Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdengar suara jeritan menyayat hati.  Putri Dyah Pitaloka berlari kencang ke dalam gelanggang pertempuran tempat ayahandanya gugur.  

Dipeluknya tubuh perkasa sang ayah.  Diciumnya tangan yang berlumuran darah itu dengan khidmat dan takzim.  Dicabutnya pisau Madaharsa dari dada Sang Raja.  Sambil memandang langit yang masih dipenuhi petir, Putri Mahkota itu menjerit tinggi kemudian menancapkan pisau penuh darah ayahnya ke dadanya sendiri.  Kembali suara keras petir menghantam bumi.  Bersamaan dengan perginya nyawa putri pasundan yang gagah berani.

Semua tokoh pengikut Galuh Pakuan berteriak keras bersama sama mengutuk Majapahit.  Menyaksikan junjungan mereka dan putrinya tewas dalam pertempuran yang sama sekali tidak adil.  Alam semakin ikut murka.  Puting beliung menderu deru menghantam rumah dan bangunan yang ada di Lapangan Bubat.  Beberapa bangunan hancur berantakan dihantam angin ganas tersebut. 

Ki Gularma adalah seorang tokoh sesat dan jahat.  Namun melihat rajanya tewas, kemarahannya memuncak begitu hebat.  Serangan serangannya kepada Siluman Lembah Muria seperti bertambah kekuatannya.  Akibatnya begitu mengerikan.  Siluman Lembah Muria tewas dengan kepala pecah setelah pukulan dahsyat Ki Gularma menghantam kepalanya.  

Tokoh sesat ini kemudian berlari ke tengah lapangan tempat rajanya tewas.  Bersimpuh di hadapan jenazah Sang Raja yang masih bersandar pada sebuah tombak.  Menghaturkan sembah berkali kali sambil menangis tak henti henti.

Tidak berbeda dengan Ki Gularma.  Menyaksikan rajanya tewas, Ki Sampaga menyerang Resi Amamba dengan amarah yang meluap luap.  Sampai akhirnya kedua tangan mereka beradu pukulan pamungkas.  Pukulan Tangan Maut Resi Amamba menghantam dada Ki Sampaga.  Sementara pukulan sakti Ki Sampaga mengenai dengan telak dada Resi Amamba.  

Keduanya terpelanting dengan keras.  Resi Amamba tewas seketika dengan dada remuk.  Sedangkan Ki Sampaga terluka sangat parah.  Dengan darah yang mengalir deras dari mulut, mata dan telinganya, tokoh ini merangkak beringsut menuju tempat Sang Raja tewas.  Dengan niat yang luar biasa besar, sampai juga tokoh ini ke hadapan Sang Raja.  Dengan susah payah, bersimpuh dan menyembah Sang Raja, lalu tewas di tempat itu juga.

Nini Papatong yang dikeroyok oleh Nini Cucara dan Nyai Genduk Roban, meski nenek satu ini hanya melakukannya dengan setengah hati,  dalam pertandingan sihir yang luar biasa aneh.  Kini terdesak hebat.  Apalagi setelah peristiwa tewasnya Sang Raja sangat mempengaruhi konsentrasinya.  

Akhirnya Nini Cucara berhasil menyuruh ular raja kobra jejadian yang diciptakannya menggigit kakaknya.  Nini Papatong bahkan tak sempat lagi menjerit kesakitan, karena bisa ular itu langsung membuatnya tewas seketika.

Ki Mangkubumi yang masih bertarung dengan hebat melawan Bledug Awu Awu melesat cepat meninggalkan lawannya setelah melihat Arawinda yang sedari tadi terdesak bukan main menghadapi Raja Iblis Nusakambangan.  Disambarnya tubuh putrinya tepat saat sebuah pukulan si Raja Iblis yang mengarah leher putrinya justru mengenai dadanya sendiri.  

Arawinda menjerit menyaksikan ini.  Tubuh ayahnya seperti layangan putus.  Terhuyung huyung lalu jatuh dengan nyawa telah pergi dari tubuhnya. Raja Iblis ini memang tidak mengenal belas kasihan sama sekali.  Diayunkannya pukulan maut ke kepala Arawinda yang sedang duduk menangisi ayahnya.  Raja Iblis ini terpelanting keras saat sebuah tangan kecil penuh keriput menangkis pukulannya.  Belum sempat dia melihat siapa yang telah berani menghadang pukulannya.  Tubuh Arawinda telah lenyap dibawa oleh bayangan yang tadi menangkis pukulannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun