Abinya terlihat ragu. "Anakku, sepak bola itu sulit. Pendidikanmu juga penting. Kami tidak bisa menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak pasti," jawabnya.
Namun, uminya lebih mendukung. "Kita bisa mencoba, tetapi kamu harus tetap fokus pada sekolah. Jika kamu benar-benar serius, kami akan membantu," katanya, menggenggam tangan Raihan dengan penuh kasih.
Dengan semangat baru, Raihan mulai mencari informasi tentang sekolah sepak bola di kota. Dia menemukan bahwa ada sebuah akademi sepak bola terkenal yang menerima murid-murid berbakat dari seluruh negeri. Raihan tahu bahwa untuk masuk ke akademi tersebut, dia harus menghadapi berbagai tes ketat.
Dalam beberapa bulan berikutnya, Raihan bekerja keras. Setiap pagi sebelum sekolah, dia berlatih di lapangan, dan setiap malam dia menyisihkan waktu untuk memperbaiki tekniknya. Dia berlari lebih cepat, berlatih dribbling, dan belajar berbagai trik dari video pemain terkenal. Dia bahkan membuat catatan tentang teknik-teknik yang dia lihat.
Akhirnya, hari tes akademi pun tiba. Raihan merasa campur aduk antara gugup dan bersemangat. Dia naik bus menuju kota, melihat bangunan tinggi dan keramaian yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Saat tiba di akademi, suasana di sana sangat berbeda. Lapangan hijau yang luas, peralatan modern, dan anak-anak muda yang juga memiliki impian besar seperti dirinya.
Raihan mendaftar dan mengikuti serangkaian tes fisik dan teknis. Dia berusaha tampil sebaik mungkin, menggiring bola dengan cepat dan menghindari setiap rintangan yang ada. Para pelatih memperhatikan dengan seksama, dan Raihan merasa semakin percaya diri.
Setelah berjam-jam berlalu, akhirnya pengumuman hasil pun tiba. Jantung Raihan berdebar kencang ketika namanya disebut sebagai salah satu peserta yang diterima. Air mata kebahagiaan mengalir di pipinya saat dia menyadari bahwa impiannya mulai terwujud.
Raihan pulang ke desa dengan semangat yang membara. Dia mengundang teman-teman dan keluarganya untuk merayakan keberhasilannya. "Ini baru permulaan! Aku akan berjuang lebih keras lagi!" teriaknya penuh semangat.
Namun, perjalanan baru itu bukan tanpa tantangan. Di akademi, Raihan harus beradaptasi dengan lingkungan yang sangat kompetitif. Setiap hari, dia berlatih lebih keras daripada sebelumnya, berhadapan dengan banyak pemain berbakat dari seluruh penjuru negeri. Dia mengalami masa-masa sulit, kadang merasa tertekan dan cemas akan kemampuannya.
Suatu malam, setelah latihan yang melelahkan, Raihan merasa frustasi. Dia duduk sendirian di lapangan, memandangi langit yang berbintang. Dalam keheningan, dia mengingat kembali semua pengorbanan yang telah dilakukan---waktu yang dihabiskan berlatih, ketidakpastian yang dihadapi, dan dukungan keluarganya. Dia menyadari bahwa semua itu adalah bagian dari perjalanan menuju impian.
Raihan kemudian bertekad untuk tidak menyerah. Dia mulai memperbaiki pola latihannya, meminta masukan dari pelatih, dan berusaha lebih disiplin. Setiap kesalahan dianggap sebagai pelajaran berharga, dan setiap kemenangan kecil dipandang sebagai langkah menuju tujuan yang lebih besar.