Pemulung itu tampak kebingungan. Tak bisa berkata-apa. Hanya diam dengan sorot mata ketakutan.
Bluk! Tahu-tahu Zaki sudah mendaratkan bogem mentahnya ke perut si pemulung itu. Bluk! Bluk! Bluk! Tiga temannya juga tak mau ketinggalan. Hany Faiz yang tak mau ikut-ikutan.
“Hai, kalian jangan main hakim sendiri!” kata Faiz sambil mencoba melerai pengeroyokan itu.
“Biar kapok dia, Iz!” kata Ramadan.
“Belum tentu dia yang selama ini mencuri di sini!” kata Faiz sambil terus melindungi pemulung sial itu agar tak dihajar keempat kawannya itu.
“Tadi kita lihat sendiri dia mengambil sepatu Zaki!” kata Rido.
“Zaki sendiri yang salah,” kata Faiz.
“Kok kamu malah menyalahkan aku, Iz?” kata Zaki.
“Karena kamu taruh sepatumu di samping tong sampah, siapa pun pemulungnya, dia pasti akan menganggap kalau sepatumu itu sudah dibuang!” kata Faiz.
Ribut-ribut itu membuat warga berkumpul. Pemulung itu pun dibawa ke balai warga yang ada tak jauh dari temapt kejadian. Mulut pemulung itu mengeluarkan darah segar. Matanya juga tampak lebam. Ia berjalan tertatih sambil memegangi perutnya yang kesakitan.
Warga pun semakin banyak yang datang. Mereka ingin tahu apa yang terjadi. Ketika ada yang berkata kalau yang tertangkap adalah pencuri yang selama ini mencuri di lingkungan mereka, warga pun tampak geram. Bahkan ada yang membawa bensin. Hendak dipergunakan untuk membakar pencuri itu. Untung ada yang segera mencegahnya. Sehingga, tak terjadi hal itu.