Jadi, sementara perjuangan pengurangan jam kerja sudah masif dan berhasil (setidaknya sampai tingkat tertentu), saya pikir kaum pekerja seharusnya juga sadar bahwa hidup mereka - dalam konteks dunia sekarang yang begitu sibuk - bergantung pada waktu luang mereka.
Itu mungkin agak retorik, tapi saya cukup serius tentangnya. Bagaimanapun, kapitalisme mau kita semua, bukan hanya buruh, untuk bekerja sampai mati. Hari Buruh seharusnya menjadi tanda, baik literal maupun metaforis, untuk mengambil kembali waktu luang kita.
Sebuah negara hanya sebaik para pekerjanya, dan para pekerja tersebut harus diberi waktu dan ruang untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran mereka. Ini sama pentingnya dengan perlakuan adil, keselamatan kerja, dan upah yang lebih tinggi.
Demikianlah, pada Hari Buruh ini, setelah acara bakar-bakaran selesai dan kita pulang dari pantai, mari kita bicarakan semua itu. Kalau perlu, kita mulai lagi dari awal. Hanya itu atau kita mati. Minggu baru, tujuan baru!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H