Pemuda ini terhanyut dalam perjalanan batin yang bisu. Â Setelah ini dia akan pergi ke Gunung Kelud. Â Dia berharap dalam perjalanan nanti, ada lagi tujuan berikutnya bagi dirinya setelah menyempurnakan Danu Cayapata. Â Tujuan hidupnya sekarang sungguh susah dicari. Â Ini semua karena cintanya telah terkurung dalam peti mati. Â Wajah cantik itu kembali hadir dalam lamunan Arya Dahana. Â Wajah yang terkadang galak, terkadang mesra, terkadang sulit diterka artinya. Â Wajah yang dengan dinginnya menjatuhkan tangan maut kepadanya.
Tak terasa, hampir setengah hari pemuda ini merenung. Â Sampai-sampai tidak menyadari bahwa sedari tadi ada sesosok bayangan yang terus saja memperhatikannya. Â Kemampuan pemuda itu sudah sangat tinggi. Â Suara sekecil apapun, langkah seringan apapun, pasti bisa didengarnya dengan mudah meski dari jarak yang cukup jauh. Â Tapi karena perhatiannya tercurah sepenuhnya kepada rangkaian lamunan, sehingga kewaspadaannya berkurang jauh. Â Apalagi sosok yang mengintai itu juga berilmu tinggi dan juga sangat berhati hati.
Arya Dahana terkesiap saat sebuah desir angin berhawa dingin mengarah tengkuknya. Â Desir itu sangat halus. Â Dia agak terlambat menyadarinya. Sehingga elakannya kurang sigap dan masih terkena satu jarum yang akhirnya menancap di lehernya. Â Pemuda ini mencabut jarum kecil itu. Memeriksanya dengan hati hati. Â
Jarum ini mengandung racun! Â Diciumnya bau racun di jarum itu dengan teliti. Â Hmmm...racun ini sangat mematikan! Â Untungnya dia kebal segala macam racun. Â Tapi tentu saja serangan curang tadi membuatnya penasaran. Â Si empunya senjata rahasia ini pastilah berniat jahat kepadanya. Â Dia pasti sedang menunggu khasiat racun ini bekerja. Â Dia akan pura pura terpengaruh racun itu agar si penyerang gelap menampakkan diri.
Arya Dahana terhuyung huyung sambil menampakkan wajah sangat kesakitan. Â Tangannya berpegangan pada sebatang pohon kecil seolah-olah menahan diri agar tidak terjatuh. Â Matanya setengah dipejamkan sembari mencoba cari tahu di mana gerangan si penyerang gelap berada. Â Dan muncullah orang itu. Â sambil tertawa terkekeh kekeh melihat serangannya ternyata berhasil. Â Seorang kakek tua bertongkat panjang dengan kepala tengkorak di kepala tongkatnya.
"He he he he... anak muda, racun yang sekarang menjalar dalam tubuhmu adalah racun ular hijau Kawah Ijen. Â Racun yang hanya bisa disamai oleh racun kobra dari Negeri Kali. Â Jika tidak mendapatkan penawarnya....ehhh."
Belum selesai ucapannya, kakek itu tertegun kaku. Â Tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali. Â Arya Dahana dengan secepat kilat telah menotok tubuhnya di bagian punggung. Â Pemuda itu sekarang bertolak pinggang di depan si kakek yang terbelalak ketakutan.
"Hmmmm...sungguh kejam perbuatanmu kek. Â Apa salahku sehingga kau tega menjatuhkan tangan maut kepadaku?"
Kakek tua itu mencoba menggerakkan tubuh namun sama sekali tidak bisa. Â Dia mencoba membuka mulutnya untuk berbicara. Â Bisa.
"A..a..aku tidak sengaja anak muda. Â Maafkan aku. Â Aku hanya bermaksud menguji kepandaianmu..."
Arya Dahana mengerutkan keningnya. Â Ucapan ini terlalu mengada ada. Â Apalagi setelah memperhatikan dari dekat, mata kakek ini menggambarkan keculasan dan kekejaman. Â Arya Dahana menghela nafas panjang.