Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

12 Maret 2019   07:52 Diperbarui: 12 Maret 2019   07:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku ditugaskan oleh guruku untuk menjadi penjaga keseimbangan.  Hitam dan putih memang tak bisa menciptakan warna lain.  Hitam dan putih tidak boleh bercampur.  Hitam dan putih saling meniadakan.  Penjaga keseimbangan berdiri di antaranya.  Menjaga agar hitam dan putih tidak saling meniadakan.  Karena bencana bagi dunia, jika salah satu terlalu berjaya."

Arya Dahana melongo.  Matanya menatap kagum Arawinda.  Gadis ini bicara seperti seorang begawan.

"Aku masih belum cukup kuat untuk menjadi penjaga keseimbangan yang baik.  Aku meminta bantuanmu agar ikut menjaga saat putih yang terlalu terang dan hitam yang terlalu pekat susah dihentikan.  Aku memerlukanmu untuk menghentikan.  Ingat! Menghentikan bukan berarti meniadakan..."

Kali ini mulut Arya Dahana terbuka menganga seluruhnya.  Seandainya ada rombongan lalat lewat, sudah pasti akan muat seluruhnya dalam mulut itu.

Arawinda menjadi geli.  Gadis ini melanjutkan.

"Saat ini, terjadi pertentangan yang meruncing antar kerajaan.  Majapahit terancam pecah oleh pemberontakan dan perang saudara.  Tokoh-tokoh silat pembela masing-masing pihak akan saling bentrok dengan hebat. Guruku mengatakan bahwa Dewi Mulia Ratri dan Putri Anjani akan memegang peranan yang luar biasa penting dalam kancah peperangan ini.  Merekalah yang aku maksud putih yang terlalu terang dan hitam yang terlalu pekat. Kamu adalah orang yang paling tepat untuk menghentikan hitam dan putih yang akan saling menghancurkan dan akan dengan sangat mempengaruhi keseimbangan dunia persilatan."

Sambil berbicara panjang lebar, Arawinda berjalan mondar mandir di depan Arya Dahana yang duduk bersila dengan tekun. 

"Peperangan ini tidak akan bisa dielakkan.  Ini sudah diramalkan dalam kitab-kitab terdahulu.  Korban jiwa akan sangat banyak.  Terutama dari kalangan rakyat jelata.  Kedahsyatan ilmu-ilmu para tokoh yang terlibat dalam peperangan ini bisa mengakibatkan kerusakan yang sangat besar. Gendewa Bernyawa, Pasukan Orang Mati, Sihir-Sihir di Kitab Ranu Kumbolo, ilmu-ilmu dari unsur-unsur utama alam seperti api, air, angin, tanah, kayu , baja akan memporak porandakan semuanya."

"Aku belum cukup mumpuni untuk menjaga semua itu seimbang.  Guruku sendiri tidak bisa ikut campur tangan terlalu dalam lagi karena dia sedang berada di tempat yang sangat jauh.  Aku mengemban tugas berat ini dengan kemampuan yang masih terbatas.  Karena itulah aku perlu bantuanmu. Kamu mempunyai kemampuan untuk mencegah kerusakan yang besar.  Karena jika tidak, akan banyak orang yang menderita karenanya."

Arawinda berhenti berkata kata.  Dia baru menyadari mendengar dengkur halus di belakangnya.  Waktu gadis ini menoleh, dilihatnya Arya Dahana masih bersila dengan rapi dan tekun.  Tapi matanya terpejam dan dari mulutnya yang terbuka keluar dengkur halus pertanda orang yang sedang tidur nyenyak.  Gadis ini membelalakkan matanya.  Jadi dari tadi dia berkata panjang lebar hanya untuk didengarkan oleh dirinya sendiri?  Dasar pemuda sableng! 

Arawinda tidak tega melanjutkan kejengkelannya.  Pemuda itu benar-benar nyenyak tidurnya.  Sangat nyaman kelihatannya.  Tapi, dia harus membalas perlakuan pemuda ini.  diambilnya sesuatu dalam buntalan perbekalannya.  Garam! Ini cocok untuk pembalasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun