Saya pribadi mulai menghabiskan waktu luang untuk membaca buku; sesuatu yang selama ini saya benci. Karena saya percaya, untuk menemukan sesuatu yang kita cintai, kita harus mencarinya di antara hal-hal yang kita benci.
Dan ini benar-benar efektif. Saya bisa tenggelam ke dalam dunia sang penulis hingga melupakan apa yang saya lewatkan di media sosial.
4. Menjadi "kucing" media sosial
Ada perbedaan yang mendasar dari sifat kucing dan anjing (sepanjang yang saya ketahui).
Anjing tidak datang kepada kita memohon untuk tinggal bersama, tapi kitalah yang menjinakkan mereka. Mereka telah dibesarkan untuk menjadi penurut. Mereka mengikuti pelatihan dan mereka mudah ditebak.
Mereka bekerja untuk kita. Sangat menyenangkan bahwa mereka setia dan dapat diandalkan.
Kucing berbeda. Mereka datang dan sebagian menjinakkan diri. Mereka tidak bisa diprediksi.
Jika Anda mendekatkan wajah ke anjing peliharaan Anda, mungkin dia akan menjilat pipi Anda. Tapi jika Anda melakukannya ke kucing, pipi Anda mungkin akan habis dicakar.
Atau jika Anda punya pertunjukan sirkus, anjing akan melewati berbagai rintangan sesuai arahan Anda. Sedangkan kucing, dia akan membuat keputusan sendiri; mungkin hanya duduk menjilati bulu atau berjalan ke penonton.
Apa yang saya maksud di sini adalah, jangan menjadi "anjing" dari media sosial. Dengan kata lain, jangan menjadikan media sosial sebagai majikan Anda, dan kemudian Anda menuruti segala rayuannya seakan-akan Anda adalah anjing peliharaan.
Tapi, saya menyarankan Anda untuk menjadi "kucing" dari media sosial. Itu berarti, kita kembali menuju hakikat atau esensi dasar dari media sosial, yaitu sebagai alat komunikasi jarak jauh.
Tidak melebih-lebihkan dan tidak mengurang-ngurangi. Kita harus menjadi "majikan" dari media sosial itu sendiri. Kita punya pilihan untuk menggunakannya atau tidak. Kita diberikan pilihan untuk memanfaatkannya atau tidak.