“Kamu tanya kenapa? Bukankah untuk sekedar berjalan di depan gedung-gedung itu, orang-orangnya melempari kita dengan sampah-sampah yang ada di tangan mereka? Bahkan ketika kita ingin memungut sampah itu, mereka meludahinya? Kamu masih mau tanya kenapa?”
“Sebenci itukah kamu ke mereka?”
“Sudahlah. Pagi akan segera datang. Mari kita pulang.”
“Tidak. Aku akan tetap di sini.”
“Ya sudah. Terserah kamu.”
***
“Pergi anak sialan!!! ” suara khas mengusik gendang telinga Lia. Itu merupakan bentakan yang kesekian ribu kalinya ia dapat.
Ribuan bentakan sebelumnya dianggap Lia sebagai hal biasa. Sebab Ayahnya disegani dan dikenal sebagai pemarah di kampong itu.
Namun kali ini ia harus menerima kenyataan, bahwa ayahnya memang serius menyuruhnya pergi.
“Aku nggak mau pergi. Aku ingin tetap di sini. Aku tidak peduli ayah terus memarahiku. Asalkan jangan menyuruhku pergi dari tempat ini.”
“Kamu harus tetap pergi. Bereskan pakaianmu. Aku berangkat sekarang. Setelah aku pulang, kamu tidak boleh lagi ada di tempat ini.”