Bayangannya terus bicara seolah-olah tak mendengar perkataan Ayya itu.
"Malaikat dan manusia sama-sama punya ruh dan akal yang diciptakan Tuhan. Tapi, manusia juga punya badan yang tumbuh. Kau tumbuh dan berkembang seperti tanaman dan hewan."
"Dan sekarang kamu menyamakanku dengan tanaman?"
Lagi-lagi bayangannya itu tidak memedulikan perkataan Ayya. Ia melanjutkan, "Semua tanaman dan hewan memulai hidup mereka sebagai benih atau sel mungil. Mula-mula mereka sangat serupa hingga kamu tak bisa membedakan mereka. Bisakah kamu membedakan antara embrio babi dan embrio manusia? Atau membedakan antara benih yang satu dengan yang lain?"
"Aku ragu."
"Ya, tapi kemudian, benih-benih mungil perlahan tumbuh dan menjelma menjadi segala macam tanaman, mulai dari semak berry merah dan pohon plum sampai manusia dan jerapah. Butuh waktu berhari-hari sebelum kamu bisa melihat perbedaan antara embrio manusia dan embrio babi."
"Tak diberitahu pun, aku sudah mengetahuinya."
"Bagus kalau begitu. Tapi, tak ada dua manusia yang benar-benar sama, begitu juga babi. Bahkan, di seluruh dunia, tak ada dua helai rumput yang identik."
Ayya terdiam sejenak. "Sudah kubilang, aku tidak suka disamakan dengan hewan," ulang Ayya.
Bayangannya itu kini mulai berdiri. Perlahan menghampiri Ayya dan duduk bersama di samping Ayya. Mereka sama-sama menghadap cermin.
"Kamu adalah hewan dengan ruh malaikat, Ayya. Itu berarti, kamu dianugerahi hal-hal terbaik dari dua dunia. Tidakkah itu luar biasa?"