Mohon tunggu...
Mudrikah Aladawiyah
Mudrikah Aladawiyah Mohon Tunggu... -

Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Allah

14 Februari 2016   11:37 Diperbarui: 14 Februari 2016   11:37 8335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Allah tidak membebankan taklif di luar batas kemampuan manusia

Masalah lain yang berkenaan dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Allah adalah apakah mungkin Dia membebankan taklif yang tidak dapat dilaksanakan manusia? Jawaban terhadap asalah tersebut sebenarnya dapat dijumpai dalam Al qur’an dalam al a’raf (7): 42:

úïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# w ß#Ïk=s3çR $²¡øÿtR wÎ) !$ygyèóãr Í´¯»s9'ré& Ü=»ptõ¾r& Ïp¨Zpgø:$# ( öNèd $pkÏù tbrà$Î#»yz ÇÍËÈ

42. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka Itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.

Meskipun makna lahir kedua ayat diatas sudah jelas menunjukkan bahwa Allah tidak akan membebankan taklif kepada manusia diluar batas kemampuannya, para teolog Islam tetap berbeda pendapat tentang masalah tersebut. Hal itu disebabkan para teolog lebih mengutamakan konsep teologi yang dianut oleh aliran mereka sendiri daripada penegasan dari nash nash al qur’an.

Berkenaan dengan masalah taklif tersebut, Ridha’ juga telah mnegemukakan pendapatnya seperti yang terdapat pada penafsirannya terhadap ayat tersebut. Ketika menafsirkan surat al a’raf (7): 42, kami (Allah) tidak membebani seseorang, kecuali yang sesuai dengan kemampuannya. Ridho’ menafsirkan dengan: kami (Allah) tidak mewajibkan kepada mukallaf kecuali yang sesuai dengan kesanggupannya untuk melakukannya,yaitu dengan cara tidak memperkecil kemampuannya dan tidak mempersulit pelaksanaannya.

Dari penafsiran yang telah dikekmukakan Ridha’ diatas dapat disimpulkan bahwa menurut beliau, Allah tidaklah memberikan taklif syariat kepada hamba Nya diluar batas kemampuan mereka.

Apabila pendirian tersebut dibandingkan dengan pendirian dari aliran teologi Islam yang lain, pendirian tokoh pembaruan itu identik dengan pendirian aliran-aliran, seperti Mu’tazilah, Mathuridiyyah, dan Salafiyyah, tetapi bertentangan dengan pendirian aliran Asy’ariyyah. Para mufassir aliran Asy’ariyyah inilah yang dimaksud beliau did lama penafsirannya diatas dengan para mufassir yang mneyatakan bahwa Allah dapat saja membebankan taklif di luar batas kemampuan manusia untuk memikulinya.

Adanya persamaan pendirian tersebut dengan Mu’tazilah karna aliran itu juga mengatakan bahwa Allah tidak akan membebankan taklif di luar kemampuan manusia. Menurut Mu’tazilah, karena Allah adalah Allah yang maha Adil, Dia tidak akan membebankan taklif baik perintah  aupun larangan yang baik dapat dipikul manusia, sebab hal itu merupakan suatu keburukan (qabih). Padahal, Allah Mahasuci dari melakukan keburukan kepada hamba-hamba Nya.

 

Daftar pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun