Mohon tunggu...
Moch Farid Muqorrobin
Moch Farid Muqorrobin Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Santri & Mahasiswa STAI Al-Anwar Sarang Rembang

Progam Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelabuhan Cerita Para Santri

18 Januari 2025   13:55 Diperbarui: 18 Januari 2025   13:55 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pelabuhan Cerita Para Santri"
Oleh: Moch Farid Muqorrobin

Malam itu Dimas datang dengan langkahnya yang gembira, Ya, datang di tempat biasa para santri kumpul tepat pada pukul 10:12 malam. Waktu itu adalah waktu untuk para santri lepas dari pusingnya, dari hiruk pikuk materi-materi kitab yang di ajarkan guru. Ketika bel sudah berbunyi berarti menandakan pukul 10:00 malam, yang menandakan jam belajar selesai. Thoriq, dan kawan-kawan pasti langsung bergegas mengembalikan kitab dan berkumpul di sebuah lorong.

"Eh ini lorong sepi amat ya?" Bagus yang langsung melontarkan keluhan, karena pada waktu itu, lorong yang biasa di buat kumpul hanya terdapat Bagus, Dimas, Haikal Dan Si Thoriq.

Biasanya terdapat 9 anak lebih yang ngumpul di tempat itu,

 "Yakan pada maen laptop, entah membuat tugas atau hanya scroll Instagram atau Facebook, biasalah, kalo punya laptop juga pasti begitu, tuh Syafiq dah punya laptop juga langsung ke bawah", Sahut Dimas mereka pakai bahasa Indonesia karena terbiasa ngobrol dengan anak yang berasal dari luar jawa.

"Lu jangan kaya gitu Gus ketika sudah punya laptop, kalo nugas ya nugas saja, bolehlah sesekali scroll Instagram atau Facebook utuk ngefresin otak, tapi jangan kaya Yahya, masak setiap malem lembur hanya untuk nonton video gak jelas," tutur Thoriq pada bagus.

Mungkin para santri tidak semua begitu. Tapi setidaknya ada beberapa yang tidak memanfaatkan waktunya dengan baik, yang hanya membuang-buang waktunya dengan menonton video pembuat para santri malas.

Malam semakin pekat. Hawa dingin mulai menusuk daging hingga tulang-tulang. Setelah sekian lama bercengkrama bertukar cerita. Jam juga sudah menunjukan pukul 12.00 malam.

"Eh, laptopnya baru gk ngumpul di lorong nih", Thoriq nyindir Syafiq yang nggak ngumpul di lorong mentang-mentang sudah punya laptop.

"Belum tidur Riq?" tanya Syafiq yang baru datang setelah maen laptop di ruang baca.

"Di tanya malah balas tanya."

"Hehe, kan dua hari lagi gua persentasi, kan persiapan" balas Syafiq padahal juga lagi seneng-senengnya punya laptop, dan tadi ia cuma maen Instagram dan nonton film di Youtube

"Alasan aja lu Fiq Syafiq,"

"Sori-sori, kan laptop baru Riq, harus di pake dong Wehehe,"

"Muke lo dah keliatan Fiq, pake alasan segala,"

"Besok gua banguni ya Riq,"

"Ogah" Thoriq dengan nada sinis.

"Tidur ajalah, ngambekan lu Riq.".

"Yah ada yang saling ngambekan nih, dahlah masuk kamar dulu gua," sahut dimas yang merespon obrolan Thoriq dan Syafiq.

"Tidurin Fiq, besok bangun pagi maen laptop." bagus yang seraya menambah sindiran pada Syafiq.

Mereka lanjut pergi ke kamar masing masing, kecuali Thoriq dan shohibnya yang biasa tidur di lorong tersebut, yaitu Syafiq.

Hampir setiap hari mereka berdua tidur di lorong tersebut, ya tak lain karena mereka sudah terbiasa di situ, walaupun kamar juga masih longgar tempatnya. Mungkin karena mereka terbiasa tidur di lorong waktu musim kemarau dan di pondok tersebut cukup panas. Jika mereka tidur di kamar pasti akan mandi keringat Sedangkan di lorong tersebut ada kipas yang bisa menyejukkan badan mereka tatkala kemarau membakar dengan panasnya Dari situlah mungkin mereka berdua terbiasa tidur di situ.

Hari berganti pagi, "Fiq, tangi Fiq, wes jam Sembilan,"[1] gaya si Thoriq yang lucu mencoba menggunakan bahasa jawa untuk membangunkan si Syafiq yang masih tertidur pulas. Walapun ia sedikit ngambek sama Syafiq, ia tetap perhatian sama shohibnya. Thoriq memang anak luar jawa yang sangat ingin sekali bisa bahasa jawa. Oleh karena itu jika ia di kasih tau temannya yang asli Jawa dengan Bahasa Jawa, ia langsung mempraktekannya.

 

Seperti hari-hari biasanya, karena setelah sholat jamaah subuh dan membaca Yasin Fadhilah, pasti sebagian santri tidur lagi.

 

"Oooaaahhh, jam berapa riq ini?" Syafiq yang mulai sadar, ketika di bangunin si Thoriq dari mimpi indahnya. Syafiq cukup pulas tidurnya, setelah bercengkrama semalaman bersama si Thoriq, Bagus, dan Dimas.

 

"Sudah jam delapan ini, ayo bangun," sahut si Thoriq.

 

"Yang bener lu Riq, waduh gk mandi lagi ni gua" balas Syafiq dengan mengeluh.

 

"Iyha bener, ayo bangun keburu telat gk dapet absen nanti," Thoriq meyakinkan Syafiq padahal baru jam setengah delapan.

 

 Memang, karena jika tidak begitu Syafiq akan malas untuk bangun, dan menunggu jamnya mepet baru setelah itu terburu-buru.

 

"Asli lu Riq, ngibulin gua rupanya, baru setengah delapan bilang sudah jam delapan," Syafiq dengan cemberut.

 

"Yakan lu kalo gk di kibulin gk bakal bangun wahahaha," si Thoriq ngakak melihat muka Syafiq.

 

"Asli sialan lu, ganggu orang tidur aja" sahut lagi Syafiq dengan muka yang masih kucel karena belum cuci muka, maupun mandi.

 

"Eh, lu tuh harus di giniin biar bangun, terus mandi, kate semalem minta di bangunin. Mumpung sudah bangun mandi sana nanti seger," balas si Thoriq.

 

Si Thoriq memang ngibulin shohibnya, tapi ini demi kebaikannya, agar sebelum berangkat ke kampus mandi, biar fresh, belajar juga enak, dan satu lagi, biar temennya tidak bau asem.

 

Akhirnya Syafiq mandi karena tutur si Thoriq shohibnya yang penuh perhatian padanya.

 

Hari pun berjalan detik demi detik, menit demi menit, dan jam demi jam terlewati dengan indah. Suara-suara persentasi santri yang juga mahasiswa bergemuruh di kampus tercinta mereka. Setelah kuliah selesai, pagi pun di ganti dengan siang menjulang, dengan kegiatan-kegiatan UKM di kampus. Hingga kemudian datang senja menjelang petang, yang artinya waktunya santri kembali kepondok, mandi, dan sholat jama'ah maghrib.

 

Kemudian, setelah mandi sore, para santri pun sholat jama'ah maghrib. Setelah selesai langsung lanjut ngaji Al-qur'an dengan di simak ustadznya masing-masing di pondok.

 

 Lalu para santri makan dengan nasi di dalam kotak. Seperti biasa ynag sudah di sediakan para santri ndalem[2]. Disini ada yang makan dahulu baru ngaji, ada yang ngaji dulu baru makan, karena para santri bergantian saat ngaji. Karena para ustadz menyimak dengan cara bergantian.

 

Setelah itu lanjut sholat jama'ah Isya', kemudian istirahat sebentar, hingga saat tiba pukul delapan malam. Lalu para santri akan memasuki kelas ngajinya masing-masing.

 

"Eh, maknanem full tora, nyalin aku. Maknaku onok seng kurang,"[3] dimas agak gugup karena kitabnya ada yang kurang maknanya

 

"Iki gonku lengkap, tapi opo iso moco tulisanku awakmu?" sahut Bagus,"[4]

 

"Iso-iso, ndi jarno tk saline"[5]

 

"Rongewu tapi,"[6] canda bagus

 

"Ra ngopeni raimu,"[7] dimas balas dengan kesal karena kali ini dia sedang gugup.

 

"Wakakakak" bagus ketawa dengan ekspresi dimas.

 

"Ki opo Gus, tulisanem koyo uget-uget, ra kenek di woco,"[8] dimas yang agak kesal dengan bagus

 

"La jare iso moco, lang di woco nu,"[9] Bagus yang gk peduli dengan dimas.

 

"Wes-wes, tak nyilek gone Syafiq ae ra bolo we,"[10] dengan nada kesal.

 

"Mutung, ngunu ae mutung, ndi-ndi, sng ndi,"[11] jawab bagus.

 

"Ssssttttttt," anak lainya, mengode karena Ustadznya sudah datang.

 

"Aduuh, ws teko ki Ustadz Fadil,"[12] dimas menggerutu karena maknanya masih kurang.

 

"Assalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh," Salam Ustad Fadil.

 

"Wa'alaikumussalaam Warahmatullahi Wabarakaatuh," jawab anak-anak.

 

"Alfaatihah," Ustadz Fadil membuka pelajaran dengan Alfatihah.

 

"Langsung saja, ayo Syafiq di baca yang kemaren," Ustadz Fadil menunjuk Syafiq.

 

Syafiq pun dengan lancar membaca, karena dia sudah lengkap makna kitabnya.

 

"Bagus lanjutkan."

 

Bagus pun lancar, dan Dimas diam sambil berdoa semoga tidak dia yang di tunjuk untuk membaca.

 

"Yaudah, saya lanjutkan ya," Ustadz fadil pun membacakan makna lanjutan dari pelajaran yang kemaren"

 

Hingga tiba saatnya yang di tunggu-tunggu.

 

"teeettt, teeettt," bel yang menujukan kelas sudah selesai.

 

"Alhamdulillahirobbil'alamin," anak-anak lega karena bel sudah bunyi, terutama Dimas.

 

"Untung ae, aq gk di kon moco maeng,"[13] dengan lega Dimas karena tadi tidak di tunjuk untuk membaca.

 

Setelah kelas selesai, Dimas, Bagus, Thoriq langsung mengembalikan kitab, dan menuju pada lorong yang biasa mereka kumpul setiap selesai ngaji. Kali ini, Syafiq yang kemaren di sindir Si Thoriq ikut ngumpul. Anak-anak lain yang belum punya laptop maupun sudah juga, pada ngumpul.

 

"Namain apa tempat ini enaknya, di bahas bareng-bareng mumpung pada kumpul semua nih" Syafiq ngomong dengan nada mengajak diskusi.

 

Dimas menyahut, "Eh kemaren kan bagus ngmong, Karena lorong ini pas waktu itu sepi, (Namain Lorong Kematian ajalah ini tempat, apa kog sepi, nggak ada kehidupan sama sekali) ngomong gitu dia kemaren."

 

"Jangan lah, tempat ini adalah tempat kita menumpahkan segalanya, suka, duka dan bahagia. Kita bisa berbagi ya di tempat ini, kita namakan lorong ini dengan Lorong Kehidupan aja," Si Thoriq nyeplos dengan gaya agak sombong mulai dengan permainan katanya.

 

Walaupun Si Thoriq dengan gaya agak sombong tapi dia memang anak yang cukup bijaksana bagi teman-temannya.

 

"Nah cocok itu," sahut Dimas.

 

"setujuu," balas anak yang lain.

 

"Apa, kemaren aja sepi, gaada kehidupan sama sekali, cocoknya ya lorong kematian," balas Bagus.

 

Kemudian Haikal menyahut, "Itu kan posisi lagi pada nugas Gus, ya maklum lah, ini nyatanya juga pada kumpul semua, ya intinya di aturlah waktunya, waktu nugas ya nugas, waktu kumpul bertukar pikiran disini. Tu, Syafiq juga kumpul di sini dia walaupun laptopnya baru."

 

"Lah, coba Syafiq gk di sindir Thoriq kemaren, pasti juga langsung ke bawah maen laptop," sahut bagus lagi.

 

"Sori-sori, gua khilaf kemaren," jawab Syafiq.

 

"Udeh-udeh, sekarang kita kan sudah kumpul kaya biasanya lagi. Kalo lagi belajar dan membutuhkan laptop ya turun, kalo tidak ya kumpul di lorong ini. belajar bareng, diskusi bareng. Intinya hidup kita itu harus di isi belajar, belajar dan belajar, sampai akhir hayat. Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR. Muslim, no. 2699)," Widih keren banget gua. Wahahaha"

 

Thoriq dengan gayanya yang khas, berhasil meredakan semua perselisihan.

 

"Okelah, kita angkat saja Thoriq sebagai ketua Lorong Kehidupan" ujar Dimas

 

"weh, jangan gue dong" Thoriq menyahut Dimas.

 

"Oke gapapa, lagian yang menjadikan Lorong ini hidup tu gaya lu Riq, dan emang bener lorong ini kalo gak ada lu bakal sepi, jadi Lorong Kematian dan lu berperan menghidupkan lorong ini," Syafiq menambahi.

 

"Ya nggak lah, ini rame ya karena kita kumpul silaturahmi, ngobrol bareng, diskusi bareng, adu nasib bareng, di sini tu berperan semua, terutama bagus tu dengan peran gobloknya, wahahaha." Canda Thoriq pada bagus, karena si Thoriq tidak berniat melukai hati temannya jadi maen ceplos saja tanpa basa basi.

 

"Lu tu tolol." Balas Bagus.

 

disini saling memahami satu sama lain jadi bahasa begitu tidak akan membuat mereka sakit hati. Semua sepakat bahwa lorong ini di namakan Lorong Kehidupan dan di ketuai oleh Thoriq.

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun