Mereka berdua hanya senyum. Menahan malu. "Udah lama."
"Itu dia sebabnya. Ternyata kalau kita salat, tak ada lagi tuh mimpi buruk. Hantu dan segala jenis kawannya akan lari terbirit-birit. Apalagi kalau dilanjutkan dengan salat subuh," Oca bergaya AA Gim.
"Rumah ini menjadi neraka bagi para setan."
"Ah, kenapa tak terpikir? Nanti malam kita salat, Yah."
"Siapa takut?" sambut Ayahnya.
Malam berikutnya mereka sudah salat malam semuanya. Bukan hanya salat malam. Salat subuh juga dilakukan. Berjamaah. Yang jelas semua salat yang lima waktu dilaksanakan. Kalau hanya salat malam doang, malu ah, masa yang sunah dilaksanakan sementara yang wajib ditinggalkan.
Rumah itu pun tak lagi dihantui apa-apa. Mereka terkesan bahagia dengan rumah barunya. Udara pinggir kota masih bersih dan menyehatkan. Kalau hari Sabtu dan Minggu, sehabis salat Subuh mereka terlihat berjalan bersama. Dengan ceria.
Dan suatu sore, Pak Adam, orang yang dulu menjual rumah ini kepada ayah datang dengan sangat terburu-buru. Pak Adam terlihat seperti orang yang ketakutan.Â
"Ada apa, Pak?" tanya Mama.
"Boleh saya ke dapur sebentar?" tanya Pak Adam.
"Boleh."