"Mending gak usah pergi, dari pada nyusahin diri sendiri. Wajah dah pucat kaya mayat juga, " celetukku.Â
"Apaan sih ikut campur aja, " sungutnya padaku.Â
"Ngaca tuh di sana," kataku sambil menunjuk cermin besar di dinding.Â
"Betul apa kata Nawang, kamu terlihat kurang sehat Tanti. Lebih baik ikuti sarannya demi kebaikanmu. Ibu juga khawatir kamu bakal kenapa-napa," kata Ibu.Â
"Gak bisa gitu dong Bu, aku sudah janjian sama Fahri. Dia sudah bela-belain gak jadi pergi sama temannya buat jalan sama aku. Aku gak mau ngecewain dia," balas Tanti.Â
Aku menggelengkan kepala mendengarnya.Â
"Dasar batu kali, segitunya kah kamu dihadapan laki-laki yang statusnya cuma pacar? " sengatku pada Tanti.Â
Tenagaku sudah pulih dan siap bertanding dengannya setelah sepiring nasi goreng dan kawan-kawannya berhasil aku habiskan.Â
"Biarin dari pada Mbak, Â pacar aja gak pernah punya. Cowok juga malas kali berteman sama kamu," balas Tanti dengan sewot.Â
Ibu mengeluarkan sesuatu dari saku dasternya. Rupanya ibu berniat menggosokan minyak cap kapak pada punggung adikku, Â tetapi ditolaknya.Â
"Ibu, Â nanti aku bau minyak itu lagi. Sia-sia nanti parfumku,"