Mohon tunggu...
Muh Fahrurozi
Muh Fahrurozi Mohon Tunggu... Human Resources - Penikmat Kopi

Hanya manusia biasa yang ingin mati dengan damai, sebab hidup adalah proses panjang dari bagaimana cara kita mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kalung Merah Darah

8 Juli 2019   23:13 Diperbarui: 8 Juli 2019   23:53 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ilustrasi | Sumber: Aliexpress

“Kamu tanya kenapa? Bukankah untuk sekedar berjalan di depan gedung-gedung itu, orang-orangnya melempari kita dengan sampah-sampah yang ada di tangan mereka? Bahkan ketika kita ingin memungut sampah itu, mereka meludahinya? Kamu masih mau tanya kenapa?”

“Sebenci itukah kamu ke mereka?”

“Sudahlah. Pagi akan segera datang. Mari kita pulang.”

“Tidak. Aku akan tetap di sini.”

“Ya sudah. Terserah kamu.”

***

“Pergi anak sialan!!! ” suara khas mengusik gendang telinga Lia. Itu merupakan bentakan yang kesekian ribu kalinya ia dapat.

Ribuan bentakan sebelumnya dianggap Lia sebagai hal biasa. Sebab Ayahnya disegani dan dikenal sebagai pemarah di kampong itu.

Namun kali ini ia harus menerima kenyataan, bahwa ayahnya memang serius menyuruhnya pergi.

“Aku nggak mau pergi. Aku ingin tetap di sini. Aku tidak peduli ayah terus memarahiku. Asalkan jangan menyuruhku pergi dari tempat ini.”

“Kamu harus tetap pergi. Bereskan pakaianmu. Aku berangkat sekarang. Setelah aku pulang, kamu tidak boleh lagi ada di tempat ini.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun