Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam akhirnya dilewati tanpa kejadian apa apa.  Pagi menyapa dengan riang.  Suara burung prenjak bercuitan penuh kegembiraan.  Seluruh rombongan Galuh Pakuan sudah bersiap siap hendak menaiki kereta yang sudah disiapkan di lapangan Bubat.  Namun mendadak dari jauh terlihat debu mengepul tinggi.  Nampak rombongan berkuda yang berlari dengan tergesa gesa menuju lapangan. 

Rombongan berkuda itu dipimpin oleh seorang laki laki tinggi besar dengan rambut digelung tinggi ke atas.  Wajahnya yang keras terlihat sangat berwibawa.  Pengaruh yang dibawanya terasa sampai ke lapangan ini meski rombongan itu belum juga tiba.  Andika Sinatria tercengang kagum.  Siapa lagi yang mempunyai aura kewibawaan sekuat ini? Mahapatih Gajahmada!

Sang Penyumpah Palapa ini sampai di depan rombongan Galuh Pakuan.  Setelah turun dari kuda, mahapatih yang sangat terkenal ini membungkukkan tubuh dan memberikan sembah kepada Baginda Raja Galuh Pakuan yang memandangnya, juga dengan takjub!

"Sembah hamba Paduka Yang Mulia Maharaja Galuh Pakuan.  Hamba Mahapatih Gajahmada.  Selamat datang di tlatah Majapahit.  Hamba haturkan salam dari junjungan hamba Paduka Raja Hayam Wuruk."

Mahapatih Gajahmada melanjutkan sapaannya dengan kata kata yang sangat tegas.

"Hamba juga diperintahkan oleh Paduka Yang Mulia Maharaja Hayam Wuruk untuk menyampaikan pesan.  Paduka dan rombongan diterima dengan senang hati di Majapahit.  Paduka Putri Dyah Pitaloka akan diterima menjadi mempelai wanita oleh Paduka Raja Hayam Wuruk sebagai tanda persembahan dan takluk dari Kerajaan Galuh Pakuan terhadap Kerajaan Majapahit.  Demikian yang Mulia....sembah hamba."

Mendengar arahan panjang lebar tersebut, sontak wajah Baginda Raja Galuh Pakuan merah padam.  Namun raja yang bijak ini menahan kemarahan hatinya dengan berkata penuh wibawa.

"Mahapatih Gajahmada yang luar biasa.  Aku terima salam dari Paduka Raja Hayam Wuruk.  Tapi maaf, kami datang ke Majapahit dengan penuh damai dan persahabatan.  Bahkan aku membawa putriku Dyah Pitaloka sebagai sebagai mempelai yang akan memberi ikatan keluarga antara Galuh Pakuan dan Majapahit.  Kami datang sebagai sahabat yang setara.  Galuh Pakuan dan Majapahit berkedudukan sama.  Tidak ada yang merendahkan yang lain.  Kami datang sebagai sahabat! Kami datang bukan sebagai taklukan!"

Sang Maharaja Galuh Pakuan menekankan kalimatnya dengan penuh ketegasan.

"Jika sebelumnya aku tahu Majapahit akan memperlakukan Galuh Pakuan sebagai taklukan, dan putriku Dyah Pitaloka sebagai persembahan, aku tidak akan sudi menginjakkan kakiku di tanah Majapahit!" 

Sabda raja yang sangat tegas berwibawa ini disambut sorak sorai membahana dari para pengawal Galuh Pakuan.  Bahkan pasukan kecil itu mulai membentuk lingkaran melindungi Sang Raja dan Putri Dyah Pitaloka.  Andika Sinatria, Putri Anjani, dan Nini Papatong mendekati Sang Raja.  Mulai bersiaga penuh jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun