Dan yang terpenting: secukupnya. Itulah esensi dasar dari media sosial. Juga demikianlah Anda terhindar dari FOMO terhadap media sosial.
5. Kembali menuju esensi dari kehidupan
Tanyakan pada diri Anda: Apa itu hidup? Apa yang harus dilakukan dengan hidup? Apakah jumlah like/love di media sosial berpengaruh terhadap kualitas kehidupan Anda?
Apa yang Tuhan inginkan dari kita? Apa yang menjadi patokan bahwa kita ini adalah manusia dan bukannya hewan? Seberapa jauh media sosial membantu kita menuju kehidupan yang sesungguhnya?
Satu catatan penting di sini adalah, melakukan interaksi sosial secara nyata dan bukan sekadar menggerakkan jempol untuk mengobrol dengan orang lain sembari rebahan di ranjang yang empuk.
Jika Anda merasa cemas ketika melewatkan sesuatu di media sosial, mengapa Anda tidak merasa resah ketika melewatkan banyak keajaiban dunia yang tidak mungkin Anda lihat di media sosial?
Pergilah, di luar begitu indah. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Jadi nikmatilah! Hiduplah!
6. Pahami bahwa kita selalu melewatkan sesuatu
Cara untuk keluar dari perasaan FOMO adalah dengan mulai membunuh fantasi-fantasi yang Anda biarkan mengatur pengambilan keputusan Anda.
Jika FOMO mendorong kita untuk merasa cemas saat melewatkan sesuatu, ketahuilah, kita memang selalu melewatkan sesuatu.
Dan itu (sangat) tidak apa-apa. Hidup memang berjalan demikian.
Kita selalu berhadapan dengan pilihan setiap saat. Ketika Anda memilih A, berarti Anda melewatkan B. Itu normal. Tapi FOMO telah membuatnya begitu buruk.
FOMO membuat kita mendasarkan pilihan pada apa yang dibayangkan. Kita melihat segala sesuatu begitu seksi di media sosial. Ada sebuah foto pantai yang begitu elok di sana.