Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahapatih memberikan sembah sekali lagi.

"Paduka Raja Galuh Pakuan yang kami muliakan.  Paduka tentu tahu pendirian teguh Majapahit.  Paduka juga tentu tahu bahwa hamba akan patuh terhadap apapun perintah junjungan hamba.  Jika Paduka bersikukuh dengan pendirian Paduka, maka hamba akan menghormatinya.  Namun semua akibat dari itu bukan lagi tanggungjawab hamba.  Hamba permisi Paduka yang Mulia....sembah hamba."

Mahapatih tinggi besar perkasa ini melompat ke atas kudanya dengan ringan dan pergi dengan cepat dari lapangan Bubat diiringi oleh para pengawalnya. 

Begitu bayangan Sang Mahapatih tidak terlihat lagi, suara gemuruh mengiringi terbukanya rumah rumah besar yang sebelumnya terlihat kosong tak berpenghuni. Tiba tiba lapangan itu sudah dikepung oleh ratusan pasukan Majapahit.  

Nampak para pimpinan Sayap Sima berdiri di jajaran terdepan.  Ki Tunggal Jiwo, Madaharsa, Maesa Amuk, Bledug Awu Awu, dan Siluman Lembah Muria. Di jajaran sebelah kiri terlihat rombongan Lawa Agung.  Raja Iblis Nusakambangan, Resi Amamba, Nini Cucara, Nyai Genduk Roban dan...Panglima Kelelawar.

Andika Sinatria maju ke depan.  Firasatnya benar!  Ini sangat berbahaya!  Jelas sekali bahwa mereka kalah kekuatan.  Namun pangeran gagah dari Galuh Pakuan ini membusungkan dadanya. 

"Hmmmm....kalian orang orang Majapahit!  Menggunakan segala cara rendah seperti ini untuk melawan kami.  Bahkan kalian bersekutu dengan segala biang iblis tak bernurani! Jangan dikira kami takut!  Kami akan tumpahkan darah kami di sini hingga tetes darah penghabisan!  Lapangan Bubat ini menjadi saksi!  Bahwa Galuh Pakuan bukanlah pecundang yang menyerahkan harga diri sebagai persembahan!  Kami adalah pejuang yang akan menjunjung tinggi harga diri kerajaan kami! Meski tulang tulang kami harus berserakan di sini!"

Kembali suara sorak sorai membahana dari pasukan Galuh Pakuan mengiringi kalimat kalimat penuh daya juang Andika Sinatria.

"Blambangan juga akan merelakan tulang tulang kami bersama sahabat sahabat kami dari Galuh Pakuan!!"  Bersamaan dengan teriakan keras ini, berkelebat tiga sosok bayangan bergabung dengan rombongan Galuh Pakuan.  Menak Suro, Ki Mangkubumi dan putrinya Arawinda berdiri dengan gagah di samping Andika Sinatria.

Suasana menjadi sangat luar biasa tegang dan hening sekarang.  Namun keheningan itu dipecahkan dengan suara lengkingan tinggi penuh kemarahan.

"Para pengecut hanya berani beradu nyawa dengan cara curang.  Di mana harga diri kalian!!"  sebuah bayangan kembali berkelebat dan berdiri di samping Andika Sinatria. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun