Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangunan bangunan itu mengelilingi sebuah lapangan yang sangat luas dan indah. 

Untuk sesaat pandang mata Andika Sinatria terpaku pada lapangan tersebut. Sebuah pemandangan aneh tersaji di sana. Nampak sehamparan kabut tipis menyelimuti. Kabut itu terangkat perlahan lahan bersamaan dengan angin luar biasa dingin yang tiba tiba datang menusuk hingga ke dalam tulang.  

Lalu bayangan bayangan penari terlihat setelah kabut itu terangkat sepenuhnya.  Tarian yang terlihat tidak terlalu jelas itu mengandung daya magis yang menyedot sukma.  Tarian itu terus berlangsung di depan mata Andika Sinatria.  Bau wangi kamboja bercampur dengan bau tanah yang baru digali menguar memenuhi lapangan ini.  Bahkan di antara bau yang sangat tajam itu, menyeruak bau amis darah!

Andika Sinatria bergidik ngeri.  Ini adalah bau kematian!  Ini adalah firasat!

Sebuah tepukan halus di bahunya membangunkan khayalan Andika Sinatria.  Pemuda itu menoleh kaget.  Putri Anjani tersenyum manis ke arahnya sambil bertanya halus.

"Ada apa pangeran?  Pangeran terlihat seperti melihat hantu?...aku melihatmu termangu di sini cukup lama...apa yang menarik dari lapangan ini?"

Dengan tergagap Andika Sinatria menyahut pelan.

"Aku mendapatkan firasat tidak enak Putri.  Ada sesuatu yang aneh di sini.  Lihatlah bayangan yang menari nari di lap...lapangan...i...itu..."  Ujar Andika Sinatria sambil menunjuk Lapangan Bubat.

Putri Anjani mengarahkan matanya ke arah yang ditunjuk oleh Andika Sinatria.  Pangeran itu juga mengikuti.  Tidak ada apapun di sana.  Sebuah lapangan rumput yang terlihat hijau dan cerah.  Hening dan dingin.  Putri Anjani mengalihkan pandang matanya ke Andika Sinatria yang terlihat pucat.  Wajah pangeran itu nampak dibasahi keringat sebesar besar kelereng.

Putri dari Laut Utara itu menarik tangan Andika Sinatria pindah dari tempat itu.  Tangan sang pangeran sangat dingin.  Tubuhnya sedikit menggigil.  

Putri Anjani mengajaknya segera berlalu.  Mereka menuju ke tempat berkumpul di ruangan pendopo.  Berkali kali Andika Sinatria menghela nafas panjang.  Pemandangan tadi masih tercetak jelas dalam ingatannya.  Ini firasat buruk!  Sangat buruk!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun