"Pahami lagi hak-hak istri, sehingga Antum bisa bersikap adil atas mereka. Dan tidak berlaku dzalim pada salah satunya. Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Â Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Satu lagi yang perlu Antum garis bawahi, bahwa sekalipun Antum berusaha untuk menjadi adil dalam pembagian materi, waktu dan perhatian. Antum tak akan pernah bisa adil dalam hal perasaan. Karena hati itu tidak pernah bisa netral, hati cenderung akan condong ke salah satu hal."
"Bahkan Antum tahu, sekelas Rasulullah saja lebih condong hatinya pada ibunda Khadijah dan Aisyah dibanding istri-istri Beliau yang lain. Hingga Beliau  menceraikannya sebagian karena takut tidak bisa berbuat adil. Dan katanya nanti laki-laki yang memiliki istri lebih dari seorang, dan tidak dapat bersikap adil pada salah satunya, kelak di hari kiamat akan dibangkitkan dengan bahu miring sebelah. Tsumma Naudzubillah."
Anan merenung. Seandainya ia menikah lagi, bisakah ia berlaku adil? Seberapa besar cinta yang bisa ia bagi untuk istri keduanya nanti.
Isshhh...
Kenapa tiba-tiba berpikir tentang istri kedua? Sebenarnya siapa perempuan yang diajukan Gischa untuk menjadi istri kedua. Darimana asalnya.. Dan kenapa Gischa bisa begitu yakin dan percaya pada perempuan yang akan menjadi madunya? Apa benar ada perempuan yang mau dijadikan madu..
"Banyak-banyaklah meminta petunjuk Allah. Karena istri itu amanah yang berat. Tahukah Antum siapa yang paling mudah menyeret suami ke neraka di akhirat nanti? Tidak lain dan tidak bukan adalah istri-istri dan anak-anaknya sendiri. Apa saja hak-hak istri dan anak yang tidak ditunaikan, itulah yang paling cepat menyeretnya. Jikalau seorang suami berlaku dzalim kepada istrinya di dunia, sama seperti ia telah berlaku dzalim pada dirinya sendiri di akhirat yang akan datang." Abah Hussain mengakhiri kalimatnya. Lalu pamit karena hendak mengantar bakso pesanan istrinya.
"Jangan lupa kalau Antum jadi menikah, saya diundang." Abah Hussain menggoda Anan yang masih menunduk, berusaha mencerna nasehat Abah Hissain yang terasa begitu dalam menghujam. 'Ya Allah, apakah aku tidak berlaku dzalim pada Gischa jika memutuskan menikah lagi? Tapi tidak mengabulkan keinginannua juga akan menyakitinya.' Anan mengentak-entakan kepalanya di dinding.
*
Dua bulan berlalu sejak pertemuan Lintang dengan Gischa pagi itu. Lintang mulai menyibukkan diri dengan  kegiatan barunya bersama Sitha membuka toko pakaian online.
Setiap hari Lintang mengecek emailnya dengan setia. Meneliti satu persatu email yang masuk, berharap ada kabar dari Remund. Tapi laki-laki itu seperti menguap, hilang tanpa bekas.
Berkali-kali Lintang menatap layar laptopnya, meneliti setiap huruf yang tertulis di sana, barangkali ada yang terlewat. Namun sesering itu pula ia kecewa tak menemukan apa yang dicari.