Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat saat dia berteriak penuh cinta itu, dilihatnya sebuah pukulan Bayangan Matahari Panglima Kelelawar meluncur deras ke arah Dewi Mulia Ratri yang tertegun kehilangan kewaspadaannya mendengar pengakuannya.  Andika Sinatria tidak lagi berpikir panjang.  Tidak mungkin gadis itu bisa menghindar atau menangkis karena sedang kehilangan perhatian terhadap sekelilingnya.  Dibuangnya tubuh menghadang pukulan dahsyat itu agar tidak mengenai Dewi Mulia Ratri.

"Desss...desss...bruuukkkk"

Pukulan Bayangan Matahari tepat sekali menghantam dada Andika Sinatria,  bersamaan dengan meledaknya petir yang menghantam pendopo pesanggrahan. Pemuda ini terjengkang bergulingan dengan memeluk tubuh Dewi Mulia Ratri yang dilindunginya tadi.

Ki Tunggal Jiwo menghentikan serangannya melihat lawan sudah jatuh.  Namun Panglima kelelawar yang melihat kesempatan bagus, melanjutkan serangan dengan menghantamkan Pukulan Bayangan Matahari ke kepala Dewi Mulia Ratri yang masih tergeletak di bawah tubuh Andika Sinatria.

"Blaaarrr!....blaaaarrr!"

Pukulan hebat Bayangan Matahari bertemu dengan pukulan dahsyat Busur Bintang.  Panglima Kelelawar terhuyung huyung hampir jatuh.  Sedangkan Arya Dahana bergoyang goyang hampir tumbang.

Panglima Kelelawar terperangah kaget.  Pukulan Bayangan Mataharinya yang tiada tandingan ditangkis oleh pukulan aneh yang berhawa dingin luar biasa seorang pemuda dekil yang sekarang berdiri di hadapannya dengan tatapan dingin.

Raja Lawa Agung ini menimbang nimbang keadaan.  Jelas sekali bahwa pemuda di depannya ini mampu mengimbanginya.  Galuh Pakuan sudah kalah telak.  Sang Raja bahkan telah gugur.  Untuk apa dia harus berlelah lelah menghadapi pemuda yang tidak dikenalnya ini.

Setelah memutuskan, Panglima Kelelawar bersuit nyaring.  Tubuhnya berkelebat lenyap dari tempat pembantaian yang mengerikan itu.  Disusul kemudian dengan Raja Iblis Nusakambangan, Nini Cucara, dan Nyai Genduk Roban.  

Ki Tunggal Jiwo yang juga melongo melihat kehebatan pemuda yang tak dikenalnya ini, memberi tanda kepada semua tokoh Sayap Sima untuk berkumpul memberi penghormatan terakhir kepada Baginda Raja Galuh Pakuan.  Bagaimanapun juga raja yang terbunuh dalam pertempuran itu adalah salah seorang raja hebat di tanah Jawa.

Sementara itu, Dewi Mulia Ratri termangu tak percaya sambil memangku tubuh Andika Sinatria yang sudah mulai kehilangan separuh nyawanya itu. Wajah gadis itu seperti wajah orang yang kehilangan darah sama sekali.  Pucat seputih kertas dengan airmata yang mengalir seperti sungai dari kedua matanya yang kehilangan sinar sama sekali.  Dia tahu persis bagaimana keadaan Andika Sinatria saat ini. Dengan megap megap pemuda yang dadanya hangus terbakar itu berbisik lirih sekuat tenaganya yang tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun