Selama beberapa minggu berikutnya, Raihan berlatih lebih keras dari sebelumnya. Setiap hari, dia bangun lebih pagi, berlari keliling lapangan sebelum latihan dimulai, dan melakukan latihan tambahan di sore hari. Dia tahu bahwa untuk bertahan dan bersaing di tim utama, dia harus memberikan yang terbaik.
Namun, dengan meningkatnya tekanan, Raihan mulai merasa cemas. Dia merasa seperti semua mata tertuju padanya, dan dia khawatir tidak bisa memenuhi ekspektasi yang tinggi. Dalam latihan, dia sering kali mengalami kesalahan kecil yang membuatnya merasa frustasi. Suatu hari, setelah latihan yang melelahkan, Raihan duduk sendirian di pinggir lapangan, mengawasi rekan-rekannya berlatih.
Saat ia merenung, Liam, salah satu teman dekatnya di akademi, mendekatinya. "Hey, Raihan! Kenapa kamu terlihat murung?" tanya Liam sambil duduk di sebelahnya.
"Entahlah, Liam. Aku merasa tekanan ini sangat berat. Aku tidak ingin mengecewakan pelatih dan teman-temanku," jawab Raihan dengan nada putus asa.
Liam tersenyum dan mengangkat bahu. "Ingat, kita semua di sini untuk belajar dan berkembang. Kesalahan adalah bagian dari proses. Jangan biarkan ketakutan mengalahkanmu."
Kata-kata Liam menggugah semangat Raihan. Dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam perjalanan ini, dan setiap pemain, termasuk dirinya, pasti pernah mengalami kegagalan. Dengan semangat baru, Raihan bertekad untuk menghadapi tantangan dengan sikap positif.
Ketika waktu turnamen semakin dekat, Raihan merasakan semangat timnya mulai meningkat. Mereka semua bekerja keras, berlatih bersama, dan mendukung satu sama lain. Setiap sore, mereka mengadakan sesi latihan tambahan untuk meningkatkan kekompakan tim. Raihan mulai merasa lebih percaya diri dan merasakan kebersamaan yang kuat dengan teman-teman satu timnya.
Hari turnamen pun tiba. Raihan dan timnya berkumpul di lapangan sebelum pertandingan, dan pelatih memberikan pengarahan. "Ingat, kita datang ke sini untuk menunjukkan siapa kita. Mainkan dengan hati, dukung satu sama lain, dan nikmati setiap detiknya!" kata pelatih dengan semangat.
Saat pertandingan pertama dimulai, Raihan merasakan adrenalin mengalir dalam tubuhnya. Dia berlari di lapangan dengan semangat yang membara. Dalam pertandingan itu, dia berhasil mencetak dua gol, dan timnya meraih kemenangan. Sorakan dari penonton dan teman-temannya membuat jantungnya berdebar kencang. Raihan merasa seolah-olah semua keraguan dan ketakutannya telah sirna.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Pada pertandingan semifinal, Raihan mengalami cedera saat mencoba merebut bola dari pemain lawan. Dia terjatuh dan merasakan sakit yang tajam di pergelangan kakinya. Tim medis segera membawanya ke pinggir lapangan, dan Raihan merasakan panik mulai menyelimuti hatinya.
Setelah diperiksa, dokter memberi tahu bahwa Raihan mengalami sprain pergelangan kaki. "Kamu harus istirahat, Raihan. Jangan memaksakan diri untuk bermain lagi," kata dokter dengan tegas.