48. Dan tidaklah kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan[474], Maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
[474] Mengadakan perbaikan berarti melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Dan Al a’raf (7): 28
#sÎ)ur (#qè=yèsù Zpt±Ås»sù (#qä9$s% $tRôy`ur !$pkön=tæ $tRuä!$t/#uä ª!$#ur $tRzsDr& $pkÍ5 3 ö@è% cÎ) ©!$# w âßDù't Ïä!$t±ósxÿø9$$Î/ ( tbqä9qà)s?r& n?tã «!$# $tB w cqßJn=÷ès? ÇËÑÈ
28. Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji[532], mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
[532] seperti: syirik, thawaf telanjang di sekeliling ka'bah dan sebagainya.
Ayat-ayat yang menurut harfiyahnya mengandung perbedaan antar keduanya itu telah menimbulkan banyaknya perbedaan pendapat di kalangan ulama kalam dalam menanggapi masalah apakah seseorang mendapatkan hidayah atau malah tersesat karena kehendak Allah yang mutlak ataukah karena kehendak dan perilakunya sendiri. Pendapat Rasyid Ridha’, seorang tokoh pembaruan Islam yang dipandang paling berhasil tentang masalah ini ialah dengan melihat dan melacak dadri penafsirannya terhadap ayat-ayat diatas, misalnya Surat Hud (11): 34
wur ö/ä3ãèxÿZt ûÓÅÕóÁçR ÷bÎ) Nur& ÷br& yx|ÁRr& öNä3s9 bÎ) tb%x. ª!$# ßÌã br& öNä3tÈqøóã 4 uqèd öNä3/u Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇÌÍÈ
34. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika Aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, dia adalah Allahmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan".
Berkenaan dengan maksud ayat diatas, Ridha mnejelaskan bahwa nasihat nabi Nuh tidak akan berguna untuk kaumnya kalau hanya ia yang menghendakinya. Nasihat nabi Nuh baru berguna jikalau Allah jugaa menghendakinya, sebab sudah menjadi sunnatullah yang dapat dibuktikan melalui berbagai pengalaman bahwa nasihat bisa terwujud apabila terdapat dua syarat, yakni orang yang member nasihat dan orang yang menerima nasihat. Orang-orang yang memiiliki kesiapan untuk menerima petunjuk dan bimbingan akan dapat menerima nasihat dengan mudah. Sebaliknya, orang-orang yang sudah terbiasa melakukan kesesatan dan keonaran atau sudah terbiasa menentang kebenaran dan mengikuti hawa nafsu yang menyebabkan tidak patuh kepada Allah, akan sulit menerima nasihat tersebut.