Ayyara Maheswari sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah. Ia pulang sendirian seperti yang sering ia lakukan. Dengan perasaan kesal dan marah, ia memandang orang-orang yang dilewatinya dengan tajam, penuh dendam. Hinaan dari teman-temannya tadi di sekolah tampak memengaruhi Ayya dalam memandang sekitar.
Dengan kaki palsunya di sebelah kiri itu, Ayya sama sekali tak menghargai lagi kehidupannya sendiri. Dunia adalah tempat yang ambyar. Manusia adalah makhluk yang menjengkelkan, pikirnya. Dan itu berarti dirinya sendiri juga makhluk yang menjengkelkan. Bagaimana rasanya bisa mencintai diri sendiri?
Sesampainya di gerbang rumah, Ayya melihat kotak surat terbuka dan segera memeriksanya. Di sana tertulis alamat "Teruntuk Ayyara Maheswari, Putri Kesayanganku". Ayya sudah tahu bahwa itu surat dari ayahnya yang bekerja sebagai pelaut. Tak ada waktu pasti kapan ayah pulang. Dia sangat suka memberi kejutan!
Dengan surat di tangannya, perlahan Ayya menuju pintu rumah. Dan seperti yang Ayya duga, di rumah tidak ada siapa-siapa. Ibu sangat sibuk bekerja belakangan ini. Tidak, ibu sibuk bekerja sepanjang waktu. Ayya sudah terbiasa dengan itu.
Ayya berjalan menuju kamarnya di lantai atas sembari menyeret tas sekolah sepanjang lantai. Di sana, tergantung sebuah cermin usang di salah satu sisi dinding yang dulu nenek berikan pada Ayya. Cermin itu tak terlalu kuno; Ayya menyukainya. Bagaimana pun, ini cermin yang besar, cukup untuk melihat diri sendiri secara utuh.
Dia melemparkan tasnya ke ranjang, segera berdiri di depan cermin usang itu. Dia melihat seorang gadis berumur 14 tahun yang berdiri kepayahan dengan "kaki besi" di sebelah kiri, rambutnya yang lurus sedikit pirang bak bidadari, matanya biru bersinar bagaikan The Winston Blue Diamond, mulutnya sedikit tipis dan pink, hidungnya tak kalah menawan.
Aneh, pikir Ayya. Orang-orang menuntut kesempurnaan. Apakah kita tahu bagaimana definisi sesungguhnya dari kesempurnaan?
Betapa terkejutnya Ayya bahwa gadis yang sedang ia tatap itu mengedipkan kedua matanya. Bagaimana mungkin seseorang melihat bayangannya sendiri sedang berkedip di dalam cermin?
"Nenek tidak memberitahuku bahwa ini adalah cermin sihir," gerutu Ayya.
Ayya berusaha melupakan itu. Sekarang dia kembali menatap tajam bayangannya sendiri.
"Bukankah hidup sangat tidak adil?" tanya Ayya pada bayangannya sendiri.