Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Petualangan Cinta Air dan Api (Bag. Terakhir)

9 Januari 2019   03:10 Diperbarui: 9 Januari 2019   04:06 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dewi...kau akhirnya datang juga..." suara Andika Sinatria bergetar lirih penuh kerinduan dan kebahagiaan sambil menatap hangat Dewi Mulia Ratri yang tersenyum kepadanya.

Ki Tunggal Jiwo maju dan berkata tenang penuh permohonan maaf.

"Kami hanya menjalankan titah Sang Mahapatih yang menjadi junjungan kami kisanak dari Galuh Pakuan.  Maafkan kami..."  seraya berkata, tokoh nomor satu Sayap Sima ini mengayunkan tangannya ke depan.

Ratusan pasukan Majapahit bersenjata lengkap menyerbu dengan gegap gempita.  Disambut dengan tidak kalah gegap gempita oleh puluhan pasukan Galuh Pakuan yang hanya bersenjatakan bilah kujang.

Ki Tunggal Jiwo menyerbu ke depan mengarah ke Andika Sinatria.  Pimpinan Sayap Sima berhadapan dengan ketua rombongan Galuh Pakuan. Terjadilah pertarungan dahsyat antara dua tokoh yang berbeda usia ini.

Dewi Mulia Ratri memegang tangan Raja Galuh Pakuan dan Putri Dyah Pitaloka untuk diselamatkan terlebih dahulu ke belakang.  Namun sang raja dengan gagah menolak.  Raja hanya berbisik lirih kepada Dewi Mulia Ratri untuk menyelamatkan Putri Dyah Pitaloka ke belakang.  Sang Raja sangat yakin tidak ada siapapun yang akan mengganggu putrinya yang bukan seorang petarung.  Peraturan perang dimanapun mengatakan itu.  

Setelah melihat putrinya aman di belakang yang tidak terjadi pertempuran, Raja Galuh Pakuan yang gagah perkasa ini mencabut kujang dari pinggangnya dan ikut terjun dalam pertempuran bersama pasukan setianya.  Namun Madaharsa menyambut dan menyerang sang raja dengan hebat.

Saat Maesa Amuk hendak maju untuk menyerang pasukan Galuh Pakuan yang tangguh.  Di hadapannya telah berdiri Putri Anjani dengan tatapan mata penuh murka.  Putri Laut Utara ini tanpa ba bi bu lagi menerjang Maesa Amuk dengan serangan dahsyat penuh dengan rasa dendam.

Resi Amamba menyerbu ke depan. Niatnya adalah untuk memporak porandakan pasukan kecil Galuh Pakuan.  Namun sebuah bayangan berkelebat menghadang.  Ki Sampaga berdiri di hadapannya dengan senyum mengejek.  Dua tokoh sesat ini langsung saja saling serang dengan ganas.

Di sisi yang lain, Ki Gularma yang datang bersamaan dengan Ki Sampaga atas suruhan Ki Mandara yang sangat mengkhawatirkan keselamatan Sang Raja, tanpa basa basi menyerang Siluman Lembah Muria yang sudah membunuh setidaknya dua orang pengawal Garda Kujang Emas Garuda.

Di sudut lapangan Bubat yang tidak dipenuhi dengan orang yang bertempur, Nini Cucara berhadap hadapan dengan kakak kandungnya Nini Papatong. Kedua kakak adik ahli sihir yang bermusuhan ini tanpa ragu ragu dan saling sapa terlebih dahulu, telah saling serang dengan ilmu sihir mereka yang berlainan aliran.  Pertempuran aneh dan menyeramkan terjadi di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun