena telah memberikan nikmat kepada makhluknya salah satunya diberikan waras sehat, pekerjaan, melihat anaknya mau menikah, dan lain sebagainya. Menurut pendapat bapak sukiyono, melakukan tradisi nyadran itu sebenarnya karena budaya. Menghormati kebudyaan leluhur bukan perkara takut akan terjadi sesuatu, tapi soal kebudayaannya orang sini ketika akan melangsungkan acara hajatan pernikahan misalnya mereka melakukan kebiasaan nyadran ini. Ke makam para sesepuh juga ke orang yang telah mbabat tanah jawa. Istilah mudahnya seperti ziarah ke makam wali-wali yang sama sekali tidak mengandung unsur mistik dan musyrik. Pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan ini tidak melanggar syariat Islam selama niat dan tujuannya benar. Justru dari tradisi ini menjadi media dakwah untuk bersedekah dan selalu bersyukur atas nikmat yang telah Allah Swt berikan, jika dihubungkan dengan keabsahan dari pernikahan itu sendiri tidak termasuk dalam rukun maupun syarat pernikahan tidak juga menjadi penghalang atau larangan dari perkawinan karena pelaksanaannya tetap meminta kepada Allah. Namun, jika pemahaman dan niatnya keliru meminta kepada selain Allah, akan ada ketidak sesuaian dengan tujuan perkawinan yaitu untuk beribadah kepada Allah dan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekalberdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa sedangkan perkawinannya tetap sah.

BAB III

TINJAUAN 'URF TERHADAP TRADISI NYADRAN DALAM PERNIKAHAN DI DESA DEPOKREJO KECAMATAN KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN

A. Pelaksanaan Tradisi Nyadran dalam Pernikahan di Desa Depokrejo

Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen

Tradisi nyadran merupakan tradisi atas dasar naluri nenek moyang terdahulu yang secara terus menerus dilaksanakan oleh masyarakat Desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen sehingga menjadi tradisi yang turun menurun. Tradisi nyadran merupakan tradisi yang masih dilestarikan di desa Depokrejo sebagai warisan para leluhur kepada keturunannya sebagai simbol kesyukuran atas nikmat yang telah diberikan dari Allah swt. Pelaksanaan tradisi nyadran di desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen merupakan wujud rasa syukur dari masyarakat kepada leluhur yang dulu telah membuka lahan baru disini sebagai cikal bakal terbentuknya masyarakat, dimana di desa Depokrejo ini dulunya berupa hutan. Praktik pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan ini dilakukan oleh orang tua calon pengantin beserta kedua calon pengantin. Tradisi ini dilakukan satu hari sebelum pernikahan dilaksanakan. Tradisi nyadran dalam pernikahan, puncaknya itu melaksanakan kenduri yang dilakukan dirumah calon pengantin. Sebelum mengadakan kenduri harus menyediakan caosan yang diletakkan didalam takir terlebih dahulu. Caosan ini sebagai media pelengkap. Caosan ini diantaranya ada brem, kerupuk, gula jawa, gula batu, telor, gendoang, iwak ati rempela, kembang telon, air putih, godong tawa, kerambil, beras, duit, rokok menyan, ampo, jenang abang. Tradisi nyadran dalam pernikahan merupakan kesepakatan warga untuk tetap dilestarikan hingga saat ini. Tolong menolong dalam menyiapkan caosan dan menemani dalam pelaksanaan kenduri selalu tergambar dalam pelaksanaan tradisi ini. Dari hal tersebut tergambar bahwa masyarakat setempat tidak merasakan keberatan kalau tradisi ini terus dilakukan. 

Ketika praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan dikaitkan dengan pernikahan, maka praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan pada dasarnya tidak berpengaruh kepada sah tidaknya sebuah pernikahan. Karena, pada hakikatnya sah dan tidaknya suatu pernikahan ditentukan oleh rukun dan syarat pernikahan. Dimana didalam rukun dan syarat pernikahan disebutkan tidak harus melakukan praktek pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan. Tradisi yang dilakukan dengan tujuan untuk melestarikan tradisi dan berdo'a dengan niat meminta kepada Allah Swt. maka tradisi nyadran dalam pernikahan tetap sejalan dengan tujuan hukum perkawinan. Namun, apabila tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta keselamatan, kelancaran dalam melakukan pernikahan dan keberkahan kepada makhluk gaib maka tidak sejalan dengan tujuan yang disebutkan dalam undangundang perkawinan yaitu tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa karena adanya kerusakan aqidah dan kepercayaan.

Pernikahan yang dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun syarat dan rukun pernikahan memenuhi syariat Islam adalah berikut ini : Rukun pernikahan yang harus terpenuhi ialah: Adanya calon mempelai laki-laki,Adanya calon mempelai perempuan, Adanya wali dari pihak perempuan yang akan mengakadkan pernikahan, Adanya dua orang saksi, & Adanya ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh mempelai laki-laki.

B. Tinjauan 'Urf Terhadap Tradisi Nyadran Dalam Pernikahan

Hukum adat pernikahan merupakan hukum yang tidak tertulis dalam perundang-undangan, namun hukum adat pernikahan ini sering dipegang masyarakat dan dijadikan hukum yang kuat dalam mengatur pelaksanaan pernikahan. kebiasaan masyarakat dalam menyikapi hal-hal yang sudah pernah terjadi untuk dijadikan dasar patokan disebut dengan titen (niteni). Di dalam Islam sendiri adat kepercayaan atau adat yang berupa tradisi nyadran dalam pernikahan ini disebut dengan 'Urf, yang artinya sesuatu yang diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan oleh masyarakat, baik perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang ditinggalkan. 

1. Dilihat dari tujuan

Tradisi nyadran dalam pernikahan ini tujuannya sedekah sesama manusia, meminta kelancaran, meminta keselamatan, meminta keberkahan, kesejahteraan dan kesehatan selama tujuan ini tetap menuju kepada Allah akan menjadi 'Urf Shohih, 'Urf Shohih menurut Abdul Wahab Khallaf merupakan apa yang saling diketahui orang, tidak menyalahi dalil syariat, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib hal ini sejalan dengan tujuan masyarakat desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabuupaten Kebumen tentang pelaksanaan tradisi nyadran dalam pernikahan.

2. Dilihat dari kepercayaan masyarakat

Dilihat dari hasil wawancara dengan masyarakat desa Depokrejo, praktik tradisi nyadran dalam pernikahan ini masuk ke dalam 'Urf Shahih, karena banyaknya sosialisasi agama dan pengetahuan yang masuk dan diterima oleh masyarakat desa Depokrejo menjadikan adanya perubahan kepercayaan masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa Depokrejo mempercayai tradisi nyadran dalam pernikahan ini hanya sebatas sebagai tradisi yang perlu dilestarikan untuk do'a, niat dan tujuannya dikembalikan ke pencipta yaitu Allah SWT. Maka ini dikatakan 'Urf Shohih, karena adat ini merupakan kebiasaan yang benar artinya suatu hal yang baik yang menjadi kebiasaan di masyarakat.

BAB IV

PENUTUP

Dari seluruh pembahasan yang telah dikemukakan, penulis pada akhirnya mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Praktik dalam melakukan tradisi nyadran sebelum melakukan akad nikah di desa Depokrejo Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen memiliki tujuan dalam sebuah tradisi yang dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan dan memiliki makna tersendiri setiap caosan yang disediakan pada saat kenduri,dimana tradisi tersebut dilakukan dengan mendatangi sesepuh yang dipercaya dan paham mengenai tradisi nyadran dalam pernikahan, lalu menyediakan caosan yang sudah ditentukan oleh sesepuh yang diletakkan didalam takir, setelah itu ke makam para leluhur/orang tua/simbah untuk meminta pangestu. Selanjutnya dilakukannya kenduri di rumah calon pengantin. Sebelum dimulai acaranya, yang punya hajat meletakkan caosan ditengah-tengah orang yang hadir dengan membaca niat yang dipimpin oleh sesepuh yang hadir. Dalam pelaksanaan tradisi nyadran menggunakan caosan yang terdiri dari kembang telon, beras, iwak ati rempela dan lain sebagainya itu hanya sebagai media pelengkap saja, tradisi ini dilakukan oleh masyarakat desa Depokrejo karena sebagai ucapan rasa syukur nikmat yang sudah diberikan dari sang pencipta. Selain itu juga bertujuan untuk memberikan sedekah atas apa yang Allah Swt. berikan dan semata mata untuk menghormati para leluhur dan menjunjung tinggi tradisi yang ada.

2. Tinjauan 'Urf terhadap tujuan tradisi nyadran dalam pernikahan yang ada di desa Depokrejo ini tidak bertentangan dengan al-qur'an dan hadist. Tradsi nyadran dalam pernikahan ini dapat dikatakan sebagai 'Urf Shahih dilihat dari kepercayaan yang dibangun tetap percaya dan meminta kepada Allah Swt. Selain itu juga, tradisi nyadran dalam pernikahan ini jika dilihat dari segi tujuannya juga termasuk ke dalam 'Urf Shahih. Karena tujuan dari tradisi nyadran dalam pernikahan yaitu sedekah, sedekah sesama manusia. 

D. Rencana Skripsi yang akan ditulis 

 Saya memiliki rencana untuk mengajukan skripsi dengan judul "dampak psikolog anak dalam pernikahan beda agama" Karena Pernikahan beda agama dapat memberikan dampak psikologis yang signifikan pada anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut. Salah satu dampak utama adalah kebingungan identitas. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda mungkin merasa bingung mengenai identitas keagamaan mereka sendiri. Mereka mungkin mengalami kesulitan untuk menentukan apakah mereka harus mengikuti agama ibu atau ayah, atau mungkin merasa tertekan untuk memilih salah satu agama ketika mereka dewasa nanti. Kebingungan identitas ini dapat mengarah pada perasaan cemas, terisolasi, atau bahkan konflik internal yang mendalam, yang bisa memengaruhi kesejahteraan mental mereka secara keseluruhan.

Selain itu, anak-anak dari pernikahan beda agama juga mungkin menghadapi tantangan dalam integrasi sosial. Masyarakat yang masih sering kali memandang pernikahan beda agama dengan stigma atau prasangka dapat membuat anak-anak merasa terasingkan atau kurang diterima di lingkungan sosial mereka. Mereka mungkin menghadapi diskriminasi atau penolakan dari kelompok sebaya atau komunitas keagamaan, yang dapat mengakibatkan perasaan rendah diri dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dengan orang lain. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dalam pernikahan beda agama untuk menyediakan dukungan emosional yang kuat dan membangun lingkungan yang inklusif serta memahami untuk membantu anak-anak mereka mengatasi tantangan-tantangan ini.

#hukumperdataislamdiindonesia

#uinsurakarta

#prodiHKI

#muhammadjulijanto

#fasyauinsaidsurakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun