"Sempurna... Mas Anan pasti akan mencintai kamu," gumam Gischa, matanya berkaca-kaca.
"Kamu mau kan menikah dengan Mas Anan?"
Lintang menangkap kedua tangan Gischa, mendekap di dadanya. Perempuan mana yang tak cemburu membayangkan suaminya mencintai perempuan lain. Lintang tahu, Gischa meletakkan ketaatannya pada sang Rabb di atas segalanya, meski ia harus mengabaikan perasaannya. Gischa cuma ingin suaminya bahagia, apapun caranya.
Hati Lintang bergetar,  apa yang harus dilakukan? Mengabulkan permintaan Gischa artinya sama dengan menyakiti. Tapi tidak mengabulkan juga pasti Gischa akan kecewa karena Lintang tahu Gischa terlanjur mempercayainya dan meletakkan harapan  padanya. Sungguh perang batin yang tak mudah ditengahi. Lalu harus bagaimana..
"Lintang..," Gischa berbisik lembut.
"Berjanjilah untuk menerima Mas Anan sebagai suamimu. Mas Anan akan menjadi Imam yang akan membantu proses hijrahmu."
Lintang menatap mata sahabatnya lekat, ada harap yang tulus di sana. Lintang merasa matanya panas, tak sanggup ia membayangkan bagaimana perasaan Gischa ketika melihat dirinya bermesraan dengan suaminya. Pasti akan sakit.. Lintang tahu, sahabatnya itu mengorbankan perasaannya sendiri hanya untuk mendapatkan ridho Rabb-Nya. Batin Lintang terus berperang, ia menghela napas panjang.
"Maaf, aku masih butuh waktu." Â Kata-kata itu meluncur dari bibir Lintang yang gemetar. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk mengulur waktu, entah sampai kapan. Mungkin sampai ia bisa memenangkan peperangan yang berkecamuk riuh di batinnya
*