***
Pagi masih menyelimuti bumi. Rida menghela nafas lega. Belum ada siapa-siapa. Rida menulis beberapa kalimat lagi ke dalam buku hariannya. Akhir-akhir ini, tak ada yang bisa diajak bicara Rida, kecuali buku hariannya itu.
Sampai saat ini, kepada Helga pun Rida belum berani bercerita. Takut. Kalau nanti Helga merendahkannya. Ternyata Rida anak dari seorang ibu yang .... Rida tak bisa meneruskan apa yang ada dalam pikirannya. Rida ngeri sendiri.
Sudah beberapa kali Helga meminta agar Rida mau bercerita tentang resah hatinya. Namun, tetap saja Rida merasa belum bisa.
“Ke kantin yuk!” ajak Helga saat melihat Rida duduk sendiri.
“Memangnya sudah ada yang buka?” tanya Rida.
“Kalau belum ada yang buka, ya kita duduk saja sambil nunggu ada yang buka. Tadi tak sempat minum susu nih,” kata Helga.
“Buru-buru?”
“Bukan aku, nyokap yang buru-buru. Katanya ada rapat di kantornya. Terpaksa harus berangkat buru-buru, deh!” jawab Helga.
Rida ingin banget diantar sekolah sama seorang yang bernama Ibu. Tapi tak mungkin. Jangankan mengantar sekolah Rida. Dengan dirinya sendiri saja, Ibunya tak hirau.
“Hei, kok ngelamun!” bentak Helga.