Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Susahnya Membongkar Kejahatan Kerah Putih

4 Desember 2015   15:44 Diperbarui: 4 Desember 2015   15:44 2024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://regional.kompas.com/read/2013/11/14/1328473/Bupati.Karanganyar.Tersangka.Korupsi.Rp.11.1.Miliar"][/caption]

Tidak mudah untuk menjadi seorang Wistleblower (seperti yang saya tulis Lulung dan Wistleblower), bukan cuma di Indonesia saja tapi juga di luar negeri. Bukan cuma perlu nyali yang sangat besar saja, tapi juga perlu trik, kecerdikan/kelicikan seperti kancil dan kelicinan seperti belut.

Karena dalam organisasi kejahatan besar, mereka bisa menyusunnya sedemikian rapi. Mereka mampu menyusun organisasinya bukan seperti piramid yang mudah dilihat sampai ujungnya, tapi mereka membuat banyak labirin yang menyesatkan. Sehingga untuk bisa mencapai pucuk pimpinan bukan perkara yang sangat mudah, perlu perjuangan, kecerdasan dan kenekatan.

Berbeda dengan organisasi kejahatan kriminal biasa, yang beraksi hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga (kambuhan) dan anggotanya bisa dihitung jari. Tetapi pada kejahatan besar yang terorganisir rapi, yang mana pekerjaan utama mereka yang ilegal, sering dikaburkan dengan berbagai pekerjaan yang legal. (Money Laundering)

Sehingga tidak sedikit penjahat kerah putih yang dalam kehidupan sehari harinya menjadi tokoh panutan dan sangat royal dalam memberi sumbangan dalam berbagai kegiatan sosial. Tidak heran jika mereka sangat dekat dengan banyak pihak dan ketika kejahatannya terungkap, banyak orang yang ternganga tidak percaya.

Bagi masyarakat kebanyakan, mengungkap kejahatan kerah putih bisa dianggap mustahil. Bukan hanya karena sulitnya akses tapi banyak diantara mereka yang juga dilindungi oleh anak buah yang disiplin dan para penegak hukum yang korup.

Menjadi sangat penting dan utama bisa membeli penegak hukum. Dengan hasil yang besar dan kontinyu, para penjahat kerah putih perlu membeli perisai yang kokoh untuk melindungi kegiatannya, maka paling utama adalah para penegak hukum. (contoh kasus, Salim Kancil)

Dengan demikian, perisai pelindung penjahat kerah putih menjadi sangat berlapis karena anak buah dan para penegak hukum korup, rela mengorbankan apa saja untuk bisa melindungi majikannya. Tidak perduli lagi dengan nama baik, karir maupun nyawa sendiri dan nyawa keluarganya, yang penting majikannya bisa selamat.

Belum lagi jika mereka mampu membeli para pengambil keputusan dan pembuat undang undang, maka sempurnalah semua kejahatan mereka, hal mana, kegiatannya yang ilegal akhirnya disahkan oleh undang undang untuk menjadi legal. (contoh, peraturan tentang ijin hiburan dan keramaian, yang sering disalah gunakan untuk pelacuran, human traficking dan perjudian)

Jangan menutup mata tentang hal ini, semua ada dan terjadi disekitar kita. Bohong besar jika mengatakan tidak tahu bahwa dalam tiap usaha hiburan malam yang untuk orang dewasa, banyak diselipkan pelacuran atau perjudian. (untuk perjudian akan dibahas dilain waktu, tapi jika masih ingat bisa dilihat lagi, tentang Gus Dur yang memerintahkan penangkapan kapal pesiar di Pulau Ayer Kepulauan Seribu)

Perempuan dari berbagai daerah dan berbagai negara ada di tempat hiburan malam. Berbagai usia ada disana, dari mulai yang ABG sampai yang STW. Dari yang punya “Mami” atau yang sekedar “Freelance”. Dari sekedar karaoke sampai diskotik. Mereka berkedok sebagai pemandu karaoke, untuk menemani berjoget, yang ujungnya ke maksiat. (Contoh contoh kasus ini bisa dicari dengan mudah karena hampir tiap kota ada.)

Dilema Motif. Benar, sangat banyak motif dari pelapor ketika mengetahui, melihat, mendengar atau mengalami sendiri suatu kejahatan. Begitu variatifnya motif pelapor, membuat penegak hukum harus menggali lebih dalam motif dari pelapor. Karena tidak sedikit pelapor yang melaporkan terjadinya sebuah aksi kejahatan, akhirnya terbukti karena tidak mendapat bagian yang adil atau justru untuk menutupi kejahatannya sendiri, yang lebih jahat dari yang dilaporkan. Maka tidak sedikit akhirnya pelapor berbalik menjadi tersangka.

Berangkat dari banyaknya kasus yang seperti itulah, maka para penegak hukum yang korup mendapat celah. Ketika menerima laporan kejahatan yang dilakukan majikannya, dengan berbagai macam cara mereka terus mendesak pelapor, menyudutkan atau mendiskreditkan pelapor. Salah satunya dengan melebar ke latar belakang pelapor, masa lalu, bahkan bisa sampai ke masa lalu keluarga pelapor.

Semua diungkit, diungkap, dibeberkan kehadapan publik tanpa tedeng aling aling. Ini yang sering membuat pelapor yang tadinya sudah berani melawan ancaman, nekat tidak memikirkan diri sendiri, menjadi sangat takut, karena ia ingin melindungi keluarganya.

Ujungnya bisa ditebak, pelapor yang tidak cerdik dan tidak punya perlindungan, akan mencabut laporan. Selesai sudah kasus itu.

Namun, jika pelapor punya bukti yang kuat, punya keberanian dan punya perlindungan yang cukup, sehingga bisa meneruskan kasusnya ke pengadilan, masih belum tentu juga bisa menghukum para tersangka.

Unus testis nulus testis (pasal 169 HIR/306 R.Bg) artinya satu saksi bukan saksi. Saksi yang hanya seorang diri belum dapat dijadikan dasar pembuktian, melainkan hanya bernilai sebagai bukti permulaan. Oleh sebab itu harus disempurnakan dengan alat bukti lain seperti sumpah atau lainnya.

Testimonium de auditu (pasal 171 HIR) ialah kesaksian yang diperoleh secara tidak langsung dengan melihat, mendengar, dan mengalami sendiri melainkan melalui orang lain. (https://lawindonesia.wordpress.com/hukum-islam/alat-bukti-saksi/)

Dengan Lawyer yang hebat dan reputasi menakjubkan, siap membela dan melepas para tersangka dari jeratan hukum. (silahkan nonton film Devil’s Advocate 1997)

***

Di atas adalah kasus kejahatan yang dilakukan oleh perorangan atau perusahaan swasta yang membayar, menggunakan atau yang bekerja sama dengan para penegak hukum untuk melindungi dan melegalkan usahanya.

Lalu bagaimana jika para petinggi negara yang justru melakukan tindak kejahatan kerah putih, seperti kasus korupsi, money loundering dan kejahatan yang sejenis? Tentu bukan main hebatnya efek dan perlindungannya. (Belum lagi jika bicara tentang kejahatan kemanusian, untuk yang ini bisa dibahas kemudian hari)

Jika kita mundur sedikit, melihat contoh kasus seperti korupsi yang dilakukan oleh Nazarudin, Anas Urbaningrum, Ratu Atut atau Artalyta, yang semuanya tidak mampu menyentuh tokoh puncak pimpinan kejahatan.

Maka tidak salah jika banyak orang yang mengatakan bahwa semua yang kena sebenarnya sedang apes dan mengalami musibah. Bahkan jika secara ekstrem bisa dibilang mereka cuma pion yang harus dikorbankan untuk melindungi tokoh yang lebih tinggi lagi.

Pada kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden yang saat ini menghebohkan jagat Nusantara. Sejak terkuaknya kasus itu, sebelum masa persidangan dimulai saja, publik sudah dibuat terbelah menjadi banyak pendapat.

Banyak yang berpendapat Setya Novanto memang salah, ada yang berpendapat pelapor/pengadu Sudirman Said punya maksud tersembunyi, ada juga yang menyebut Luhut dan lain sebagainya. Tapi mirisnya adalah pendapat saya sendiri yaitu semua akan berujung dengan politik “TELETUBBIES” yaitu “CIPIKA CIPIKI dan BERPELUKAN”.

Ketika ada berita tentang Papa Minta Saham, saya tidak kaget, heran atau bingung, karena sudah sependek pengetahuan saya, sering terjadi pejabat minta saham kosong pada satu perusahaan. Begitu juga para pencari berita yang aktif dilapangan, pasti lebih tahu lagi soal ini. Hanya saja, untuk membuktikan pejabat minta saham bukan perkara mudah. (seperti yang sudah saya tulis diatas)

Yang menjadi masalah itu sekarang menjadi besar dan sangat heboh, pejabat tinggi negara yang meminta saham, dianggap membawa serta (mencatut) nama presiden dan wakil presiden yang notabene berada dalam kubu politik yang berseberangan.

Makanya, kenapa kasus ini erat tarik menarik dukungan politik dan penuh lobi lobi politik. Dan mengapa kasus ini lebih dulu disidang dalam kode etik DPR yang penuh unsur politiknya, bukan langsung ke ranah hukum. (bisa juga dilihat sikap Luhut yang seakan tidak perduli)

Karena sangat jelas bahwa kasus ini adalah kasus politik, seperti yang dikatakan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, bahwa ini sinetron antar geng atau dua kubu istana yang berebut kue.

Dianggap mencatut nama presiden dan wakil presiden itu hanya salah satu celah yang bisa memperkarakan Setya Novanto.

Ini sedikit cuplikan percapakannya.

(MR: Pak, kalau gua, gua bakal ngomong ke Pak Luhut janganlah ambil 20%, ambillah 11% kasihlah Pak JK 9%. Harus adil, kalau enggak ribut.)

Tapi kalau kita mau menyimak lebih dalam lagi rekaman itu, banyak kasus besar lainnya yang bisa diperkarakan. Saya cuplik beberapa percakapan yang mencengangkan dan bisa membuat jidat makin berkerut seakan tak percaya.

Bisa dilihat bahwa SN begitu berpengalaman dengan presiden.

(SN: Mempercantik. Tapi kalau pengalaman kita, artinya saya dengan pak Luhut, pengalaman-pengalaman dengan presiden, itu rata-rata 99 % itu goal semua Pak. Ada keputusan-keputusan penting kayak Arab itu, bermain kita. Makanya saya tahu. Makanya Bung Riza begitu tahu Darmo, dimaintaince, dibiayai terus itu Darmo habis-habisan supaya belok. Pinter itu.)

Benarkah Rini menteri ESDM ikut bermain?

SN: Sudah Pak. Kemarin itu saya diarahkan sama Bu RIni, menteri ESDM jadi nanti itu ditunjuk di Bintuni. Bintuni itu arealnya 6000 hektar. Itu dibuat di sana itu pabrik pupuk, Antam juga disitu, pelabuhan bukan hanya Sorong pak tapi di situ.

Astaga...Saya tidak habis mengerti, mengapa ingin melindungi alam dari kerusakan yang diciptakan justru dianggap Dajjal?

MS: Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya datang kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku Pak.

MR: Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang

MS: Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan Pak buat investor. Itu orang nggak jadi males menginvestasi

MR: Provinsinya Dajjal

MS: Betul Pak zamannya Dajjal

MR: Sama Pak. Gila itu. Itu waktu Riza mengondisikan ngurusi gula, sudahlah begini begini, dia sudah kuasai lahan Pak, pada waktu itu. Beda kongsi. Gua ketawa aja. Makan dulu, kalau udah jalan 5 tahun baru saya ambil.

Apa yang dimaksud dengan Sinterklas dalam percakapan ini? Apakah setelah membangun sekolah dan rumah sakit, lalu mereka menggerogoti kekayaan alamnya?

MS: Gak semudah itu Pak Papua. Mengedukasi mereka untuk merasa bahwa mereka akan dibangun untuk kesejahteraan mereka, tidak mudah Pak. Costnya tinggi Pak, betul. Kita bangun sekolah, minta dibangun rumah sakit. Tapi kalau ajak pers, hormat bapak. Masak kita sinterklas terus.

Perhatikan betapa SN begitu piawai dan berpengalaman mengatur strategi dan akal akalan.

(SN: Saya sih yakin itu karena presiden sendiri kasih kode begitu dan itu berkali-kali. Yang urusan kita di DPR, itu kita ketemu segitiga, Pak Luhut, saya dan presiden. Akhirnya setuju. Ngomongnya gini presiden. Saya sudah ketemu presiden cocok itu. Pengalaman ya, artinya ini demi keberhasilan semua. Ini belum tentu bisa dikuasai menteri-menteri, yang gini-gini. Enggak ngerti malah bapak)

(SN: Pengalaman saya ya Pak. Presiden ini agak koppig (kopeh, bahasa belanda) tapi bisa merugikan semua.)

(SN: Enggak nyambung Pak. Ketemu dua kali di tempatnya Menteri PAN, waktu pelantikan ngobrol itu lagi. Ketemu lagi. Enggaak. Ini harus kita rekayasa pak.
MS: Pengalaman ini ya Pak
SN: Kadang-kadang dia kalau egonya ketinggian, ngerusak Pak. Ngono Pak. Makanya pengalaman-pengalaman saya sama dia, begitu dia makin dihantam makin kenceng dia. Nekat Pak. Waah)

(SN: Berbahaya Pak. Bahaya kalau dia selalu begitu. Ada lagi pengalaman saya Pak.
MS: oke
SN: Pengalaman yang betul-betul saya mengalami bersama-sama Pak ini, bersama-sama Pak Luhut. Akhirnya saya minta tolong Pak Luhut, untuk memulai pemilihan Kapolri. Itu asli Pak. Bagaimana itu kita berusaha supaya Budi, karena Ibu Mega yang call, yang telpun. Itu kita pakai apa aja enggak pak.)

Pengalaman pakai akal dan akalan lagi?

SN: Pengalaman itu, maksudnya saya pengalaman itu. Jadi kita harus pakai akal. Kita harus pakai ini. Kuncinya kan ada kuncinya. Kuncinya kan ada di Pak Luhut, ada saya. Nanti lempar-lemparan. Ada dia strateginya. Cek gocek.

Benarkah Darmawan Prasodjo, salah satu orang kepercayaan Presiden Jokowi di sektor minyak dan gas, sudah dibeli dan bisa diatur oleh MR?

MR: Darmo ini disayang sama dia karena, Si Darmo kalau presentasi, lulusan Amerika, sudah kuliah PHD pintar. Jokowi happy terus. Ini saya tahu. Darmo ngomong Pak itu didengerin. Gitu Pak
SN: Cuma sudah dibeli gara-gara ketemu bapak, dikunci, sreeeet. Berubah
MR: Dikawanin lah.
MS: Hasil lobi ya
SN: Semuanya, semua istana beliau bisa biaya yang lain-lain, biayain semualah.

Apa yang dimaksud dengan perkataan “kalau pak JK Presiden?”

SN: Ya kita harus jujur
MR: Kalau Pak JK presiden,  
SN: Wah terbang kita.
MR: Atau dia pasrahin Pak JK urus ekonomi saja, saya pergi dah blusukan. Pak JK urus saja ekonomi
SN: Ya tapi sekarang sudah dibatasin terus presiden

Aih....Lihatlah uang 500M seakan untuk mainan buat mereka...

SN: Nasib duit keluar banyak. Duit Pak. Itu saya lihat kasihan. Ngapain itu, udah. 50 M, 30 M. Begitu kita hitungin udah 500 M. Ngapain. hahahaa
MS: Lewat Pak
SN: Lewat Pak
MR: Padahal duit kalau kita bagi dua pak, hepi Pak. 250 M ke Jokowi JK, 250 M ke Prabowo Hatta, kita duduk aja. Ke Singapura, main golf, aman. hahahaa. Itu kan temen, temen semualah, Pak Susahlah. Kita hubungan bukan baru kemarin. Masak kita tinggal nggak baik. tapi kan sekarang udah gak ada masalah. Sudah normal. Gitu

(http://nasional.kompas.com/read/2015/12/03/06060001/Ini.Transkrip.Lengkap.Rekaman.Kasus.Setya.Novanto?page=all)

Dari sekian puluh perkara yang diperbincangkan, terlihat ketiga orang yang terlibat dalam rekaman itu tampaknya sangat berpengalaman dan semua “bisa” diperkarakan. Tapi lagi lagi saya melihat ini bukan perkara yang mudah untuk bisa dibawa ke ranah hukum.

Bukan tanpa alasan saya berpikir kasus ini akan bisa dibawa ke ranah hukum, karena selain kasus ini sudah melibatkan begitu banyak petinggi negara yang bukan kelas ecek ecek, masih ditambah bukti nyata dari 2 hari persidangan MKD kemarin.

Jutaan rakyat Indonesia sudah melihat, betapa pelapor/pengadu dan saksi, “dikuliti habis habisan” orang orang parpol di MKD. Padahal, secara nyatanya, pelapor/pengadu dan saksi bukan orang sembarangan, bukan rakyat ecek ecek yang tidak punya kekuatan, tidak punya perlindungan atau tidak punya kecerdikan yang dibawah rata rata.

Kita bisa melihat betapa licinnya Sudirman Said berkelit dari libatan, cengkeraman, jeratan dan jebakan pertanyaan anggota sidang MKD. Sudirman Said, yang seorang menteri saja bisa dibuat sedemikian rupa oleh anggota MKD.

Sama halnya, Presiden Direktur PT FI, Marsekal Muda TNI (Purn.) Maroef Sjamsoedin -yang mantan Wakil Kepala BIN- harus menjawab dengan berputar putar, meliuk kesana kemari -bak penari jaipong- untuk bisa terlepas dari pertanyaan jebakan anggota MKD.

Sah sah saja anggota MKD menguliti pelapor dan saksi, seperti yang saya tulis di atas, tentang motif pelapor.

Tapi, kita juga bisa lihat dari niat anggota MKD, yang sebelumnya sudah tidak ingin melanjutkan kasus Setya Novanto ini ke persidangan MKD.

Apalagi terlihat mereka mengulur waktu dengan pertanyaan yang aneh aneh, seperti masih mempermasalahkan terus tentang sah atau tidaknya sidang MKD. Padahal pada hari sebelumnya sudah dibuat voting.

Tidak berhenti sampai disitu niat mereka menghajar balik pelapor dan saksi. Ancaman akan memperkarakan tindakan pelapor dan saksi pun dilakukan. Karena tindakan saksi -yang bukan penegak hukum- merekam pembicaraan tanpa persetujuan pengadilan, dianggap telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan..

(http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/27912/nprt/1011/uu-no-11-tahun-2008-informasi-dan-transaksi-elektronik)

Ancaman dari Pasal 31 ayat (2) UU ITE tersebut adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta rupiah (Pasal 47 UU ITE).

Tetapi mereka lupa, dalam sistem hukum di Indonesia belum terdapat pengaturan yang tegas apakah perekaman suara atau kejadian tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau cukup salah satu pihak saja. (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5496be4d1947b/bolehkah-merekam-suatu-peristiwa-secara-sembunyi-sembunyi)

***

Seperti yang sering saya tulis (Inilah Penyebab Koruptor Tidak Mendapat Hukuman Berat), Wapres JK mengatakan, korupsi saat ini telah menyentuh hampir semua sendi penyelenggara negara baik di tingkat pusat maupun daerah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

(Saatnya Koruptor Berpesta)

Berdasarkan catatannya, tidak ada negara lain selain Indonesia yang melakukan tindakan hukum secara masif terhadap penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana korupsi.

Tercatat, ada sembilan menteri, 19 gubernur, 44 anggota DPR, dua mantan Gubernur Bank Indonesia, dan empat ketua umum partai yang telah dipenjara.

(http://nasional.kompas.com/read/2015/12/03/11151491/JK.Sebut.Orang-orang.yang.Ada.di.Rekaman.Freeport.Serakah)

Kasus “Papa Minta Saham”, “Sinetron perang antar geng” dan “Sinetron sidang MKD”, hanya secuil diantara jutaan kisah bobrok di negeri ini. Tapi dari secuil kisah ini, kita melihat banyak yang bisa diambil hikmah dan pelajarannya.

Yang paling penting dan utama, kita bisa melihat mana emas mana kotoran. Kita bisa melihat partai mana yang berpihak pada koruptor dan partai mana yang masih abu abu. Kita bisa melihat orang yang rela melepaskan nama baik, harkat dan martabatnya untuk membela koleganya.

Untuk kedepannya kita bisa memilih caleg yang lebih baik dari yang sekarang.

Salam Damai...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun