Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Idu Geni

12 Maret 2019   07:52 Diperbarui: 12 Maret 2019   07:56 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diambilnya sepotong kecil daging asap.  Diolesinnya dengan banyak air garam.  Lalu gadis ini meletakkan potongan kecil daging itu ke dalam mulut Arya Dahana yang terbuka dengan hati-hati.  Seketika itu juga Arya Dahana melahap daging yang masuk ke mulutnya dengan cepat.  Mungkin pemuda ini sedang bermimpi lapar, atau mungkin memang sedang benar-benar lapar.

Dalam sekejap potongan daging itu tandas masuk ke dalam perut Arya Dahana.  Giliran Arawinda yang melongo sekarang.  Pemuda di depannya ini memang gila!  Itu tadi sama saja dengan melahap sekantung garam!

Arawinda tidak kehilangan akal.  Kali ini dilupakannya garam.  Matanya mencari cari di sekitar.  Aha! Ada pohon maja di sudut sana.  Tubuhnya melayang mengambil sebutir buah maja yang sudah cukup tua.  Digerusnya buah pahit itu dengan menggunakan batu lalu diambilnya air yang keluar dari gerusan dan dioleskannya pada potongan kecil daging yang lain.  

Setelah dirasa daging itu menyerap semua rasa pahit buah maja, Arawinda meletakkan daging di mulut Arya Dahana yang masih tertidur dengan mulut terbuka.  Untuk kedua kalinya mulut itu langsung saja mengunyah daging yang disodorkan.  Arawinda menatap dengan seksama untuk melihat reaksi pemuda itu.  Gadis itu terbelalak gembira, namun langsung saja surut seketika.  Wajah Arya Dahana memang terlihat mengrenyit menahan suatu rasa tapi kunyahannya jalan terus dan akhirnya daging itupun habis tertelan. 

Pemuda itu bahkan bersendawa! Rupanya dalam mimpi, Arya Dahana benar benar sangat kelaparan.  Arawinda semakin gemas.  Usaha terakhir! Dia mengeluarkan sekantung kecil bubuk cabai.  Dioleskannya banyak sekali bubuk cabai yang memang selalu menjadi salah satu benda yang harus ada dalam perbekalannya ke potongan daging bekalnya yang juga ternyata potongan terakhir!

Arawinda saking gemasnya memasukkan potongan gading itu ke mulut Arya Dahana dengan sedikit kasar.  Sambil menahan kikik-kikik geli, gadis ini juga mengoles-oleskan potongan daging yang luar biasa pedas itu ke bibir Arya Dahana yang terbuka.  Seperti yang tadi-tadi, pemuda ini mengunyah dan melahap dengan cepat potongan daging.  Arawinda mendekatkan dirinya untuk melihat dengan jelas seperti apa wajah pemuda itu.

Wajah yang masih tidur itu seperti kaget akan sesuatu di tengah-tengah kunyahannya.  Meski masih dilanjutkannya juga kunyahan hingga lahapan terakhir.  Barulah setelah semuanya tandas masuk dalam perut, Arya Dahana mendadak bangkit berdiri.  Matanya melotot menahan sesuatu. Mulutnya bergerak-gerak tidak karuan.  Keringat sebesar butiran jagung mengalir deras melalui dahi dan lehernya. 

Pemuda ini meloncat-loncat seperti penari monyet.  Desis keras keluar melalui mulutnya yang kepedasan.  Saking tidak tahannya, pemuda ini mengerahkan Danu Cayapata dan dicelupkannya ke air di mangkuk Arawinda yang ada di depan gadis itu.  Air itu seketika berubah menjadi es. Diambilnya es lalu dioles oleskannya ke bibirnya yang membengkak merah kepanasan.  Belum berhenti sampai di situ, dimasukkannya potongan es itu ke dalam mulutnya. 

Mata Arya Dahana kembali terbelalak.  Es ini asin sekali!  Wajahnya mengrenyit menahan rasa berlawanan.  Pedas dan asin!  Tubuh pemuda ini berkelebat lenyap.  Rupanya menuju sungai kecil yang terletak tidak jauh dari situ.  Dimasukkannya seluruh wajah ke dalam air.  Dihadapkannya mulutnya yang terbuka kepedesan ke arus air yang cukup deras.  Aaaahhh nyaman sekali!

Arawinda yang melihat semua ini, memegang perut saking tidak sanggup lagi menahan ketawa.  Ini benar-benar menggelikan!  Angin berdesir cepat saat pemuda itu ada di hadapannya sambil bertolak pinggang.  Rupanya rasa pedas dan asin tadi sudah hilang dengan bantuan air sungai yang dingin.  

Arawinda yang tadi terkejut pemuda itu tiba tiba ada di hadapannya, kali ini tak sanggup lagi menahan diri.  Gadis ini tertawa terbahak bahak sampai terguling-guling ke tanah saking gelinya.  Bibir Arya Dahana bengkak membesar sekali!   Wajah itu terlihat sangat lucu seperti wajah para pemain sirkus keliling dengan bibir yang besar dan ndower!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun